DARI LEMBAH KERENDAHAN HATI, TUHAN MERENGKUH DENGAN KASIH

Seorang gadis pernah merasakan pahitnya hidup dalam keterasingan. Lahir dalam kemiskinan dan kehilangan ibunya sejak kecil, gadis itu harus bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk bertahan hidup. Suatu hari, ia memutuskan untuk mengikuti panggilan Tuhan dengan melayani mereka yang dianggap “tidak berharga” oleh dunia: para orang sakit, miskin, dan sekarat di jalanan. Dengan penuh kerendahan hati, ia menyentuh mereka yang terlupakan dan tersingkirkan, memberi mereka martabat di saat-saat terakhir kehidupan mereka. Wanita itu ialah Bunda Teresa, yang akhirnya diangkat menjadi salah satu tokoh paling dihormati di dunia karena kasihnya yang tanpa pamrih. Bunda Teresa tidak mengejar kedudukan atau kehormatan. Ia merendahkan diri di hadapan Tuhan, dan justru dalam kerendahan itulah Tuhan meninggikan dirinya. Ia tidak menginginkan kemuliaan bagi dirinya sendiri, tetapi Tuhan memakaikan kemuliaan itu kepadanya. Dalam kehidupan kita, sering kali kita ingin dihargai, diakui, atau diangkat di hadapan orang lain. Namun, Firman Tuhan mengajarkan bahwa jalan menuju pengangkatan justru dimulai dari kerendahan hati. Ketika kita merendahkan diri di hadapan-Nya, maka Tuhan mengakui keterbatasan kita, ketika kita menyerahkan hidup  kepada-Nya, dan melayani tanpa pamrih, Tuhan justru yang akan mengangkat kita. Yakobus 4:10 yang berbunyi ,”Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu.” (Yakobus 4:10)  bukanlah hanya janji, tetapi juga prinsip kehidupan. Tuhan tidak mencari orang yang tinggi hati, tetapi mereka yang rendah hati dan bersedia dipakai untuk kemuliaan-Nya. Bahkan jika dunia tidak melihat, Tuhan melihat dan Dia tidak pernah melupakan. Dari lembah kerendahan hati, tangan kasih-Nya akan selalu merengkuh dan meninggikan kita sesuai waktu-Nya.  Kerendahan hati bukanlah kelemahan, tetapi kekuatan yang membuat kita semakin dekat dengan Tuhan. Dalam dunia yang mendorong kesombongan dan ambisi pribadi, orang yang rendah hati justru akan menemukan kedamaian sejati karena Tuhan sendiri yang akan membela dan meninggikan kita.  Semakin rendah hati seseorang, semakin tinggi ia di mata Tuhan. (sTy)

DARI LEMBAH PEMULIHAN,TUHAN MERENGKUH DENGAN CINTA

Pada tahun 1968 seorang legenda musik country bernama John Cash, mengalami titik terendah dalam hidupnya karena kecanduan obat-obatan dan menyebankan pernikahannya hancur.  Ia merasa dirinya tak lagi punya arti dan itu  membuatnya hampir menyerah. Dalam keputusasaan, John Cash masuk ke Gua Nickajack, Tennessee untuk mengakhiri hidupnya. Namun di dalam kegelapan yang pekat di gua itu, ia merasakan kehadiran Tuhan yang memanggilnya kembali. John Cash keluar dari gua itu dengan hati yang diperbarui dan menyerahkan hidupnya sepenuhnya kepada Tuhan.  Ia mengalami pemulihan secara holistik, termasuk dalam pernikahan dan karya-karyanya dalam musik. Kisah Johnny Cash mengingatkan kita bahwa Tuhan tidak membiarkan kita terpuruk dalam lembah keputusasaan. Seperti yang dinyatakan dalam Yeremia 30:17, “Aku akan memulihkan keadaanmu dan akan mengasihani kamu, demikianlah firman TUHAN.”  (Yeremia 30:17a, TB).  Tuhan bukan hanya sanggup memulihkan keadaan kita tetapi juga merengkuh kita dengan kasih-Nya yang tak berkesudahan.   Cinta Tuhan adalah cinta yang dalam, mencari, memulihkan, dan mengangkat kita dari kehancuran.   Mungkin kita pernah merasa gagal, kehilangan arah, atau ditinggalkan. Namun, Tuhan tidak pernah berhenti mengasihi kita. Pemulihan yang dijanjikan-Nya bukan sekadar mengembalikan apa yang hilang, tetapi juga memberikan makna baru dalam hidup kita. Seperti Johnny Cash yang keluar dari kegelapan dengan kehidupan yang diperbarui, kita pun bisa mengalami kasih Tuhan yang merengkuh, membangkitkan dari lembah penderitaan, dan membawa kita ke dalam terang kasih-Nya.  Kasih Tuhan tidak hanya mengangkat kita dari keterpurukan tetapi juga memberi kita kesempatan untuk menjadi alat pemulihan bagi orang lain.   Ketika kita merasa berada di titik terendah, ingatlah: Tuhan tidak membiarkan kita di sana. Dia datang, merengkuh, dan membawa kita pulang dengan cinta-Nya. (sTy)

DARI LEMBAH GODAAN, TUHAN MERENGKUH DENGAN PENGAMPUNAN

Aurelius Agustinus dari Hippo adalah seorang yang pernah jatuh dalam lembah godaan dunia yang begitu dalam  tetapi kemudian direngkuh oleh anugerah Tuhan. Hidupnya dulu penuh dengan pencarian kesenangan duniawi dan pemikiran yang jauh dari iman, tetapi doa ibunya yang tak putus dan kegigihan Agustinus mencari kebenaran pada akhirnya membawanya kepada Tuhan. Dalam pergumulannya, ia membaca surat Roma 13:13-14 yang menyentuh hatinya, “Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang, dan janganlah merawat tubuh untuk memuaskan  keinginannya.”   Ayat ini membuat Agustinus bertobat dan pada akhirnya Agustinus menjadi salah satu Bapa Gereja yang paling berpengaruh dalam sejarah. Amsal 7:21  menggambarkan godaan seperti ini , “Ia membujuknya dengan banyak rayuan, dengan kelicinan bibir ia menggodanya.”.  Penulis Amsal mengatakan bahwa godaan sering datang dengan bujuk rayu yang manis, menjebak banyak orang dalam keputusan yang berujung pada kehancuran. Godaan bisa berupa harta, kekuasaan, atau kenikmatan sesaat yang tampaknya menggiurkan tetapi membawa penyesalan. Namun, dalam setiap lembah kegelapan, Tuhan tetap setia untuk menanti dan merengkuh kita dengan pengampunan-Nya.   Ketika kita terjatuh dalam dosa, sering kali kita merasa tidak layak untuk kembali kepada Tuhan. Namun, kasih-Nya lebih besar dari kesalahan kita. Sebagaimana Tuhan mengubahkan Agustinus dari Hippo dari seorang pemikir duniawi menjadi hamba-Nya yang setia, demikian pula Dia sanggup menarik kita keluar dari keterpurukan menuju hidup yang penuh makna. Marilah kita belajar untuk mengenali godaan yang bersembunyi dalam keseharian kita dan bersandar kepada Tuhan agar kita tidak terjerat dalam jebakannya. Bila kita telah jatuh, janganlah berdiam dalam rasa bersalah, tetapi beranilah datang kepada Tuhan yang selalu membuka tangan-Nya untuk menerima kita kembali.  Ketika kita jatuh dalam dosa, janganlah bersembunyi dalam rasa malu, tetapi larilah kepada Tuhan yang selalu siap mengampuni dan mengangkat kita kembali.  Ingatlah : Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya terjatuh juga; sekuat apapun dosa menjerat, Tuhanlah yang sanggup melepaskannya. (sTy)

RAMBATKAN AKARMU KE TEPI SUNGAI

Saat pandemi COVID-19 melanda dunia, seorang dokter Tiongkok bernama Li Wenliang menjadi salah satu orang yang pertama memperingatkan bahaya virus ini. Meski suaranya sempat dibungkam, dokter Li tetap berpegang teguh pada kebenaran dan tanggung jawabnya sebagai seorang dokter.  Walau ia sendiri pada akhirnya tertular dan meninggal namun perjuangannya menginspirasi banyak orang. Dokter Li merupakan gambaran seseorang yang akarnya tertanam kuat dalam nilai yan benar, meskipun badai datang menghantam. Firman Tuhan dalam Yeremia 17:7-8 yang berkata,”Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi sungai, dan tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.”  (Yeremia 17:7-8, TB).   Ayat ini memberikan gambaran tentang orang yang mengandalkan Tuhan sebagai pohon yang merambatkan akar-akarnya ke tepi sungai.  “Kemarau” kehidupan bisa datang dalam berbagai bentunya seperti kesulitan ekonomi, penderitaan, atau pergumulan batin tetapi bagi mereka yang akarnya tertanam dalam Tuhan tidak akan layu atau kehilangan pengharapan sedangkan mereka yang mengandalkan kekuatan diri sendiri, yang diibaratkan seperti semak di padang gurun (Yeremia 17:5-6).   Orang yang hidup dalam Tuhan tetap menghasilkan buah di setiap musim kehidupan dan ini berarti mereka tetap bisa mengasihi, berbagi, dan bersyukur di tengah keterbatasan. Bagaimana kita bisa merambatkan akar kita ke tepi sungai kehidupan? Dengan selalu bersekutu dengan Tuhan dalam doa dan firman-Nya, selalu mengandalkan-Nya dalam setiap keputusan kita, dan tetap percaya bahwa kasih Tuhan akan tetap selamanya walau dunia ini mengalami perubahan. Hidup ini penuh ketidakpastian, tetapi mereka yang mengandalkan Tuhan akan tetap bertumbuh dan berbuah. Badai boleh datang, tetapi jika akar kita kuat dalam Tuhan, kita tidak akan tumbang.  Orang yang berakar dalam Tuhan tidak takut pada musim kering, sebab ia hidup dari air yang tak pernah ada habisnya. (sTy)

RAMBATKAN AKARMU KE TEPI SUNGAI KASIH-NYA

Suatu hari, seorang anak kecil bernama Louis Braille mengalami kecelakaan yang merenggut penglihatannya. Dalam kegelapan yang ia alami sejak kecil, dunia terasa asing dan menakutkan.  Alih-alih menyerah, Louis justru dengan ketekun dan beriman kepada Tuhan malah mengembangkan sistem tulisan yang kini dikenal sebagai huruf Braille.  Huruf ini membuka dunia bagi jutaan orang buta di seluruh dunia. Louis Braille tidak membiarkan keterbatasan memisahkannya dari pengharapan dan kasih Allah. Seringkali tantangan, penderitaan, dan ketidakpastian hidup membuat umat Allah merasa terputus dari kasih-Nya yang agung. Namun, Rasul Paulus dengan tegas menyatakan keyakinannya bahwa, “baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, ataupun kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” Roma 8:38-39 (TB).  Seperti pohon yang akarnya merambat ke tepi sungai untuk mendapatkan sumber kehidupan, umat Allah pun harus mengarahkan hati dan iman kepada Tuhan. Kasih-Nya yang merupakan sumber kekuatan yang tak tergoyahkan, akan menopang kita dalam setiap musim kehidupan. Apakah kita segera berpaling kepada Tuhan atau justru menjauh dari-Nya saat menghadapi kesulitan? Tuhan rindu agar kita tetap berakar di dalam kasih-Nya. Seperti pohon yang akan tetap hidup karena akar pohon itu mendapatkan air yang cukup dari sungai, demikian pula kita akan tetap bertumbuh dalam iman jika kita terus melekat kepada Kristus.  Kasih Tuhan lebih kuat daripada segala sesuatu yang bisa terjadi dalam hidup kita. Tidak ada penderitaan, dosa, atau tantangan yang bisa memisahkan kita dari kasih-Nya. Ketika kita memilih untuk tetap percaya dan melekat kepada-Nya, kita akan mengalami kedamaian dan kekuatan yang melampaui pengertian manusia.   Pohon yang berakar dalam di tepi sungai tidak takut kekeringan, demikian pula orang yang berakar dalam kasih Tuhan tidak akan goyah oleh badai kehidupan. (sTy)

RAMBATKAN AKARMU DI TEPI SUNGAI ANUGERAH-NYA

Pada usia 17 tahun Joni Eareckson Tada mengalami kecelakaan saat  ia  menyelam di Teluk Chesapeake, Maryland, Amerika Serikat pada tahun 1967. Ia salah memperkirakan kedalaman air dan menyelam di tempat yang terlalu dangkal, sehingga kepalanya membentur dasar laut sehingga menyebabkan cedera tulang belakang yang mengakibatkan kelumpuhan total dari leher ke bawah. Gadis itu merasa hidupnya telah berakhir.  Ia yang dulu aktif dan penuh mimpi, pada akhirnya harus bergantung sepenuhnya pada orang lain. Dalam keputusasaannya Joni sempat bertanya, “Mengapa, Tuhan?” Namun dalam perjalanan imannya, Joni menemukan bahwa anugerah Tuhanlah yang menopangnya. Alih-alih menyerah, ia justru belajar melukis dengan mulut, menulis buku, dan menjadi suara bagi para penyandang disabilitas. Ia berkata, “God sometimes allows what He hates to accomplish what He loves.” (Tuhan terkadang mengizinkan apa yang Dia benci untuk mencapai apa yang Dia kasihi.) Kisah Joni mengingatkan kita bahwa dalam kelemahan, kita bisa menemukan kekuatan sejati. Rasul Paulus juga mengalami “duri dalam daging”, suatu penderitaan yang tidak diangkat oleh Tuhan meskipun ia sudah berkali-kali berdoa. Namun, ia justru mendapatkan Tuhan berkata, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.”  Maka Rasul Paulus melanjutkan, ”Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.” (2 Korintus 12:9, TB).  Ketika kita menghadapi penderitaan, keterbatasan, atau situasi yang tampaknya menghancurkan hidup kita, ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan. Akar iman kita harus terus menjulur ke sumber kehidupan, yaitu anugerah-Nya. Sama seperti pohon yang merambatkan akarnya ke tepi sungai untuk mendapatkan air, kita perlu terus bersandar pada Tuhan, karena hanya dari-Nya kita mendapatkan kekuatan untuk bertahan dan berbuah dalam segala keadaan.  Kelemahan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan kesempatan bagi Tuhan untuk menyatakan kuasa-Nya. Jika kita bersandar kepada-Nya, kita akan menemukan bahwa kasih karunia-Nya cukup bagi kita setiap hari.  Ingatlah sebuah kalimat bijak yang mengatakan,”Wit kang ora ngoyot ing banyu bakal garing. Semono uga  wong kang nyedhak marang Gusti bakal nemu banyu kauripan kang tanpa kendhat.”.  (Pohon yang tidak berakar di air akan mengering. Demikian juga orang yang mendekatkan diri kepada Tuhan akan menemukan air kehidupan yang tiada habisnya). (sTy)

TUHAN MERENGKUH DENGAN KEDAMAIAN

Mitsuo Fuchida, seorang kapten dalam Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang memimpin serangan udara pertama pada Pearl Harbor pada 7 Desember 1941. Setelah perang berakhir, Fuchida mengalami pergumulan batin yang mendalam, merasa hampa dan mencari makna hidup. Suatu hari ia membaca kesaksian seorang mantan tawanan perang Amerika yang menunjukkan kasih kepada musuhnya karena iman kepada Kristus. Kisah ini menyentuh hatinya dan membawanya kepada Tuhan. Dari lembah kesulitan dan kebingungan, Fuchida menemukan kedamaian sejati dalam Kristus dan akhirnya menjadi penginjil yang membawa banyak orang kepada Tuhan.  Dalam hidup ini kita sering merasa seperti Fuchida yang terjebak dalam pergumulan yang berat, beban masa lalu atau masa depan yang tidak pasti.  Rasul Paulus menuliskan,”Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” dalam Filipi 4:7 (TB).  Damai sejahtera dalam ayat ini bukanlah sekadar perasaan tenang saat keadaan baik melainkan ketenangan yang tetap ada meskipun dunia runtuh.  Tuhan tidak menjanjikan hidup tanpa kesulitan, tetapi Dia berjanji menyertai setiap Langkah kita. Saat kita merasa terpuruk, Tuhan merengkuh, mengangkat kita dari lembah penderitaan, dan memberi kedamaian yang tidak tergantung pada situasi. Apakah hari ini kita sedang merasa lemah atau kehilangan harapan? Percayalah bahwa Tuhan tidak hanya melihat kita dari kejauhan.  Dia menggenggam tangan kita dan memberikan damai di tengah badai hidup.  Damai sejahtera Allah bukan berarti tanpa masalah melainkan ketenangan hati di tengah badai. Tuhan tidak selalu mengubah keadaan kita seketika, tetapi Dia bisa mengubah hati kita agar tetap tenang dan percaya.  Ingatlah bahwa kedamaian sejati bukan berarti tak ada badai  tetapi hati yang tetap tenang karena mengerti Tuhan yang mengendalikan segalanya.  (sTy)

DARI LEMBAH KU DIRENGKUH-NYA

Seorang psikolog yang selamat dari kamp konsentrasi Nazi bernama Viktor Frankl, berdiri di hadapan sekelompok orang muda dan menceritakan kepada mereka tentang pengalaman pahit yang dialaminya : kehilangan orang-orang yang paling ia cintai dan penderitaan yang begitu mendalam. Namun dalam kegelapan itu, ia menemukan makna hidup yang lebih besar. Dr. Frankl berkata, “Seseorang dapat mengambil segala sesuatu dari kita kecuali satu hal: kebebasan kita untuk memilih bagaimana kita merespons situasi kita.” Sama seperti Dr. Frankl yang melalui lembah kekelaman, kita semua mungkin melalui masa-masa kelam dalam hidup kita. Namun, firman Tuhan dalam Mazmur 23:4 yang berkata,” “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.” Mazmur 23:4 (TB)   mengingatkan kita bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya Ketika kita merasa takut atau terpuruk, kehadiran-Nya merupakan jaminan bahwa kita tidak sendirian. Tuhan yang mengasihi kita akan selalu memberikan penghiburan dan kekuatan.   Saat berada di lembah yang gelap, kita sering merasa terisolasi dan terputus dari harapan. Namun, saat kita belajar untuk mengenali kehadiran Tuhan di setiap langkah perjalanan kita maka kita menyadari bahwa Dialah  Sang Sumber Penghiburan. Tidak ada lembah yang terlalu dalam bagi Tuhan untuk menjangkau anak-anak-Nya. Percayalah kita bisa memegang janji-Nya yang mengatakan bahwa Ia akan menyertai kita dan memberikan penghiburan dalam segala situasi. Setiap tantangan yang kita hadapi, seberat apapun itu, ini kesempatan untuk lebih mengenal kasih dan kesetiaan Tuhan dalam hidup kita.  Ingatlah:  di dalam lembah kekelaman, kita dapat menemukan cahaya Tuhan yang menerangi jalan kita. (sTy)

MENANG ATAS KETAKUTAN

Audie Murphy, seorang prajurit yang terkenal karena keberaniannya luar biasa selama Perang Dunia kedua. Ia merupakan salah satu tentara paling dihormati dalam sejarah militer Amerika Serikat. Dalam pertempuran yang sangat berbahaya di Perancis, Audie memimpin serangan balik meskipun dalam kondisi terluka parah. Ketika pasukan musuh menyerbu dan menghancurkan sebagian besar barisan, Audie tidak mundur. Dengan senapan mesin, ia tetap bertahan di posisi terbuka dan mengalahkan musuh yang jauh lebih banyak jumlahnya. Meskipun terluka, Audie masih bisa terus menembakkan pelurunya sehingga mampu menahan serangan musuh supaya pasukannya bisa bergerak maju. Keberanian luar biasa Audie Murphy dalam situasi yang hampir putus asa itu membuatnya dianugerahi Medal of Honor,  sebuah penghargaan militer tertinggi di Amerika Serikat. Selain itu, ia juga menerima berbagai penghargaan lainnya, seperti Distinguished Service Cross, Silver Star, dan Bronze Star.  Penghargaan-penghargaan ini bukan hanya mengakui keberaniannya, tetapi juga pengorbanan dan keteguhannya dalam menghadapi ketakutan demi keselamatan rekan-rekannya.  Namun, di balik keberaniannya yang luar biasa, Audie mengakui bahwa ketakutan selalu ada. Ia melakukan itu bukan karena tidak ada rasa takut, tetapi ia belajar untuk menghadapi perasaan takut itu.  Roma 8:37 mengingatkan kita bahwa “dalam segala hal ini kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.” Roma 8:37 (TB).  Kemenangan itu bukan dari kekuatan kita namun karena penyertaan Tuhan. Ada Tuhan yang besar dibalik diri kita yang kecil dan lemah ini. Kemenangan sejati itu bukan karena tidak ada rasa takut,  tetapi karena kita diberi kemampuan untuk tetap bertindak dan maju melampaui segala ketakutan yang ada dalam menghadapi setiap tantangan hidup kita.  Kisah Audie Murphy merupakan sebuah kisah nyata yang memberi inspirasi bagi kita bahwa ketakutan bukanlah sesuatu yang perlu kita hindari, justru harus kita hadapi dengan iman dan keberanian dari Tuhan. Ketakutan sering muncul dalam setiap aspek kehidupan, tetapi kemenangan didapat dari kemampuan untuk tetap berdiri dan berjuang meskipun ada ketakutan saat menghadapinya, bukan pergi menghindarinya.  Kita pun bisa mengandalkan kekuatan Tuhan untuk melewati setiap ketakutan yang menghalangi kita.  Ingatlah bahwa keberanian sejati bukan karena ketiadaan rasa takut, tetapi kemampuan untuk terus maju melampaui  ketakutan itu, karena Tuhan pemenang sejati menyertai kita. (sTy)

BERJALAN DI ATAS KETAKUTAN

Derrick Redmond, seorang pelari 400 meter dari Inggris yang berkompetisi di Olimpiade Barcelona 1992. Saat berlomba, ia tiba-tiba terjatuh dan merasakan rasa sakit yang luar biasa di kakinya. Meskipun terjatuh dan terluka parah, Derrick  memutuskan untuk tetap melanjutkan lomba, meski berlari dengan sangat lambat dan penuh kesakitan. Saat itu ayah Derrick yang berada di tribun penonton, melompat dari tempat duduknya dan berlari ke arena untuk memapah anaknya. Dengan bantuan ayahnya, Derrick akhirnya berhasil melintasi garis finis meskipun tidak memenangkan perlombaan. Keberanian dan keteguhan hati yang ditunjukkan Derrick menjadi kemenangan yang jauh lebih besar dari sekadar medali. Kisah Derrick Redmond mengingatkan kita bahwa ketakutan atau rasa sakit bukanlah akhir dari perjalanan. Seperti ayah Derrick yang menopang anaknya saat terjatuh demikianlah Tuhan akan datang memapah kita, saat kita merasa lemah dan terjatuh dalam menjalani hidup ini.  Ketika  murid-murid Tuhan Yesus  ketakutan saat melihat-Nya berjalan di atas air, Yesus  berkata: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” (Matius 14:27). Tuhan Yesus hadir mengingatkan kita bahwa tidak ada alasan untuk takut jika kita  berjalan bersama-Nya.  Sama seperti Derrick yang terus berlari meskipun terluka, kita-pun diajak untuk tetap berjalan meskipun ketakutan dan tantangan hidup menghampiri kita. Tuhan tidak akan membiarkan kita berjalan sendirian, dan Dia akan memberi kita kekuatan untuk terus melangkah dengan percaya diri, bahkan di tengah kesulitan dan ketakutan.  Dalam perjalanan hidup, sering kali kita dihadapkan pada ketakutan yang membuat kita merasa tidak mampu melangkah lebih jauh. Namun, ketakutan bisa menjadi titik balik yang membawa kita pada kekuatan yang tak terduga.  Ketika kita merasakan ketakutan, kita harus ingat bahwa Tuhan bersama kita. Dia memberi kita keberanian untuk tetap melangkah, bahkan saat langkah terasa berat dan penuh rasa sakit. Ketakutan tidak pernah menjadi alasan untuk berhenti, tetapi untuk lebih mengandalkan Tuhan yang setia menyertai kita.  Ingatlah bahwa keberanian bukan berarti tidak ada ketakutan, melainkan sikap hati untuk terus berjalan meski di bawah bayang-bayang rasa takut. (sTy)