Sebab TUHAN BAIK

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat dan tetap setia memerhatikan jam-jam ibadah kita, terutama di hari Minggu. Sahabat, melalui ibadah, kita menundukkan diri untuk mengungkapkan rasa takzim dan takjub  kita kepada Tuhan.  Ini merupakan wujud respons kita kepada Tuhan sebagai Pencipta, Penebus  dan juga Gembala kita.  Wujud pernyataan kasih kita kepada Tuhan, karena Dia lebih dulu mengasihi kita, rela turun ke dunia untuk menebus dan menyelamatkan kita.  Selayaknya kita sebagai umat ciptaan-Nya menyembah Dia, menyatakan syukur karena kasih dan kebaikan-Nya.Ada banyak hal sebenarnya yang bisa mendatangkan sukacita bagi kita. Salah satunya adalah dengan menyadari betapa baiknya Tuhan itu. Dalam kitab Yesaya kita bisa menemukan hubungan yang indah antara menyadari kebaikan Tuhan dengan datangnya perasaan sukacita (Yesaya 63:7). Sahabat, ketika pertolongan Tuhan hadir, kadang  kita dengan cepat melupakan kebaikan-Nya. Atau ketika keadaan baik-baik saja, kita pun terlena dan tidak bersyukur. Ada pula orang yang masih saja menggerutu meski keadaannya tidaklah begitu parah. Apakah dengan hadirnya masalah atau sakit penyakit, itu artinya Tuhan tidak baik? Tentu saja tidak. Ada banyak alasan mengapa kita harus tetap melalui lembaran-lembaran sulit dalam perjalanan hidup kita. Bisa jadi Tuhan sedang melatih otot rohani kita, bisa jadi itu untuk memberi pelajaran bagi kita, bisa jadi pula akibat dosa kita sendiri. Ketika Yesus datang ke bumi, Ia langsung turun tangan menyelamatkan umat manusia, menebus kita dalam kasih dan belas kasih-Nya yang begitu besar. Untuk itu saja kita sudah sangat pantas mengucap syukur dengan tiada henti. Di zaman Salomo kita bisa menemukan sebuah lagu pujian yang dipersembahkan kepada Tuhan dengan megahnya lewat ensambel besar, “Demikian pula para penyanyi orang Lewi semuanya hadir, yakni Asaf, Heman, Yedutun, beserta anak-anak dan saudara-saudaranya. Mereka berdiri di sebelah timur mezbah, berpakaian lenan halus dan dengan ceracap, gambus dan kecapinya, bersama-sama seratus dua puluh imam peniup nafiri. Lalu para peniup nafiri dan para penyanyi itu serentak memperdengarkan paduan suaranya untuk menyanyikan puji-pujian dan syukur kepada TUHAN. Mereka menyaringkan suara dengan nafiri, ceracap dan alat-alat musik sambil memuji TUHAN dengan ucapan: ‘Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.’ Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah TUHAN, dipenuhi awan.” (2 Tawarikh 5:12-13). Lihatlah lagu pujian yang menyatakan kebaikan Tuhan itu mampu membuat kemuliaan-Nya turun dari langit. Kebaikan Allah haruslah selalu kita ingat, dari sana kita bisa beroleh sumber sukacita yang hebat dari Tuhan sendiri. Sahabat, perhatikanlah himbauan  Pemazmur berikut,  “Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!” (Mazmur 100:2). Mengapa himbauan tersebut dinyatakan Pemazmur? Alasannya sederhana, “Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.” (Mazmur 100:5). Ingatlah! Sahabat, Pemazmur menyadari betul bahwa Tuhan itu baik. Kasih setia-Nya berlaku untuk selama-lamanya dan turun temurun. Kebaikan dan kemurahan Tuhan itu berlaku tidak hanya sesaat tapi sepanjang masa. Maka Daud bersaksi, “Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku; dan aku akan diam dalam rumah TUHAN sepanjang masa.” (Mazmur 23:6). Selamat ulang tahun ke-49 Yayasan Christopherus. Jagalah Api-Nya agar tetap menyala di hati dan hidup kita. (pg)

AYUB sendiri MEMANDANG ALLAH

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat penuh sukacita. Semoga kita dengan penuh sukacita berani  menceritakan pengalaman hidup kita bersama dengan Tuhan. Sahabat, membaca renungan  yang dihidupi selama bertahun-tahun, dampaknya  tentu akan berbeda dengan renungan yang hanya ditulis berdasarkan kemampuan penulis dalam menguasai ilmu tafsir tanpa disertai pengalaman pribadi. Pengalaman pribadi dapat menghidupkan isi renungan karena seseorang berbagi dengan segenap hatinya. Tragedi yang dialami oleh Ayub, seandainya Ayub berkesempatan menceritakan langsung kisah hidupnya hingga ia sendiri memandang Allah, pastilah akan sangat punya kekuatan yang dahsyat, bahkan sanggup dipakai Allah untuk mengubahkan hati dan hidup para pendengarnya. Mengapa? Karena Ayub menghidupi pesannya, tak hanya piawai berbicara! Selanjutnya kita akan menggali berkat dari Ayub 42:1-6 di bawah judul: “Ayub mencabut perkataannya dan menyesalkan diri.” Yang menarik, saat asyik beradu argumentasi tentang kondisi Ayub, justru kata terakhir Tuhan  kurang dipedulikan oleh mereka. Mereka hanya berkutat pada kondisi Ayub yang ditafsir sebagai keberdosaan Ayub. Akhirnya, Tuhan mengintervensi perdebatan mereka dan Ia memberikan kata akhir, bukan untuk istri dan para sahabat Ayub, tetapi justru untuk Ayub sendiri. Sahabat, yang terjadi, sikap takjub dan takzim Ayub tidak hanya diungkapkan dengan menutup mulut (Ayub 39:37) dan bungkam seribu bahasa, tetapi juga Ayub membuat pengakuan iman, “…  Engkau (Tuhan) sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencana-Mu yang gagal” (ayat 2). Berlandaskan pengakuan tersebut, meskipun Ayub belum melihat nasibnya di kemudian hari, ia sudah bisa bangkit (move on) dari keterpurukan. Ayub tidak lagi memusatkan perhatiannya pada dirinya sendiri dengan segala situasi dan kondisinya, bahkan yang paling buruk sekali pun. Seperti warna putih akan terasa lebih menonjol saat disandingkan dengan warna hitam pekat, begitulah kira-kira pengalaman Ayub. Dengan nada yang agak berlebihan tetapi jujur, Ayub mengatakan, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau” (ayat 5). Tindak lanjut pertama yang diambil oleh Ayub adalah menyesali sikapnya dan ia mencabut perkataan yang telah dilontarkannya kepada Tuhan (ayat 6). Ingatlah! Sahabat, Ayub adalah seorang yang berhasil.  Sebagai orang yang berhasil bukan berarti Ayub tidak pernah gagal dalam hidupnya.  Ayub pun harus mengalami kegagalan demi kegagalan, penderitaan dan keterpurukan, bahkan sempat mencapai titik nadir.  Namun Ayub tidak pernah menyerah dan putus asa di tengah jalan.  Ia tetap bangkit dan mengarahkan pandangannya kepada Tuhan.  Ayub tetap bersyukur kepada Tuhan.  Di tengah keterpurukannya Ayub masih dapat berkata,  “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!”  (Ayub 1:21) dan “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk? Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.”  (Ayub 2:10-b). Tuhan memberkati Sahabat dengan keluarga. (pg)

Bak POHON yang DITANAM di tepi aliran AIR

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat dan penuh syukur. Kita hidup karena percaya bukan hanya karena melihat. Sahabat, kehidupan kita seringkali berada dalam ketegangan tarik-ulur antara apa yang ada di hadapan mata dan apa yang masih harus diperjuangkan, antara apa yang terlihat dan apa yang diimani, antara kenyamanan dan kewajiban. Hidup mengandalkan Tuhan adalah kunci keberhasilan. Pernyataan tersebut benar. Namun, apakah pengertian mengandalkan Tuhan itu? Bagaimana wujudnya? Apakah berarti kita cukup berdoa saja?  Untuk mendapatkan pemahaman tentang hidup mengandalkan Tuhan, kita akan belajar dari  Yeremia 17:1-18 di bawah judul: “Pergumulan nabi oleh karena bangsa yang berdosa.” Dalam ayat 5 dikatakan, “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!”  Ada akibat yang sangat mengerikan jika seseorang lebih mengandalkan manusia dan kekuatannya sendiri, bukan hanya tidak mendatangkan berkat, melainkan akan mendatangkan kutuk. Sahabat, Tuhan memberi vonis berat kepada Yehuda,  karena mereka mencari apa yang di depan mata dan kenyamanan. Tuhan menginginkan mereka hidup bagi-Nya  dan membuat pilihan-pilihan dengan mengandalkan Tuhan.  Karena umat Yehuda mengandalkan diri sendiri untuk mendapatkan kekayaan dan kenikmatan hidup, semua itu jadi dirampas orang lain, bahkan umat akan mengalami kejatuhan besar dari kehidupan makmur, hingga menjadi budak di tanah asing. Sangat menarik, Yeremia mengontraskan kehidupan umat Yehuda yang mengandalkan diri dan kenikmatan sesaat dengan kehidupan orang-orang yang mengandalkan Tuhan, bagaikan padang gurun dan semak bulus yang senantiasa dalam kekeringan (ayat 5-6) dengan pohon yang ditanam di tepi aliran air (ayat 7-8). Walaupun pohon yang ditanam di tepi aliran air bisa jadi akan mengalami masa-masa berat dalam kehidupan, tetapi ia mendapatkan kekuatannya dari Tuhan yang selalu memasok akarnya dengan air kehidupan. Keadaan hidup boleh penuh masalah, tetapi daunnya tetap hijau dan ia tetap menghasilkan buah. Sahabat, Yeremia mengakui bahwa kehidupannya sebagai orang beriman memang sangat berat (ayat 14-15). Cemooh dan pencobaan datang silih berganti, tetapi orang beriman harus menggunakan kacamata yang berbeda dalam memandang hidup. Prioritas hidup kita harus berbeda. Kita percaya pada Tuhan yang menyelidiki hati, menguji batin, dan menilik setiap detail kehidupan kita (ayat 10); Ia akan melindungi kita pada hari malapetaka (ayat 17) dan menjaga kita hingga akhir (ayat 18), selayaknya seorang gembala menjaga domba dombanya (bdk. Yohanes 10:14-15). Pada-Nya kita temukan kenyamanan dan keamanan sejati dalam hidup. Ingatlah! Sahabat, mengandalkan Tuhan dengan benar berarti menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan, satu-satunya yang kita inginkan. Tanpa Tuhan, kita tidak berdaya. Bersama Tuhan, kita merasa cukup. Segala tindakan kita bersumber dan ditujukan pada Tuhan. Merasa bahagia saat melakukan segala sesuatu bagi Tuhan. Melakukan tugas dengan baik dan benar serta penuh tanggung jawab, baik tugas di rumah tangga, di tempat kerja, di gereja, maupun di tengah masyarakat. Ya, mengandalkan Tuhan berarti menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya sumber sukacita dan motivasi hidup kita. Tuhan memberkati Sahabat dan keluarga. (pg)

CERITAKAN KEBAIKAN TUHAN

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat penuh syukur karena kita mempunyai Tuhan sebagai tempat perlindungan yang benar-benar aman. Sahabat, sesungguhnya di dunia ini tidak ada satu pun tempat yang dapat kita pakai sebagai  tempat berlindung yang aman.  Tidak ada seorang pun yang dapat menjamin kita aman dan terlindungi, karena semua ada batasnya.  Berbicara mengenai tempat perlindungan yang aman, saya ajak Sahabat untuk menggali berkat dari Mazmur 118:1-29 di bawah judul: “Nyanyian puji-pujian.” Sahabat, mengenai tempat berlindung, pemazmur menasihati,  “Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada manusia. Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada para bangsawan.”  (ayat 8-9).  Mazmur 118  merupakan Mazmur Ibadah syukur. Ibadah yang dirayakan dengan meriah dan kemungkinan ini dilakukan pada hari-hari raya besar bagi umat Israel, salah satunya ibadah hari raya Pondok Daun. Ibadah syukur ini dibuka dengan pengakuan bahwa Tuhan itu baik dan kasih setia-Nya sampai selama-lamanya (ayat 1-4). Pengakuan tersebut mengundang umat untuk bersama-sama bersyukur kepada Tuhan (ayat 24-29). Selanjutnya, pemazmur menjelaskan alasan mengapa dirinya menaikkan doa syukur kepada Allah. Dalam hidupnya, ia mengalami banyak pertolongan Tuhan (ayat 5-9); ia melihat langsung bagaimana tangan Tuhan yang perkasa menopang hidupnya dari gempuran para lawannya (ayat 10-16). Meskipun didikan Tuhan itu keras, di balik semuanya itu terdapat kasih setia Tuhan yang menyelamatkan (ayat 18). Oleh karena itu pemazmur bertekad untuk menceritakan segala perbuatan Allah Israel yang hidup kepada semua orang (ayat 17, 19-23). Sahabat, ungkapan, kesaksian, dan pernyataan pemazmur mengenai kebesaran, kemahakuasaan, dan kemurahan Allah dapat dijadikan panduan hidup bagi kita dalam menjalani ibadah, baik secara pribadi maupun bersama-sama. Dalam ibadah pribadi, kita diingatkan betapa pentingnya mengingat segala perbuatan Tuhan yang dahsyat dalam hidup kita masing-masing. Ingatan akan kebaikan Allah menjadi landasan yang kuat bagi kita untuk selalu bersyukur kepada-Nya. Sesungguhnya, hati yang penuh  syukur dapat menyegarkan jiwa dan menjadi kekuatan kita di saat kesesakan sedang menghimpit. Penghiburan Allah itu akan memberi pencerahan dan kekuatan, sehingga kita dapat terus mengayunkan langkah menjalani hidup ini dengan kekuatan iman. Meniti hari-hari dengan lebih ringan dan nyaman.  Itu sebabnya, hati yang penuh syukur bagaikan wewangian yang semerbak, yang bisa dicium dan dihirup oleh banyak orang. Ingatlah! Sahabat,  yang perlu diingat adalah dalam menyampaikan cerita tersebut jangan sampai kita terjatuh pada pemuliaan diri sendiri. Tujuan dari kesaksian adalah memuji dan memuliakan Tuhan. Karena itu, marilah Kita berdoa agar kita senantiasa bisa menceritakan segala perbuatan Tuhan yang dahsyat kepada semua orang agar mereka juga dapat merasakan kebaikan Tuhan dalam hidupnya. Tuhan memberkati kesaksian Sahabat dan keluarga. Teruslah bersaksi sampai Tuhan Yesus datang yang kedua kali. (pg).

Mengakui KEDAULATAN ALLAH

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat dan penuh syukur karena kita mempunyai Tuhan yang Mahakuasa tapi sangat peduli dengan kita. Sahabat, manusia seringkali berpikir bahwa hidupnya adalah miliknya sendiri. Hidupnya ada di tangannya sendiri. Segala sesuatu dapat direncanakan, diatur, dan ditentukan sendiri, sehingga dengan demikian mereka merasa bebas untuk melakukan dan memutuskan segala sesuatu di dalam hidupnya. Dalam kesombongannya, manusia berpikir bahwa dirinya cukup berkuasa tanpa kehadiran dan campur tangan Allah. Namun Alkitab mengajar kita bahwa kedaulatan Allah mengalahkan segala kuasa yang ada di bumi ini. Sahabat, seringkali kita membatasi kehendak dan kuasa Tuhan sebatas logika kita. Untuk itu mari kita mendalami satu perikop dari Yesaya 45:1-8 di bawah judul: “TUHAN memakai Koresh sebagai alat-Nya.” Sesungguhnya, apa yang bagi kita tidak masuk akal, Allah sanggup melakukannya. Jika kita menggali bacaan kita saat ini, maka kita akan menemukan bahwa Tuhan bisa menggunakan siapa saja walaupun itu orang yang tidak seiman, bahkan mungkin musuh kita untuk menjadi alat di tangan-Nya. Sahabat, sangat mengejutkan! Tidak masuk di akal. Koresh, raja dari bangsa penyembah berhala, yang tidak mengenal Allah Israel dipakai Tuhan untuk menyelamatkan umat-Nya (ayat 4). Tuhan sendiri yang memanggil, mengurapi, dan memimpin Koresh untuk menaklukkan raja-raja dunia (ayat 1). Tuhan sendiri yang memastikan keberhasilan Koresh (ayat 2-3 dan 5). Padahal pengurapan dalam Perjanjian Lama ialah penugasan Tuhan kepada orang pilihan-Nya dari umat-Nya untuk jabatan tertentu! Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan berdaulat dan berkuasa untuk memakai siapa saja. Sepasti kekuasaan-Nya atas terang dan gelap, atas kemujuran dan malapetaka dan atas seluruh alam semesta ini (ayat 7-8), sedemikian pula kekuasaan-Nya atas Koresh. Allah melalui Yesaya memberitahu umat Israel, dan bangsa-bangsa bahwa Koresh adalah alat di tangan-Nya, yang dipakai untuk kebesaran dan kemuliaan-Nya (ayat 6). Sahabat, lalu untuk apa Koresh dipanggil dan diurapi? Allah membangkitkan Koresh dengan suatu tujuan, yaitu untuk membebaskan bangsa Israel (ayat 4). Allah memakai raja bangsa Persia ini untuk menggantikan raja-raja adikuasa Babel. Yeremia menubuatkan kehancuran Babel (Yeremia 25:12-14). Koreshlah yang nantinya menjadi “juruselamat” bagi bangsa Yahudi. Hal ini terlihat dari tindakan Koresh di kemudian hari. Ia memberikan kebebasan bagi bangsa Israel untuk pulang ke negerinya serta mengizinkan pembangunan kembali tembok Yerusalem dan Bait Suci (Yesaya 44:28; 2 Tawarikh 36:22-23; Ezra 1:1-4). Yeremia telah menubuatkan pemulihan umat Israel ini (Yeremia 29:10-14) dan Daniel telah mendoakannya sebagai antisipasi ketika saat pembebasan yang dijanjikan itu telah tiba (Daniel 9:1-19). Ingatlah! Sahabat, orang yang dapat menempatkan dirinya sebagaimana seharusnya akan mengalami kebaikan dan berkat, tetapi orang yang tidak dapat menempatkan diri sebagaimana seharusnya akan selalu menderita dan tidak pernah merasa diberkati. Ketika kita menempatkan diri kita pada posisi yang seharusnya di hadapan TUHAN, kita akan menjadi orang-orang yang bersyukur kepada-Nya. Menempatkan diri secara benar di hadapan TUHAN berarti bahwa kita menerima kedaulatan-Nya dan percaya akan kasih-Nya kepada kita. Tuhan memberkati Sahabat dan keluarga. (pg)