MENYATU DENGAN HATI BAPA DALAM SYAFAAT : BUKAN DUA TUAN

  Seorang penginjil terkenal bernama Charles Finney,  dikenal sebagai tokoh utama Kebangunan Rohani Kedua di Amerika. Sebelum menyerahkan hidupnya bagi Injil, ia berprofesi sebagai pengacara yang disegani. Perjalanan pertobatannya terbilang radikal, karena saat ia mengenal Yesus makai a rela meninggalkan praktik hukum dan sepenuhnya mengabdikan diri untuk pemberitaan Firman. Dalam kebangunan rohani yang dipimpinnya, ribuan orang bertobat dan akibatnya banyak sekolah berdiri dan jemaat baru lahir. Hidupnya bukan sekadar kata-kata melainkan bukti kesetiaan tunggal kepada Kristus saat ia berani meninggalkan kursi pengacara yang menjanjikan kemuliaan dunia untuk mengenakan panggilan hamba Tuhan. Finney telah memutuskan untuk memilih dalam hidup dan merupakan cermin kesetiaan yang menuntunnya bukan kepada “mamon” jabatan namun kembali kepada Firman Tuhan. Yesus menegaskan dalam Lukas 16:13, “Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mencintai yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”   Bahwa ketidakmungkinan membagi hati antara Allah dan mamon itu adalah fakta dalam hidup manusia. Makna mengabdi dalam Lukas 16:13 berarti “mengabdi sebagai hamba” yang menggambarkan penyerahan total tanpa ruang tawar. Hati manusia tidak pernah diciptakan untuk hidup dengan dua kesetiaan, sebab setengah hati hanya melahirkan pengkhianatan. Doa syafaat tumbuh dari hati yang tertambat mutlak kepada Allah, bukan pada keuntungan pribadi atau kuasa dunia. Ketika doa kita naikkan, akan menjadi pengakuan siapa yang berkuasa atas hidup kita, dan menjadi tanda bahwa seluruh arah hidup kita dipersembahkan hanya bagi-Nya.. Seperti Charles Finney yang menyerahkan hidup dengan radikal dan tanpa kompromi, demikian pula doa syafaat menuntut kesetiaan tunggal kepada Allah yang mendengar dan menjawab.sesuai kedaulatan-Nya yang sempurna.  Mendoakan dengan mantap dan percaya, tanpa keraguan adalah hal yang mutlak untuk dapat bembuat doa berfungsi sebagaimana mestinya.  Seringkali keraguan menggoyahkan iman saat berdoa, namun ketekunan dan kepercayaan menjadi energi yang harus dimiliki agar mata tetap hanya memandang Kristus dan kaki hanya berpijak pada janji kasih setiaNya.  Mari berdoa dengan yakin dan percaya karena Tuhan selalu memberi yang terbaik bagi mereka yang kita doakan.  Kesetiaan ganda merupakan jalan singkat menuju pengkhianatan, sebab hati didesain hanya untuk Tuhan saja dan bukan untuk dua tuan. (sTy)

MENYATU DENGAN HATI BAPA DALAM SYAFAAT : RAHASIA MENJADI BESAR

  Daniel Nash dikenal sebagai rekan doa Charles Finney dalam kebangunan rohani abad ke-19 di Amerika. Nash jarang tampil di mimbar namun selalu hadir berhari-hari lebih awal di kota yang akan dilayani dengan berdoa sungguh-sungguh untuk jiwa-jiwa. Catatan sejarah menunjukkan bahwa setiap kali Nash berlutut dalam doa syafaat, atmosfer rohani berubah dan pertobatan massal terjadi. Meski ia sudah meninggal pada tahun 1831, namun jejak kesetiaannya dalam doa  yang tersembunyi itu telah tercatat sebagai rahasia di balik banyak kebangunan rohani  yang besar. Dalam Lukas 16:10, Tuhan Yesus mengatakan, “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.”  dan itu menyingkapkan bahwa ukuran yang sejati bukan pada besar atau kecilnya perkara, melainkan lebih kepada kesetiaan. Kata “setia” dalam bahasa aslinya berarti dapat dipercaya, teguh, dan konsisten. Perkara kecil merupakan soal ujian tersembunyi yang menyingkap kualitas batin seseorang. Jika kita tidak jujur dan teguh dalam hal kecil, perkara besar hanya akan menyingkapkan kelemahan kita namun sebaliknya, jika kita setia dalam hal yang kecil maka perkara besar akan menyingkapkan sebuah kemuliaan. Ayat ini menegaskan bahwa kesetiaan kecil merupakan fondasi bagi perkara besar di hadapan Allah, dan menjadi cermin kemelekatan hati kita kepada Bapa. Seperti Daniel Nash, jejak tersembunyinya menyingkapkan bahwa doa syafaat yang tak disorot mata manusia justru membuka jalan bagi perkara-perkara besar; lewat kesetiaan dalam hal kecil, dan surga membalikkan keadaan dengan meninggikan yang kecil menjadi besar.  Perjuangan tak hanya melalui mimbar namun juga melalui doa, bahkan doa syafaat menjadi penopang utama dalam sebuah pelayanan.  Perlu sekali mereka yang berjuang melalui mimbar tidak jumawa karena mereka yang menopang itulah yang membuat mereka tegak.  Tidak banyak orang menyadari bahwa berdoa syafaat yang nampaknya ‘hanya’ berdoa namun sebenarnya justru menentukan kekuatan di peperangan rohani.  Mari belajar tidak minder menjadi pendoa dan tetap melakukannya dengan rendah hati dan setia.  Kesetiaan kecil yang tersembunyi merupakan jalan rahasia menuju perkara besar di hadapan Allah.(sTy).

MENYATU DENGAN HATI BAPA DALAM SYAFAAT : PERANTARA TUNGGAL

  John Knox yang hidup di abad 16 adalah pengkhotbah dan tokoh Reformasi dari Skotlandia.  Knox  menempatkan keberanian dan doa sebagai inti pelayanannya. Dalam masa penganiayaan terhadap umat Protestan, Knox membela mereka yang terhina dan terpinggirkan sehingga memimpin pendirian Gereja Presbiterian pada 1559.  Knox meneguhkan iman banyak orang melalui khotbah serta surat yang tersebar luas. Ia tidak hanya berbicara tentang kebenaran, tetapi menegakkan martabat mereka yang lemah, menunjukkan bahwa doa syafaat yang tulus mampu mengubah arah sejarah dan memberi kekuatan pada mereka yang paling rapuh. 1 Timotius 2:5 yang mengatakan,”Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi perantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus.”, menekankan bahwa Kristus adalah perantara tunggal antara Allah  dan manusia. Kata “perantara” yang dipakai memiliki arti bukan sekadar penghubung, tetapi menunjuk pada sosok yang menanggung, menegosiasi, dan memediasi dengan kesetiaan penuh. Kristus hadir di tengah jurang dosa dan keterhinaaan manusia, bukan sebagai pihak ketiga yang netral, melainkan yang tinggal dalam relasi dengan manusia dan Allah, menyalurkan kuasa penebusan, penghiburan, dan pembaruan. Kehadiran-Nya meneguhkan mereka yang rapuh, menembus keterasingan, dan menandai doa syafaat sebagai tindakan spiritual yang hidup dan efektif. John Knox menyalurkan doa bagi yang tertindas, tetapi Kristus merupakan Perantara Tunggal yang sejati; melalui-Nya kita ditantang hadir bagi yang hina, menyatukan hati manusia dengan hati Bapa.  Maka ketika kita berdoa syafaat, sesungguhnya kita menghadirkan Kristus yang mau menanggung dan melakukan mediasi antara mereka yang lemah dengan Bapa yang Maha Kuat.  Kristus inilah yang akan menjadi jalan untuk melepaskan segala kelemahan mereka yang tertindas.  Doa syafaat kita membuka jalan untuk yang terhilang memandang Sang Terang yang bergerak untuk merangkul dan mengangkat mereka.  Tidak heran saat kita mendoakan orang-orang yang belum percaya Kristus, daerah-daerah yang masih intoleran dan menolak kehadiran-Nya, maka selalu saja ad acara Tuhan untuk menyatakan diri kepada mereka.  Maka jangan putus mendoakan mereka yang saat ini masih belum mau membuka diri pada Kristus karena doa syafaat menjadi kunci dari manusia yang membuka hadirat Allah, membawa jiwa berdosa kembali ke hadapan-Nya. (sTy)

MENYATU DENGAN HATI BAPA DALAM SYAFAAT : MENEGAKKAN YANG HINA

  Ibu dari penginjil  John Wesley bernama Susanna Wesley adalah seorang yang dikenal sebagai sosok doa yang gigih dan menjadi teladan iman. Di tengah kesibukan mengurus rumah tangga dengan sepuluh orang anak dengan keterbatasan ekonomi, Susanna menyisihkan waktu pagi dan malam untuk doa pribadi. Doa yang tekun membuat Susanna punya energi untuk merawat, menjaga dan membimbing  hati anak-anaknya.  Melalui syafaatnya, Susanna memohon perubahan, perlindungan, dan pertumbuhan rohani kesepuluh anaknya. Kesetiaan dalam doa menghasilkan buah nyata diamana John Wesley dan beberapa anaknya bertumbuh dalam iman dan menjadi tokoh rohani yang beepengaruh sehingga ini membuktikan bahwa doa yang hidup mampu membentuk yang lemah menjadi kuat dan bertanggung jawab. Mazmur 113:7 mengatakan, “ Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur,”  dan ayat ini mengingatkan bahwa Tuhan melihat yang hina, yang terpuruk “lumpur” yang arti harfiahnya adalah  tumpukan kotoran hewan yang  menjijikan. Namun  tangan Tuhan yang berkuasa telah  berkenan mengangkat  dari kehinaan manusia, dibawa ke tempat mulia, sejajar dengan orang-orang yang memiliki status sosial tinggi dan dihormati. Dalam tindakan ini, Allah menyingkapkan rahasia keadilan dan kasih-Nya. Dia membalikkan dunia manusia, memulihkan martabat yang terpinggirkan, dan mengangkat kembali harga diri yang lemah pada posisi yang mulia. Ini menegaskan perhatian Allah yang dekat dengan mereka yang hina, sekaligus menunjukkan kekuasaan-Nya yang dahsyat untuk mengangkat mereka ke tempat mulia Seperti doa Susanna Wesley membangkitkan sebuah generasi rohani, demikian pula Mazmur 113:7 menyingkapkan Allah yang mengangkat yang hina dari debu, dan doa syafaat menjadi saluran kasih-Nya yang memulihkan sehingga generasi selanjutnya menjadi layak dan sejajar dengan mereka yang terhormat.  Melalui syafaat kita, mereka yang tertindas akan merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta Semesta yang mengangkat harkat dan martabat mereka sesuai dengan kemuliaan Dia.  Tetaplah berdoa untuk generasi muda keluarga, gereja dan bangsa karena dengan setia mendoakan mereka, sesungguhnya kita akan membuka kesempatan untuk Tuhan mengarahkan mereka dalam rencana-Nya.  Berdoa syafaat dengan setia merupakan tangan kasih Allah yang mengangkat si hina ke tempat mulia. (sTy).

MENYATU DENGAN HATI BAPA DALAM SYAFAAT :TAHTA YANG TERTINGGI

  Lou Engle seorang pemimpin doa syafaat asal Amerika telah dikenal luas melalui gerakan The Call yang dimulai pada tahun 2000. Ia mengumpulkan puluhan ribu generasi muda untuk berpuasa dan berdoa di stadion. Dengan gaya khasnya yang berdoa sambil bergoyang di depan mimbar, Lou Engle menyalakan semangat generasi baru agar berani berdiri di celah bagi bangsanya. Pelayanannya menekankan doa, puasa, dan pengabdian total kepada Kristus. Mazmur 113:5 yang mengatakan, “Siapakah seperti TUHAN, Allah kita, yang diam di tempat tinggi?”, menyingkapkan bahwa Allah yang “diam di tempat tinggi”  yang merupakan suatu tempat yang menegaskan keagungan dan otoritas Allah di atas segala takhta dunia. Allah tidak terbatas pada ruang, namun berdaulat penuh dan layak ditinggikan. Takhta-Nya merupakan pusat kekuasaan dan sumber segala keputusan ilahi. Allah mengundang kita untuk mendekat, menyatu dengan kehendak-Nya dan membawa dunia ke tahta-Nya  melalui doa syafaat.  Seperti Lou Engle yang menciptakan generasi untuk berdiri di hadapan Allah yang tinggi, demikian pula kita ditantang untuk mengarahkan hati pada takhta tertinggi, bukan sekadar kebutuhan diri.  Syafaat dilakukan bukan untuk memperjuangkan diri sendiri namun juga memperjuangkan orang lain dan dunia ini.  Dengan syafaat, kita membawa diri  ke tahta-Nya dan merasakan kuasa yang dimiliki-Nya sehingga memunculkan rasa hormat dan penyerahan.  Doa syafaat seperti tangga yang menghubungkan bumi yang sakit dengan takhta kemuliaan-Nya yang kekal sehingga bumi kembali dipulihkan. (sTy).

MENYATU DENGAN HATI BAPA DALAM SYAFAAT : SUARA YANG TERTINDAS

  Edward McKendree Bounds melayani sebagai  pendeta Methodis Amerika yang hidupnya ditandai oleh doa yang mendalam. Ia percaya doa lebih berkuasa daripada strategi manusia, sehingga setiap pelayanan dimulai dengan berjam-jam berlutut di hadapan Allah. Dari tangannya lahir 11 buku, sembilan di antaranya khusus tentang doa, yang kemudian menginspirasi banyak generasi. Bounds menekankan doa syafaat sebagai denyut sejati gereja. Warisannya bukan hanya tulisan, tetapi teladan hidup yang menegaskan bahwa doa merupakan sumber kekuatan pelayanan sejati. Amos 8:4 mengatakan, “Dengarlah ini, hai kamu yang menginjak-injak orang miskin dan yang membinasakan orang sengsara di negeri ini.” dan ayat ini bukanlah sekadar teguran sosial, melainkan cermin spiritual. Kata “dengarlah” dituliskan sebagai pernyataan yang membuka untuk menarik perhatian dan harus diprioritaskan, seolah Allah memanggil saksi surgawi untuk menyaksikan ketidakadilan yang sedang terjadi. Tindakan “menginjak-injak” menunjuk pada sikap hidup yang merendahkan martabat manusia hingga kehilangan wajah ilahi. Ayat ini menyingkapkan bahwa penindasan kepada sesame bukan sekedar dosa horizontal melainkan pemberontakan vertikal terhadap Sang Pencipta. Setiap pengabaian tangisan mereka yang tertindas dan terhisap akan mengguncang telinga Allah. Firman ini menantang hati untuk berdoa syafaat yang berani berdiri di sisi Allah di tengah jeritan yang dilupakan dunia dan tidak hanya diam membisu menyaksikan semua yang terjadi. E.M. Bounds melihat doa sebagai napas gereja, dan Amos 8:4 menegaskan bahwa gereja seharusnya membawa jeritan tertindas ke hadapan Allah yang adil dan tidak tinggal diam melihat kejahatan.  Keberanian untuk membawa kegelisahan atas ketidak adilan dalam doa syafaat hendaknya menjadi energi kita untuk memperjuangkan yang tertindas dan terhisap.  Mari belajar untuk menjadi pendoa yang peka dengan ketidak adilan dan siap memperjuangkannya di hadapan Tuhan.  Doa syafaat merupakan gema kasih Bapa yang mengubah jeritan tertindas menjadi lagu kemenangan surgawi. (sTy).

MENYATU DENGAN HATI BAPA  DALAM SYAFAAT

Rees Howells dipanggil Allah bukan untuk mimbar besar, melainkan untuk berlutut lama dalam doa syafaat. Ia hanyalah seorang jemaat yang sederhana dan memberikan hidupnya menjadi saluran kasih Bapa bagi bangsa-bangsa. Di Bible College of Wales yang didirikannya, doa bukanlah sekedar rutinitas melainkan medan peperangan rohani yang menentukan arah sejarah. Dalam Perang Dunia II Howells berdoa hingga Inggris meraih kemenangan. Melalui syafaatnya, Howells menunjukkan bahwa doa merupakan jalan menyatu dengan hati Bapa yang rindu menyelamatkan dunia. Dalam 1 Timotius 2:1 yang mengatakan,” Pertama-tama aku menasihatkan: naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang.”. Di ayat ini Rasul Paulus memakai kata “doa syafaat” yang dalam bahasa Yunani berarti “bertemu muka dengan muka dalam percakapan mendalam.”.  Sehingga doa syafaat bukan sekadar menyebut nama orang lain saja melainkan melakukan perjumpaan kudus di mana kita membawa hati Bapa kepada dunia dan dunia kepada hati Bapa. Sedangkan kata “pertama-tama” memiliki makna prioritas utama.  Sehingga Rasul Paulus menekankan bahwa doa syafaat merupakan denyut awal dari segala pelayanan. Tanpa doa syafaat, gereja kehilangan nadinya dalam rencana keselamatan Allah.  Mari kita terus belajar berdoa dan menyatakan kepedulian kita kepada Allah dan dunia dalam syafaat kita. Ingatlah bahwa doa syafaat merupakan salah denyut jantung Allah yang bergaung lewat bibir manusia.(sTy)

SUKACITA ATAS PERTOBATAN ORANG BERDOSA : HATI HANCUR

PJ van der Walt adalah seorang pendeta di sebuah gereja beraliran Pentakosta di Namibia.  Ia dijuluki Die Leeu van Suidwes karena keberanian dan keteguhan dalam Injil. Selama 26 tahun, ia membangun tiga denominasi besar, memperluas misi hingga Angola, dan menolak segregasi rasial yang memisahkan jemaat. Pelayanannya menyentuh baik kebutuhan rohani maupun fisik melalui penyembuhan dan belas kasih. Walau sering ditolak karena prinsipnya, ia tetap setia, meninggalkan warisan iman yang teguh dan berbuah luas. Mazmur 51:1 yang berbunyi, “Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar.” memakai kata Ibrani ḥānanî (“kasihanilah aku”) yang berarti membungkuk rendah untuk memberi anugerah kepada yang tak layak. Daud tidak sekedar memohon penghapusan dosa, tetapi bersandar pada kasih setia dan Rahmat  Allah yang melahirkan kembali. Doa ini bukan permintaan ringan, melainkan seruan jiwa yang sadar dirinya hancur total. Dalam pengakuannya, rahmat bukan sekedar menghapus noda, melainkan mencetak ulang hati menjadi ruang kudus, tempat kehadiran Allah berdiam selamanya.  Hati yang hancur merupakan persembahan terindah yang membuat sorga bersukacita.(sTy)

SUKACITA ATAS PERTOBATAN ORANG BERDOSA:MURKA TERTAHAN

Sunday Adelaja seorang Gembala Sidang asal Nigeria yang dipakai Tuhan di Ukraina, mendirikan Embassy of the Blessed Kingdom of God for All Nations yaitu sebuah gereja besar dengan puluhan ribu jemaat. Pelayanannya melampaui mimbar dan ia  menjangkau kaum miskin, pecandu narkoba, tunawisma, hingga narapidana melalui program pemulihan iman. Konferensi lintas negara, pelayanan sosial, dan pengajaran rohani menjadikan Pendeta Sunday memiliki suara berpengaruh di Eropa Timur. Lewat puluhan buku, ia menegaskan panggilan iman praktis dan transformasi bangsa. Hidupnya menjadi kesaksian bahwa kasih Allah mampu mengubah masyarakat luas. Keluaran 32:12 yang berbunyi,”Mengapakah orang Mesir harus berkata begini: Dia membawa mereka keluar dengan maksud mencelakakan mereka, untuk membunuh mereka di pegunungan dan untuk membinasakan mereka dari muka bumi? Berbaliklah dari murka-Mu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah atas malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umat-Mu.”  memakai kata Ibrani “niḥam” untuk kata menyesal yang berarti berubah hati. Ini menunjuk pada Allah yang memilih menahan murka-Nya demi nama-Nya sendiri. Ayat ini menyingkap paradoks Ilahi yaitu murka Allah benar adanya dan layak untuk dilakukan namun dibalik itu ada  kasih-Nya tetap mengingat janji yang telah  diikat-Nya bagi umat pilihan-Nya. Musa tidak hanya berdoa, ia mengingatkan Allah akan reputasi-Nya di hadapan bangsa-bangsa. Pertobatan orang berdosa menjadi bukti kemuliaan Allah yang lebih besar dibandingkan dengan kejatuhan manusia karena kasih-Nya mengalahkan murka-Nya sendiri. Betapa hati-Nya terguncang ketika menyadari “murka” atau hukuman itu seharusnya ditimpakan kepada kita, tetapi Allah sendiri justru menahannya. Seperti pelayanan Sunday Adelaja yang memulihkan hidup banyak orang, demikian pula doa Musa menyingkap kuasa Allah yang menahan murka dan membangkitkan pertobatan sejati.  Kasih yang menahan murka membuka jalan bagi sukacita pertobatan. (sTy).

SUKACITA ATAS PERTOBATAN ORANG BERDOSA

Mike Okonkwo merupakan seorang gembala yang mendirikan gereja  The Redeemed Evangelical Mission di Nigeria. Ia menggembalakan jemaat dari satu cabang kecil hingga menjangkau bangsa-bangsa. Dari mimbar ia menabur Firman Tuhan yang menghidupkan, sementara tangannya meraih yang miskin, sakit, dan tersisih. Hati Mike Okonkwo terpaut pada generasi muda dan ia banyak melahirkan pemimpin melalui program beasiswa dan pembinaan-pembinaan kaum muda. Mike Okonkwo menulis, berkhotbah, dan mengajarkan jalan kasih karunia sekaligus menjadi bapa rohani bagi banyak hamba Tuhan. Suaranya merangkul persatuan, menjahit tubuh Kristus dengan kasih. Bukankah Allah juga menanti setiap jiwa kembali kepada-Nya? Lukas 15:10 berkata,”Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat.”  dan ayat ini menyingkap rahasia surgawi dengan kata chara  yang berarti sukacita mendalam dan bukan sekadar rasa senang sesaat. Setiap pertobatan manusia membawa getaran sukacita kosmis dimana surga bergema karena satu jiwa kembali. Malaikat tidak bersukacita atas kemenangan duniawi, melainkan atas pemulihan relasi antara Allah dan manusia. Inilah pesta surgawi yang melampaui segala perayaan bumi, ketika kasih Allah memeluk jiwa yang pulang.   Pertobatan merupakan undangan menuju pesta sukacita yang disiapkan Allah sendiri. (sTy)