Firman Hari Ini
BELAS KASIHAN ALLAH
Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat penuh belas kasihan. Sahabat, belas kasihan mengandung arti bahwa kita peduli akan orang lain, menanggapi keadaan orang lain dengan kelemahlembutan, dan merasakan dorongan yang kuat untuk menolong mereka. Belas kasihan yang benar merupakan perasaan empati yang bekerja. Berbeda dengan perasan simpati yang hanya merasa kasihan karena melihat orang lain menderita tetapi tidak bisa ikut merasakan apa yang diderita mereka. Sahabat, rasa belas kasihan muncul karena adanya penderitaan orang lain. Bagaimana itu bisa muncul dalam hati manusia? Jika kita bayangkan, seandainya manusia tidak jatuh ke dalam dosa, manusia akan hidup bahagia selamanya. Rasa belas kasihan mungkin tidak dibutuhkan. Tetapi, justru dengan jatuhnya manusia kedalam dosa, hidup menjadi berat dan rasa belas kasihan bisa muncul dalam hati manusia yang berdosa. Lalu dari mana datangnya? Ceritanya berawal ketika Allah menghukum Adam dan Hawa dan mengusir mereka dari taman Firdaus (Kejadian 3:23), Ia bisa melihat apa yang akan terjadi. Ia berkata bahwa bumi menjadi tempat yang tidak menyenangkan dan manusia harus bergumul untuk bisa hidup di dunia, untuk kemudian kembali menjadi debu (Kejadian 3:17-19). Lalu bagaimana Allah yang mahakasih bisa membiarkan ciptaan-Nya menderita seperti itu? Sudah tentu semua itu terjadi karena dosa manusia dan hukuman Allah sudahlah sepantasnya. Tetapi, bukankah Allah adalah Tuhan yang mahakasih? Benar, Allah memang mahakasih. Allah adalah kasih (1 Yohanes 4:8). Karena kasih-Nya, dengan kejatuhan manusia, Ia memulai sebuah proyek besar untuk menyelamatkan umat manusia. Sekalipun manusia akan mati secara fisik, Allah mengirimkan Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus, untuk menebus dosa manusia sehingga mereka yang percaya kepada Yesus dapat bersatu kembali dengan-Nya di surga. (Yohanes 3:16) Itulah wujud rasa belas kasihan Allah yang sangat besar. Ia mau mengurbankan diri-Nya sendiri demi manusia yang berdosa. Ia yang melihat bahwa manusia akan hidup menderita di dunia, mau memberikan kebahagiaan yang abadi kepada mereka yang beriman kepada Anak-Nya. Allah mempunyai rasa belas kasihan karena Ia peduli akan hidup manusia. Ia menanggapi keadaan manusia dengan kelemahlembutan, dan merasakan dorongan yang kuat untuk menolong mereka. Sahabat, yang Tuhan kehendaki adalah hati yang berbelas kasihan terhadap orang lain sebagai perwujudan kasih terhadap sesama, “… Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Matius 9:13). Belas kasihan adalah emosi dalam diri seseorang yang muncul akibat melihat penderitaan orang lain. Ketika seseorang memiliki belas kasihan, timbullah suatu usaha atau keinginan yang kuat untuk menolong dan mengurangi penderitaan mereka. Belas kasihan itu mengacu kepada perbuatan baik kepada mereka yang terinfeksi dan terdampak Covid -19, para korban bencana alam, orang-orang yang miskin, janda-janda, yatim piatu, mereka yang berkebutuhan khusus, dan orang berdosa. Ingatlah! Tuhan Yesus tidak sekadar mengajarkan tentang Kerajaan Surga dan memerintahkan orang untuk bertobat, tetapi Ia sendiri juga menunjukkan belas kasihan-Nya dengan tindakan nyata terhadap orang-orang yang sakit dan menderita yang butuh pertolongan (Matius 9:36), termasuk terhadap orang-orang berdosa yang dipandang sebelah mata oleh sesamanya. Tuhan memberkati Sahabat dan keluiarga. Tuhan selalu mempunyai cara untuk menyatakan belas kasihan-Nya. (pg)
Firman Hari Ini
Firman Hari Ini
Firman Hari Ini
TETAPLAH BERSUKACITA
Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat penuh sukacita. Mendung diciptakan Tuhan bukan untuk membuat langit menjadi gelap, tetapi ia hadir untuk memberi kabar gembira akan sejuknya air hujan yang akan turun. Sahabat, kalau kita dapat melihat situasi dan kondisi di sekitar dari sudut pandang yang positf, maka kita akan dapat menikmati sukacita di setiap waktu. Saat ini ada cukup banyak orang yang kehilangan sukacita karena peliknya masalah yang sedang terjadi. Pandemi covid – 19 yang belum dapat diatasi dan bencana alam yang terjadi susul menyusul di beberapa wilayah di Indonesia. Sahabat, hari-hari ini ada cukup banyak orang yang kehilangan sukacita karena melihat keadaan dunia yang semakin hari semakin serba tidak menentu. Ada generasi milenial yang kehilangan sukacita karena merasa pesimis dengan masa depan hidupnya. Memang kita tidak bisa memungkiri bahwa situasi dan kondisi yang ada di sekitar turut memengaruhi hati dan pikiran kita. Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita kehilangan sukacita, meski situasinya mungkin tidak mendukung. Tuhan menghendaki agar kita senantiasa memiliki sukacita di segala situasi, entah kita sedang susah atau senang, sedang banyak duit atau tidak, karena sukacita adalah kekuatan untuk menghadapi setiap tantangan hidup. Bagaimana supaya kita bisa bersukacita dalam segala situasi? Sesungguhnya kunci untuk tetap mengalami sukacita berawal dari pikiran kita, “… seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia.” (Amsal 23:7a). Sahabat, kita perlu menanamkan dalam hati dan pikiran kita beberapa hal berikut ini: Pertama, kita punya Tuhan yang dahsyat. Pemazmur bersaksi, “Sebab Tuhan, Yang Mahatinggi adalah dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi. Ia menaklukkan bangsa-bangsa ke bawah kuasa kita, suku-suku bangsa ke bawah kaki kita,” (Mazmur 47:3-4). Sebesar apa pun masalah yang kita alami, serahkan semuanya pada Tuhan, Dia pasti sanggup menolong kita karena kuasa-Nya tak terbatas. Kedua, masalah adalah proses pendewasaan iman. Jika kita diizinkan bergumul dengan masalah, berarti Tuhan sedang mendidik kita supaya kita makin dewasa di dalam iman. Jadi, tetaplah bersukacita! Seperti disaksikan oleh Ayub, “Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas.” (Ayub 23:10). Ketiga, Roh Kudus yang senantiasa mendampingi kita, siap memberi kekuatan dan penghiburan. Ingatlah! Sahabat, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bersukacita karena kita mempunyai Tuhan yang begitu peduli dan penuh belas kasihan, “Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur,” (Mazmur 113:7). Bahkan, Tuhan sanggup membuka jalan saat tiada jalan, membuat yang mustahil menjadi mungkin, dan menjadikan yang tiada berpengharapan menjadi penuh harapan. Yakinlah tiada ada yang mustahil bagi Dia, “Ia mendudukkan perempuan yang mandul di rumah sebagai ibu anak-anak, penuh sukacita.” (Mazmur 113:9). Tuhan memberkati Sahabat dan keluarga. Tuhan selalu punya cara untuk memberi jalan keluar. (pg)
Firman Hari Ini
TUHAN MERENCANAKAN KEBERHASILAN
Selamat jumpa para pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat penuh keberhasilan. Sahabat, sesungguhnya keberhasilan merupakan hak setiap orang. Masalahnya adalah bagaimana orang mengusahakan dirinya untuk bisa mencapai keberhasilan. Ada orang yang sangat gigih untuk mencapai keberhasilan, ada yang biasa-biasa saja. Ada yang kelihatannya biasa saja namun sebenarnya sangat mengusahakan keberhasilan bagi hidupnya sendiri. Sahabat, sesungguhnya tidak ada keberhasilan yang dicapai dengan instan. Tidak ada orang yang menjual keberhasilan. Satu-satunya orang yang bisa memberimu keberhasilan adalah dirimu sendiri. Bukan dengan uang dan harta yang kamu miliki lalu kamu bisa mendapatkan keberhasilan. Sahabat, kamu baru bisa mendapatkannya ketika kamu benar-benar bersedia bekerja keras dan mendedikasikan diri bahkan hidupmu untuk tujuan yang ingin kamu capai. Memang untuk berhasil tidak semudah membalikkan telapak tangan. Terkadang kita harus menghadapi banyak sekali ujian, tantangan dan harga yang harus dibayar. Ada cukup banyak tokoh besar dalam Alkitab sebelum mengalami penggenapan janji Tuhan harus mengalami proses, harus melewati tahapan-tahapan yang tidak mudah. Sahabat, Ayub merupakan seorang yang berhasil. Sebagai orang yang berhasil bukan berarti Ayub tidak pernah gagal dalam hidupnya. Ayub pun harus mengalami kegagalan demi kegagalan, penderitaan dan keterpurukan yang luar biasa. Namun Ayub tidak pernah menyerah dan putus asa di tengah jalan. Ia tetap bangkit dan mengarahkan pandangannya kepada Tuhan. Ayub tetap bersyukur kepada Tuhan. Di tengah keterpurukannya Ayub masih sanggup berkata, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” (Ayub 1:21). Bahkan Ayub juga mengingatkan kita, “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk? Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.” (Ayub 2:10-b). Sahabat, gagal bukan akhir dari segalanya. Tetaplah mengucap syukur seperti Ayub, karena kegagalan bukan rencana Tuhan, walau terkadang Tuhan izinkan kegagalan itu terjadi, supaya kita belajar untuk tidak menyombongkan diri. Belajar bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Kegagalan mengingatkan kita untuk introspeksi diri, mungkin selama ini kita hanya mengandalkan kekuatan sendiri dan belum melibatkan Tuhan dalam setiap rencana kita. Ingatlah! Sahabat, saya pernah gagal, dan saya yakin kamu pun pernah gagal. Tapi satu hal yang perlu senantiasa kita ingat, rencana Tuhan atas hidup kita tidak pernah gagal, “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.” (Ayub 42:2). Tuhan juga merencanakan keberhasilan bagi kita. Tuhan memberkati Sahabat dan keluarga. Tuhan selalu punya cara untuk membuat kita berhasil. (pg)
BERCAHAYALAH HIDUPKU
Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat penuh kerinduan untuk tetap bisa bercahaya. Sahabat, dalam masa pendemi, kita sebagai komunitas orang percaya perlu untuk menjalankan protokol yang ditetapkan pemerintah: Mencuci tangan dengan sabun; Menjaga jarak; Menjauhi Kerumunan; Meningkatkan daya tahan tubuh; dan Menahan diri dari keinginan bepergian dan berkumpul ria. Sahabat, disamping itu, sesungguhnya kita sebagai komunitas orang percaya juga perlu tetap menjalankan perintah Tuhan Yesus untuk tetap BERCAHAYA, ´… hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” (Matius 5:16) Wouuuw …! Bercahaya? Kalau begitu kita perlu berjuang untuk jadi bintang. Sahabat, menjadi seorang bintang merupakan dambaan hampir setiap orang di dunia ini. Maka tidak heran audisi acara-acara ajang pencarian bakat yang diadakan oleh stasiun televisi swasta nasional, seperti: Indonesian idol, Master Chef, The Voice Indonesia, dan lain-lain, diikuti oleh ribuan peserta, dengan tujuan ingin menjadi bintang. Sahabat, menurut pemahaman umum, seorang bintang adalah orang yang hebat, memiliki prestasi luar biasa, dikagumi oleh banyak orang, sukses atau orang yang populer. Secara umum definisi seorang bintang adalah orang terbaik di suatu bidang tertentu. Bagaimana arti seorang bintang di pemandangan mata Tuhan? Daniel bersaksi, “… orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya.” (Daniel 12:3).Jadi, orang dapat dikatakan seperti bintang apabila ia berhasil dalam menjalankan panggilan hidupnya sesuai yang ditentukan oleh Tuhan, yaitu bekerja dan menghasilkan buah. Karena itu Rasul Paulus memberi nasihat, “Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia,” (Filipi 2:14-15). Seseorang dapat dikatakan sebagai bintang di mata Tuhan adalah ketika mereka berani hidup berbeda dari dunia. Daniel, sekalipun hidup di tengah-tengah suatu bangsa yang menyembah kepada berhala, ia tidak terbawa arus. Ia tetap mampu menjaga hidupnya berkenan kepada Tuhan sehingga kehidupan Daniel pun menjadi berkat bagi banyak orang. Rasul Paulus tampil sebagai bintang di mata Tuhan karena punya komitmen, “… jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. …” (Filipi 1:22), dan ia pun mampu menyelesaikan panggilan hidupnya sampai garis akhir (2 Timotius 4:7). Ingatlah! Sahabat, saat siang hari, langit nampak begitu terang karena cahaya matahari yang menyinarinya. Kala malam menjelang, langit pun perlahan menjadi gelap, namun cahaya bulan, bintang-bintang di langit serta lampu-lampu di sepanjang jalan dan rumah-rumah membuat malam menjadi penuh pesona. Tanpa cahaya, siang dan malam hanyalah hitam kelam. Tanpa cahaya, mata kita pun tak dapat melihat apa-apa. Dengan cahaya itulah kita bisa menikmati keindahan dari pagi hingga malam. Bercahayalah hidupku! Tuhan memberkati Sahabat dan keluarga. Tuhan ingin hidup kita bercahaya. (pg).