ETIKA TIMBAL BALIK

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat penuh sukacita karena kita dapat hidup saling menghargai dan menghormati. Sahabat, sesungguhnya semua orang berharap mendapatkan perlakuan yang baik dari orang lain:  dihargai, dihormati, didengar, diperhatikan dan sebagainya.  Sahabat, dalam hidup, kita sering diperhadapkan dengan pilihan. Ada pilihan dalam hal kecil seperti memilih makanan yang akan kita santap, bahkan sampai kepada pilihan yang akan menentukan masa depan kita, seperti memilih teman hidup, jurusan kuliah, bekerja, dan lain sebagainya. Dalam Matius 7,  jika kita baca secara sepintas, sepertinya  berbicara mengenai pillihan hidup. Yesus menyampaikan pengajarannya pada Matius 7 dengan memberi 2 pilihan yang kontras, seperti jalan (ayat 12-14); pohon (ayat 15-20); dan dasar bangunan (ayat 24-27). Namun jika kita baca dengan cermat, sebenarnya Matius 7 bukan berbicara mengenai pilihan, sebab Allah begitu mengasihi kita sehingga Ia memberikan petunjuk untuk kehidupan kita. Mari kita simak petunjuk kehidupan tersebut. Sahabat, setelah membahas Taurat Musa secara cerdas, jernih dan kreatif, Tuhan Yesus menyimpulkan pengajaran-Nya dengan sederhana. Dia tahu, akhirnya semua berpulang pada keinginan atau kehendak manusia. Apa yang dimaui manusia? Semua orang ingin diperlakukan dengan baik, adil, penuh hormat dan kasih. Jadi, mengapa bukan itu yang seseorang berikan kepada orang lain? Bukankah ia mengharapkan perlakuan serupa dari mereka? Sederhana. Sayangnya, manusia enggan mempraktikkannya, ibarat melewati jalan yang sempit sesak (ayat 13-14). Sebenarnya banyak perkara dalam hidup ini layak dihadapi dengan meneropong keinginan kita sendiri. Maukah kita diperlakukan seperti itu? Maukah agama kita dilecehkan? Asal-usul kita dihinakan? Hasil karya kita tidak dihargai atau dibajak? Nama baik kita dicemarkan oleh fitnah? Tentu tidak! Lalu, apa yang kita kehendaki? Penghargaan, perlakuan adil, dan kasih sayang, bukan? Maka, mari kita lakukan itu kepada sesama. Itulah hukum emas kehidupan! Itulah yang namanya etika timbal balik.Sahabat, coba simak baik-baik, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (ayat 12).  Dengan kata lain, bila kita ingin dihargai orang lain belajarlah menghargai orang lain;  bila kita ingin diperhatikan, belajarlah untuk memperhatikan;  bila ingin mendapatkan perlakuan yang ramah dari orang lain, belajarlah berlaku ramah terhadap mereka;  bila kita ingin orang lain tidak ingkar terhadap janjinya, maka kita pun harus belajar menepati janji.  Apa yang ingin suami perbuat terhadap istri, istri pun harus berbuat demikian kepada suami.  Itulah yang disebut etika timbal balik! Ingatlah! Sahabat, bila kita renungkan dalam-dalam, sesungguhnya etika timbal balik merupakan hukum yang sangat alamiah, sederhana dan mudah untuk dipraktikkan dalam kehidupan kita sehari-hari, tidak merugikan dan justru mendatangkan dampak yang positif bagi diri sendiri dan juga orang lain.  Kalau kita memperlakukan orang lain dengan sangat baik, maka orang itu pun cenderung akan berbuat seperti apa yang telah kita perbuat terhadapnya.  Mulai dari sekarang, biarlah Sahabat dan saya yang mengawalinya! Tuhan memberkati Sahabat dan keluarga. (pg)

TUHAN: BERKUASA namun PEDULI

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat penuh syukur karena kita  memiliki Tuhan yang hidup dan berkuasa. Sahabat, perihal kemahakuasaan Tuhan dapat kita pelajari dalam Alkitab. Maka kita harus senantiasa menyukai firman-Nya dan merenungkan itu siang dan malam sehingga kita makin mengerti bahwa tidak ada satu hal pun di dunia ini yang terjadi di luar pengetahuan dan kontrol Tuhan, bahkan tidak sehelai pun dari rambut kepalamu akan hilang (Lukas 21:18). Maka tidak ada alasan bagi kita untuk takut, khawatir dan putus asa menghadapi hari esok. Lukas bersaksi, “Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.” (Lukas 12:6-7). Selanjutnya, untuk mengupas tentang Tuhan yang berkuasa, mari kita belajar dari Mazmur 33:1-22 di bawah judul: “Puji-pujian kepada Allah Israel” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) mencatat bahwa salah satu arti dari kuasa adalah wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan sesuatu. Dalam arti demikian, seseorang yang berkuasa bisa menggunakan kekuasaannya sesuai kemauannya. Mungkinkah seseorang yang berkuasa peduli kepada yang dikuasainya? Sahabat, saat kita membaca Mazmur 33 ini segera terbayang mengenai kekuasaan Tuhan. Kekuasaan-Nya tampak dalam alam. Langit dijadikan hanya oleh firman-Nya (ayat 6), air laut bisa dikumpulkan-Nya dan samudera dapat diwadahi-Nya (ayat 7). Kekuasaan-Nya dibandingkan dengan berbagai kekuatan yang seringkali diandalkan oleh manusia. Kalau raja-raja memiliki kekuasaan, maka kuasa Tuhan jauh melampaui mereka (ayat 16). Jika dibandingkan dengan kekuatan seorang pahlawan, maka kekuatan Tuhan tidak ada batasnya (ayat 16). Kuda yang hebat pun tidak sehebat Tuhan (ayat 17). Namun yang luat biasa, Tuhan yang berkuasa itu tidak digambarkan sebagai penguasa yang arogan. Karena Dia tidak bertindak sewenang-wenang. Malahan Dia peduli dengan ciptaan-Nya. Tuhan mengetahui segala sesuatu, “TUHAN memandang dari sorga, Ia melihat semua anak manusia; dari tempat kediaman-Nya Ia menilik semua penduduk bumi.” (ayat 13-14). Sahabat, Tuhan sangat mengetahui keadaan kita, seburuk apa pun itu: saat dalam kesusahan, sakit-penyakit atau beban yang berat. Itulah sebabnya jangan sekali-kali menganggap Tuhan tidak pernah peduli terhadap kita, apalagi sampai menyalahkan Tuhan. Bukankah ini sering kita lakukan? Mengapa kita harus khawatir? Kita tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi Dia yang memegang masa depan; Dia mengetahui apa yang akan terjadi; Dia tahu segala kebutuhan hidup kita. Adakah sesuatu yang mustahil bagi-Nya? Bahkan pemazmur menggambarkan bahwa Tuhanlah sumber pengharapan manusia (ayat 20-22). Itu sebabnya pemazmur mengajak umat senantiasa memuji-muji Tuhan. Ingatlah! Sahabat, Tuhan yang berkuasa, tetapi tetap peduli membuat kita percaya diri menjalani kehidupan ini. Sesungguhnya setiap orang percaya juga memiliki kuasa yang dapat memengaruhi kehidupan orang lain dan ciptaan lain. Karena itu, kehidupan kita harus dijalani dengan peduli kepada sesama ciptaan Tuhan dan tidak bertindak sewenang-wenang. Mampukan kami Tuhan sehingga kami dapat meneladani perbuatan-Mu. Tuhan memberkati Sahabat dan keluarga. (pg)

TETAP PERCAYA di tengah PENDERITAAN

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat penuh syukur karena kita punya Tuhan yang dapat kita andalkan. Sahabat, iman kita mungkin saja diuji ketika kita berada dalam keadaan yang terpuruk, di level paling bawah. Apakah kita akan tetap percaya kepada Allah atau justru meninggalkan-Nya? Saya sadar, memilih tetap percaya kepada Allah pada saat kita belum melihat pertolongan-Nya bukanlah hal yang mudah. Sebab, memilih untuk tetap percaya kepada Allah pun tidak berarti akan melepaskan kita dari berbagai penderitaan. Sebaliknya, apakah berpaling dari Allah akan menjadikan semuanya lebih baik? Sebagai pengikut Kristus status kita adalah anak-anak Tuhan dan kita disebut pula sebagai orang percaya, yaitu percaya kepada Kristus.  Kepercayaan yang dimaksud bukanlah sekadar percaya, tetapi penyerahan penuh kepada Tuhan dan mempercayakan segenap hidup kita kepada-Nya, “Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;”  (Mazmur 37:5). Sahabat, mari kita menggali berkat dari Mazmur 31:1-25 di bawah judul: “Aman dalam tangan Tuhan.” Dalam penderitaan ada banyak sekali godaan yang dapat membuat kita mengeluh, bersungut-sungut kepada Allah, menyerah, tidak mau memercayai Allah, atau meninggalkan iman, kepada apa yang bukan Allah. Mazmur 31 diawali dengan keluh kesah Raja Daud. Ia merasakan keadaan yang begitu sesak, sakit hati, jiwa, dan tubuhnya merana, serta sepanjang hidupnya hanya diselimuti oleh duka dan keluh kesah (ayat 10-11). Penderitaannya bertambah karena ia menjadi celaan dari para lawannya. Kondisinya begitu menakutkan sehingga orang-orang yang mengenalinya pun pergi jauh menghindar (ayat 12). Sekalipun keadaannya memprihatinkan, ia tetap percaya kepada TUHAN (ayat 15). Ia tahu bahwa kehidupannya ada dalam tangan TUHAN (ayat 16). Dengan iman Daud berkata, “Alangkah limpahnya kebaikan-Mu. Terpujilah TUHAN, sebab kasih setia-Nya ditunjukkan-Nya kepadaku dengan ajaib pada waktu kesesakan!” (ayat 20 dan 22). Ia menaruh harapan bahwa dibalik penderitaan panjang terdapat kebaikan Allah bagi mereka yang takut akan TUHAN dan yang berlindung kepada-Nya (ayat 20). Selanjutnya di ayat 25, Daud  mengajak kita untuk tetap setia dan tunduk kepada TUHAN walau kita masih sakit, tetap ada persoalan, pergumulan dan permasalah hidup lainnya. Yakinlah, hanya orang yang berharap kepada TUHAN-lah yang bisa mendapatkan kekuatan dan keteguhan hati dalam menghadapi segala pergumulan hidupnya. Sahabat, ketika pengharapan setiap anak-anak Tuhan hanya diarahkan kepada Tuhan, maka apapun yang Tuhan mau, apapun yang Tuhan kehendaki, apapun yang menjadi selera Tuhan, harus kita turuti, dan hal ini tidak mudah, itulah sebabnya Firman Tuhan katakan kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu hai semua orang yang berharap kepada Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan tahu benar bahwa manusia itu memiliki kehendak bebas, jadi akan sulit melepaskan dirinya dari ikatan dunia yang sudah begitu kuat mengikat setiap kita, setiap orang percaya, setiap anak-anak Tuhan. Ingatlah! Sahabat, tidak ada kebaikan dan pertolongan yang sejati di luar Allah. Karena pertolongan-Nya tidak pernah  datang terlambat. Ia akan menunjukkan kasih-Nya dengan cara ajaib. Saat kita berpikir bahwa kita sendirian, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Tuhan mendengarkan semua permohonan kita dan Ia akan menjawab sesuai waktu dan cara-Nya. Tuhan memberkati Sahabat dan keluarga. (pg)

POPULARITAS: Sebuah Kesia-siaan

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat penuh syukur karena kita tidak pernah melupakan Sang Pemberi Hidup. Sahabat, menjadi popularitas, sepertinya menjadi satu hal penting dalam skala prioritas hidup manusia saat ini. Makin terkenal, makin banyak pengikut, makin naik pula status sosialnya. Beragam trik untuk menjadi tenar  bertebaran di mesin pencari. Berbagai cara dilakukan manusia agar tenar dan dikenal banyak orang. Baik tenar karena prestasi atau hanya karena sensasi. Orang ingin dikagumi, dikenal, diperhatikan dan diidolakan. Tidak jarang pula mereka rela menabrak larangan-larangan Tuhan yang bisa jadi dianggap penghalang untuk bisa mencapai popularitas di mata dunia. Dunia terus mengajarkan kita untuk bisa terkenal, sukses, kaya raya, dan itu dipercaya bisa membuat kita bahagia. Sesungguhnya Alkitab tidak pernah mengajarkan kita untuk mengejar popularitas di mata dunia. Populer di mata orang lain itu tidak penting. Bahkan Tuhan mengatakan, “Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; karena secara demikian juga nenek moyang mereka telah memperlakukan nabi-nabi palsu.” (Lukas 6:26). Mengapa Firman Tuhan harus sampai sekeras itu? Karena semua itu bisa membuat kita lupa diri,  kemudian melupakan Sang Pemberinya sendiri. Sahabat, sekarang kita menggali berkat dari Pengkhotbah 4:7-16 dengan judul: “Kesia-siaan dalam hidup”. Salomo melihat, “lebih baik seorang muda miskin tetapi berhikmat daripada seorang raja tua tetapi bodoh, yang tak mau diberi peringatan lagi” (ayat 13). Dalam dunia kuno, kekuasaan dan kematangan umur jauh lebih berharga daripada kemiskinan dan kemudaan. Salomo membalikkan pemahaman tersebut dengan mengatakan lebih baik orang muda miskin tetapi berhikmat. Pernyataan Salomo menunjukkan penghargaan tinggi terhadap hikmat. Ternyata, orang muda yang miskin, yang bahkan pernah dipenjarakan, kemudian karena hikmatnya, dapat menjadi raja (ayat 14). Rakyat yang sudah jenuh dengan raja tua dan bodoh akan senang mendapatkan seorang raja yang berhikmat. Ia begitu populer dan semua orang yang hidup di bawah matahari berjalan bersama-sama dengan orang muda tersebut (ayat 15). Pada awalnya, tak habis-habisnya rakyat yang senang dengan orang muda yang menjadi raja karena hikmatnya, namun pada akhirnya ia tidak disukai oleh orang yang datang kemudian (ayat 16). Menurut Salomo, hal itu merupakan “kesia-siaan dan usaha menjaring angin,” yaitu sesuatu yang fana dan tidak dapat dipertahankan. Orang yang mengejar arti dan nilai hidup pada popularitas pada akhirnya pasti putus asa. Sebab, popularitas adalah sesuatu yang rapuh, kesia-siaan, fana, dan tidak tahan lama. Marilah mencari tujuan hidup yang berarti, yaitu menjalani panggilan Tuhan dalam hidup kita. Karena itu, manusia yang hidupnya dikuasai oleh popularitas tidak abadi. Sedangkan manusia yang mencari perkenanan Tuhan, selama hidupnya akan mendapat penyertaan-Nya. Sebab, ia hidup dengan cara yang dikehendaki Tuhan. Ingatlah! Sahabat kita diminta untuk menjadi orang benar dan bukan untuk menjadi orang  tenar. Tuhan memanggil kita untuk melakukan apa yang benar dan bukan untuk menjadi populer di mata dunia. Meski di mata orang lain kita tidak diterima sekalipun, tapi Allah selalu menghargai dan menerima keputusan kita untuk tetap tampil sebagai orang benar. Dan itu jauh lebih cukup ketimbang ketenaran di mata manusia yang bisa semakin menyesatkan kita dan semakin menjauhkan kita dari Tuhan. Tuhan memberkati Sahabat dan keluarga. (pg)

Saling TOPANG MENOPANG

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat dan Tuhan beserta kita sepanjang hidup. Sahabat, pada umumnya ketika kita membaca kalimat tentang kehidupan yang disertai, maka pikiran kita akan langsung tertuju kepada  Tuhan yang menyertai kita. Itu tidak salah, tapi kita tidak boleh  melupakan bahwa seringkali kuasa penyertaan Tuhan itu seiring sejalan dengan cara Tuhan dalam menghadirkan orang-orang yang ada di sekitar  untuk menyertai kehidupan kita. Melalui kehidupan orang-orang yang ada di sekitar kita, kuasa penyertaan Tuhan seringkali terjadi. Pandemi Covid – 19 yang berkepanjangan membuat sebagian orang percaya merasakan adanya beban hidup yang menindih yang  membuat mereka merasa lelah dan penat secara rohani.  Dalam situasi seperti ini  kita sangat membutuhkan kehadiran orang lain untuk menguatkan dan menopang,   “Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!”  (Pengkhotbah 4:9-10). Sahabat, untuk itu mari kita menggali berkat dari Keluaran 17:8-16 di bawah judul: “Kemenangan orang Israel melawan orang Amalek.”Ketika bangsa Amalek menyerang orang-orang Israel yang tengah berada di Rafidim, Musa segera memberikan perintah kepada Yosua untuk menyiapkan pasukan yang baik untuk berperang melawan bangsa Amalek. Tentu saja strategi perang juga dipercayakan kepada Yosua. Selain itu, Musa memberikan dukungan moral kepada Yosua bahwa ia akan berdiri di puncak bukit sambil memegang tongkat Allah sebagai simbol kuasa dan perlindungan Allah. Begitulah keduanya menjalankan peran dan fungsinya masing-masing (ayat 8-10). Strategi dan kekuatan militer yang dilakukan Yosua beserta pasukan Israel ditopang oleh kuasa Allah melalui Musa, dibantu Harun dan Hur, dengan mengangkat tongkat Allah sebagai tanda permohonan agar Allah menyatakan kuasa dan perlindungan-Nya sehingga peperangan tersebut dapat dimenangkan oleh bangsa Israel (ayat 11-13). Sahabat, begitulah pengakuan yang harus diingatkan kepada bangsa Israel turun-temurun bahwa Tuhanlah yang berperang melawan musuh. Tuhanlah yang memberikan panji kemenangan bagi umat pilihan-Nya (ayat 14-16). Pelajaran yang kita dapatkan:  sekalipun merasa lelah dan penat, tapi bila ada yang menopang, maka musuh pasti dapat dikalahkan.  Karena itu, firman Tuhan menasihati kita untuk saling menopang dan menguatkan di antara saudara seiman,  “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.”  (Galatia 6:2). Ingatlah! Sahabat, Allah merupakan sumber kehidupan, kekuatan, perlindungan, dan penghiburan. Kita patut bersyukur karena Tuhanlah yang ada di balik kemenangan kita. Sesungguhnya kekristenan identik dengan kasih, yaitu kasih yang bukan sekadar slogan, melainkan kasih yang disertai dengan tindakan nyata.  Jika ada saudara kita sedang lemah tak berdaya, adakah kita tergerak hati untuk menolongnya? Rasul Paulus mengingatkan, “Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri.”  (Roma 15:1). Tuhan memberkati Sahabat dan keluarga. (pg).

JATUH CINTA kepada TAURAT TUHAN

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat penuh cinta. Sahabat, apakah kamu pernah merasakan jatuh cinta? Kata Titiek Puspa, jatuh cinta itu berjuta rasanya. Biar siang biar malam terbayang wajahnya. Jatuh cinta itu berjuta indahnya. Biar hitam biar putih manislah nampaknya. Hampir semua orang pasti pernah merasakan apa yang namanya jatuh cinta.  Cinta membuat hati orang berbunga-bunga, dunia terasa menjadi milik berdua, yang lain menumpang.  Ketika terpisah oleh jarak, rasa rindu pun menyerang, hasrat ingin bersua pun bergelora.  Rasa rindu dan cinta akan terobati ketika mereka berjumpa dan menghabiskan waktu bersama.  Sebuah ungkapan cinta ditulis lengkap oleh Daud dalam Mazmur 119:97-104. Bukan kepada seseorang, tetapi tentang rasa cintanya yang begitu menggelora kepada Taurat Tuhan. Sebenarnya tidak hanya dalam Mazmur 119 saja, tetapi jika kita melihat isi dari kitab Mazmur, maka kita akan menemukan ada begitu banyak ayat yang menyatakan kecintaan sang Penulis kepada Taurat Tuhan. Tapi mengingat keterbatasan halaman, kali ini mari kita batasi hanya menggali pasal 119:97 – 104. Daud menggambarkan dengan indah mengenai rasa cintanya dan apa yang dia perbuat kepada  Taurat Tuhan yang sangat ia cintai itu. Dengan antusias Daud berseru, “Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari.” (ayat 97). Dalam Mazmur 119:97-104  Daud menyatakan diri sebagai seorang yang sedang jatuh cinta.  Rasa cinta yang mendalam ia tujukan   kepada Taurat Tuhan.  Ada cukup banyak orang percaya menganggap bahwa membaca dan merenungkan firman Tuhan adalah kuno, ketinggalan zaman, pekerjaan yang sangat membosankan dan menjadi beban tersendiri.  Karena itu mereka melakukannya tidak dengan sepenuh hati, tapi setengah hati atau  terpaksa.  Berbeda dengan Daud yang menjadikan Taurat Tuhan sebagai kesukaan,  “Betapa kucintai Taurat-Mu!”  (ayat 97).  Karena mencintai Taurat Tuhan maka Daud merenungkannya sepanjang hari.  Mengapa Daud begitu mencintai Taurat Tuhan?  Daud  mengungkapkan betapa ia mencintai Taurat Tuhan yang dapat membuatnya lebih bijaksana (ayat 98), lebih berakal budi (ayat 99), dan lebih memiliki pengertian (ayat 100, 104). Taurat Tuhan berkuasa menahan agar seseorang tidak berjalan dalam kejahatan (ayat 101-102). Taurat Tuhan berisi janji-janji Tuhan yang membuat hidupnya bergairah (ayat 103). Taurat Tuhan menjadi petunjuk bagi hidupnya (ayat 104). Ingatlah! Sahabat, bagi Daud, firman Tuhan diibaratkan sebagai pelita yang menerangi jalan hidupnya (105). Tanpa cahaya terang, niscaya kita akan mudah tersandung, tersesat dan menempuh perjalanan yang berisiko. Sayangnya, kita sebagai orang percaya sering tidak sungguh-sungguh menyadarinya. Akibatnya, kita pun tidak dapat menyenangkan Allah melalui ketaatan kita pada firman-Nya. Nah, tunggu apalagi, marilah kita menyediakan waktu setiap hari untuk membaca dan merenungkan firman Allah, agar hidup kita semakin dituntun oleh terang-Nya. Tuhan memberkati Sahabat dan keluarga. Tuhan  punya seribu satu  cara untuk menolong kita agar kita jatuh cinta berulang kali kepada firman-Nya. (pg)

KEHIDUPAN yang senantiasa BERSUKACITA

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat. Semoga dalam menjalani dan menikmati hidup, kita senantiasa dapat memandang kepada Tuhan. Sahabat, senantiasa memandang TUHAN adalah sikap orang percaya yang baik.  Bagaimana pun keadaan dan pergumulan hidup yang sedang kita alami, kita harus tetap memandang TUHAN. Daud  memberikan contoh dan teladan iman bagi kita  untuk selalu memandang kepada Tuhan dalam segala langkah, “Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah” (Mazmur 16:8) Mazmur 16:1-11 merupakan suatu doa permohonan dan pengakuan iman yang sangat menyentuh realitas kehidupan sehari-hari. Mazmur ini  mengajarkan dan menggambarkan dengan jelas bahwa hanya ada satu sumber sukacita, sumber kebahagiaan, sumber perlindungan, dan sumber keselamatan. Tidak ada sumber lainnya yang kekal di luar Tuhan. Harta dan kepunyaan kita yang terbesar adalah beriman kepada Allah. Hanya di dalam Dialah hati kita bersukacita, jiwa kita bersorak-sorak, dan tubuh kita akan diam dengan tenteram. (ayat 7 – 11) Sahabat, Daud mengerti benar bahwa sukacita dan sorak-sorai bukanlah bergantung dari berat-ringannya situasi yang sedang ia hadapi. Tetapi ia percaya bahwa dengan memandang kepada Tuhan, menyadari kehadiran Tuhan yang selalu berjalan di sebelah kanannya dengan setia, akan membuatnya mampu untuk terus berdiri tegak meski situasi sama sekali tidak kondusif. Bagi Daud, kehadiran Tuhan bersamanya merupakan kunci utama yang membuatnya mampu terus hidup dengan penuh sukacita dan keriangan. Bersama Tuhan dia tidak perlu takut. Bersama Tuhan ada solusi,  jawaban, pertolongan bahkan kemenangan. Bersama Tuhan kita akan selalu bisa bersukacita. Itu  benar-benar disadari Daud.. Senada dengan Daud, Rasul Paulus dalam Filipi 4:4-9 memberi nasihat kepada jemaat di Filipi agar memilih kehidupan yang senantiasa bersukacita. Bahkan ia menegaskan, “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” (ayat 4). Senantiasa bersukacita artinya sukacita yang kita miliki tidak tergantung pada suasana hati atau kondisi yang sedang kita alami. Bersukacita senantiasa bukan hal yang mustahil ketika kita menyerahkan segala kekhawatiran kepada Allah di dalam doa (ayat 6). Lebih lanjut, Paulus menasihatkan agar kita selalu berpikir positif (ayat 8). Dengan demikian, damai sejahtera Allah akan memelihara hati dan pikiran kita sehingga kita memiliki sukacita yang melimpah (ayat 7). Sahabat, hati yang bersukacita memancarkan kekuatan, sebaliknya sungut-sungut hanya menambah beban. Situasi kehidupan yang sulit memang tidak akan berubah begitu saja ketika kita memilih untuk tetap bersukacita. Sukacita memang tidak mengubah keadaan tetapi memberikan kekuatan untuk mengatasi setiap kesukaran yang ada. Ingaltah! Sahabat, sadarilah bahwa beban kehidupan akan selalu datang silih berganti. Kabar baiknya adalah, Tuhan tahu dan mengerti pergumulan kita. Dia mendengar dan sangat peduli terhadap semua itu. Yesus berkata, “Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Matius 11:28). Tuhan memberkati Sahabat dan keluarga. (pg).

HIKMAT: Lebih BERHARGA daripada PERMATA

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat penuh hikmat. Sahabat, rasanya kita semua setuju bahwa permata itu merupakan benda berharga. Tidak saja indah, berkilau, tapi permata juga bisa menaikkan gengsi, menjadi ukuran kekayaan, mengangkat martabat seseorang, dan lain sebagainya. Pada masa Perjanjian Lama, adalah hal lumrah untuk menjadikan permata sebagai persembahan bagi raja-raja. Namun ada ungkapan yang sangat menarik yang disampaikan oleh raja Salomo yang terdapat di Amsal 8:11, “Karena hikmat lebih berharga dari pada permata, apapun yang diinginkan orang, tidak dapat menyamainya.”  Sahabat, apakah hikmat itu? Wikipedia menyatakan hikmat adalah suatu pengertian dan pemahaman yang dalam mengenai orang, barang, kejadian atau situasi, yang menghasilkan kemampuan untuk menerapkan persepsi, penilaian dan perbuatan sesuai pengertian tersebut. Seringkali membutuhkan penguasaan reaksi emosional seseorang  supaya prinsip, pertimbangan dan pengetahuan universal dapat menentukan tindakan seseorang. Hikmat juga berarti pemahaman akan apa yang benar dikaitkan dengan penilaian optimal terhadap suatu perbuatan. Sahabat, permata itu berharga, benar. Tapi Salomo, si raja terkaya justru mengatakan bahwa ada sesuatu yang lebih berharga dari permata. Kalau Salomo mengatakan hikmat itu lebih berharga daripada permata, itu tidak berarti bahwa Salomo menganggap rendah nilai permata. Salomo justru mau bilang ada sesuatu yang jauh lebih penting daripada permata, kemewahan dan kekayaan, yaitu hikmat. Apapun yang termahal yang pernah diinginkan orang tidak akan pernah bisa menyamai harga dari hikmat. Hikmat adalah hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya,  sebab  dengan hikmat, orang dimampukan untuk membuat keputusan dengan benar, dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak. Hikmat tidaklah sama dengan kecerdasan atau intelektual. Orang dengan indeks prestasi tinggi, punya banyak gelar yang setinggi langit sekalipun tidak menjamin bahwa mereka pasti punya hikmat dalam hidupnya. Sahabat bisa membeli permata atau batu mulia lainnya yang paling indah kapan saja jika Sahabat punya uang yang cukup untuk itu. Sedangkan hikmat adalah sesuatu yang tidak dapat dibeli, tidak dapat dicari, tidak dapat dicuri, dan tidak akan lenyap. Itu sebabnya hikmat ini lebih berharga dari permata. Daud adalah contoh orang yang penuh hikmat.  Karena hikmatnya ini Daud mampu menjadi pemimpin yang benar-benar dikagumi oleh rakyatnya seperti tertulis,  “… perkataan tuanku raja tentulah akan menenangkan hati, sebab seperti malaikat Allah, demikianlah tuanku raja, yang dapat membeda-bedakan apa yang baik dan jahat. Dan TUHAN, Allahmu, kiranya menyertai tuanku.”  (2 Samuel 14:17).  Ingatlah! Sahabat, hikmat yang dimiliki Daud adalah buah dari persekutuannya yang karib dengan Tuhan dan ketekunannya dalam merenungkan firman Tuhan di sepanjang hidupnya,  “Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari. Perintah-Mu membuat aku lebih bijaksana dari pada musuh-musuhku, sebab selama-lamanya itu ada padaku. Aku lebih berakal budi dari pada semua pengajarku, sebab peringatan-peringatan-Mu kurenungkan.”  (Mazmur 119:97-99). Tuhan memberkati Sahabat dan keluarga. (pg)

ALLAH Kota Benteng yang TEGUH

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat. Semoga kita masih dapat menikmati damai sejahtera Allah di tengah banyak bencana alam terjadi di mana-mana. Sahabat, ada banyak hal yang menakutkan yang kita hadapi di dalam hidup ini. Saat ini yang paling menonjol yaitu masalah pendemi Covid-19 dan bencana alam yang susul menyusul  terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Dalam situasi yang masih mencekam akibat pandemi Covid-19 dan bencana alam, mari kita menggali berkat dari perikop yang berjudul, “Allah, kota benteng kita” yang terdapat di Mazmur 46:1-12. Pemazmur mengingatkan bahwa kita punya Allah yang menjadi kota benteng. Perhatikan bagaimana pemazmur sangat menegaskan hal tersebut dengan menyebutkannya sebanyak dua kali,  di ayat 8 dan 12.Sebagai kota benteng, Allah adalah tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti (ayat 2). Sahabat, di zaman dahulu setiap kota selalu memiliki benteng, pintu gerbang kota dan juga tembok yang mengelilingi kota itu, dengan tujuan supaya kota itu terjaga aman dan terlindungi dari serangan musuh.  Namun bagaimanapun juga perlindungan dan penjagaan yang dibangun oleh manusia adalah terbatas adanya, tidak seratus persen dapat memberikan jaminan keamanan dan keselamatan yang sempurna,  “… jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga.”  (Mazmur 127:1-b).Allah adalah kota benteng kita yang teguh. Oleh karena itu, pemazmur mendorong kita agar di tengah kesukaran yang sedang terjadi, kita memandang pekerjaan Tuhan (ayat 9) dan berdiam diri di hadapan-Nya (ayat 11). Frasa “pandanglah pekerjaan Tuhan” (ayat 9) mengacu pada tindakan mengingat apa yang telah Tuhan kerjakan di dalam hidup kita dan di bumi ini. Ingat dan lihatlah sekelilingmu! Perhatikan betapa Allah punya kuasa untuk mengatur segala sesuatu demi kebaikan kita. Kemudian, frasa “Diamlah dan ketahuilah bahwa Akulah Allah!” (ayat 11) menegaskan bahwa apapun yang terjadi dalam hidup kita, hendaknya kita berdiam diri dan tidak mengandalkan kekuatan sendiri, sebaiknya mengandalkan Tuhan. Sekalipun bencana alam menimpa, didera sakit penyakit, pandemi masih merajalela atau persoalan hidup apapun yang membuat kita takut dan gentar, maka pandanglah kepada Tuhan. Andalkanlah Dia senantiasa karena Dialah kota benteng kita yang teguh. Sahabat, pertolongan, perlindungan dan kekuatan yang sejati hanya kita dapatkan di dalam Tuhan, karena Dia adalah benteng hidup kita.  Ada tertulis,  “Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN.”  (Yesaya 31:1).  Ingatlah! Sahabat, seberat bagaimana pun masalah dan tantangan yang kita hadapi, jika kita mau bersandar dan berserah penuh kepada Tuhan, kita pasti beroleh kekuatan untuk menanggungnya,  “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.”  (2 Timotius 1:7).  Saat itulah kita pun dapat berkata,  “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”  (Filipi 4:13). Tuhan memberkati Sahabat dan keluarga. (pg)

MENERIMA Si LEMAH dan Si KUAT

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat dan tetap rukun-rukun selalu sebagai keluarga besar komunitas orang percaya. Sahabat, Anthony de Mello dalam bukunya yang berjudul: “Doa Sang Katak 2” bercerita tentang Mahatma Gandhi. Pada saat itu Mahatma Gandhi sebagai seorang mahasiswa di Amerika. Ia amat berminat untuk mengenal Yesus Kristus lebih dalam, khususnya khotbah Yesus di Bukit. Semula dia begitu yakin bahwa kekristenan merupakan jawaban yang tepat bagi sistem kasta yang mengganggu India berabad-abad lamanya. Pada suatu hari Minggu dia pergi ke gereja, untuk mengikuti kebaktian. Akan tetapi dia dihentikan di depan pintu masuk gedung gereja dan diberitahu oleh petugas, “Kalau mau ikut kebaktian, Anda bisa melakukan itu di gereja khusus orang hitam di seberang sana. Dia begitu kecewa, kemudian pergi, dan tidak pernah kembali lagi. Untuk itu mari kita menggali berkat dari Roma 15:1-13, di bawah judul: “Orang yang lemah dan orang yang kuat.” Sahabat, ada pepatah Jawa mengatakan,  “Asu gedhe menang kerahe”, yang artinya anjing besar menang dalam perkelahian.  Namun, Rasul Paulus justru sebaliknya menasihati kita,  “Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat … “ (ayat 1). Itu berarti kita yang sungguh-sungguh yakin akan apa yang kita percayai, haruslah bersabar terhadap keberatan-keberatan orang yang tidak terlalu yakin dengan apa yang dipercayainya. Paulus melarang kita untuk menyenangkan diri sendiri. Sebaliknya, Sang Rasul menasihati warga jemaat di Roma untuk menyenangkan hati orang lain. Tentu saja bukan hanya menyenangkannya,  tetapi alasan yang paling mendasar adalah demi kebaikan orang itu sendiri agar semakin dibangun dalam imannya (ayat 2). Sebagai anggota jemaat Tuhan, kita harus berusaha untuk menciptakan kerukunan satu sama lain, supaya gereja tetap kuat dan kokoh.  Meski memiliki latar belakang yang berbeda-beda  (status, suku, pendidikan dan sebagainya)  kita adalah satu, “… sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh,”  (1 Korintus 12:12).  Sahabat, jadi kita harus menerima dan memperlakukan orang lain sebagai saudara, sebagaimana Kristus telah menerima dan melayani jiwa-jiwa tanpa pandang bulu,  “supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan. Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita.”  (1 Korintus 12:25-26). Memang bukan persoalan mudah, sehingga kita mesti meminta pertolongan Allah agar Dia memberikan karunia kerukunan kepada umat-Nya, yang berujung pada kemuliaan Allah! Menarik disimak bahwa kerukunan umat Allah tidak dimaksudkan untuk kemuliaan sendiri,  tetapi dimaksudkan untuk kemuliaan Allah (ayat 6). Ingatlah! Sahabat, Rasul Paulus menghimbau,  “… terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah” (7). Itulah cara untuk mencapai kesatuan di antara umat Allah,  yang kuat menerima yang lemah sama halnya dengan Kristus yang telah menerima baik yang kuat maupun yang lemah imannya. Tuhan memberkati Sahabat dan keluarga. (pg)