The Parable of Rusty Clay Pot

The Parable of Rusty Clay Pot

KUALI. Berdasarkan catatan Wikipedia kuali  merupakan salah satu alat memasak masyarakat Asia berupa belanga besar yang terbuat dari tanah dan umumnya digunakan untuk merebus sayuran. Bahan bakunya berasal dari tanah liat. Bentuknya bundar dengan mulut besar, antara bagian atas dan bawah sama besar kadang didesain dengan dua kuping sebagai pegangan.

Kuali  telah lama ada dan telah digunakan masyarakat semenjak zaman Neolitikum (Zaman Batu Muda). Pada umumnya, kuali dibuat dari tanah liat, tetapi di dalam Hikayat Hang disebutkan terdapat pula kuali dari besi.

Di Jambi, kuali berfungsi sebagai alat memasak lauk pauk dan air minum. Oleh masyarakat Minangkabau, kuali digunakan untuk memasak jenis masakan gulai. Di Jawa kuali sudah dikenal oleh masyarakat umum sejak dulu kala, sedangkan di daerah Aceh kuali sering disebut dengan blangong.

Hari ini kita akan melanjutkan untuk belajar dari kitab Yehezkiel dengan topik: “The Parable of Rusty Clay Pot (Perumpamaan KUALI yang Berkarat)”. Bacaan Sabda diambil dari Yehezkiel 24:1-14 dengan penekanan pada ayat 10-11. Sahabat, saat penghakiman Allah hampir tiba. Setiap nubuatan yang disampaikan Yehezkiel kepada bangsa Israel akan terwujud satu per satu. Bukan hanya umat Israel menjadi saksinya nubuatan Allah, tetapi Yehezkiel juga.

Untuk mencegah agar bangsa Israel berdalih atas nubuatan-Nya, maka Allah memerintah Yehezkiel mencatat tanggal, bulan, dan tahunnya. Tujuannya, sebagai kesaksian dan bukti sejarah bahwa penghakiman Allah itu terjadi (Ayat 1-2). Sebelum hari penghakiman itu tiba, Allah menyuruh Yehezkiel menyampaikan sebuah perumpamaan tentang kuali di atas api. Kuali menunjukkan kepada kota-kota Israel, sedangkan potongan daging mengacu kepada orang-orang Israel (Ayat 3-5; bdk. Yehezkiel  11:3, 7). Istilah “api” memperlihatkan armada perang Babel yang menginvasi wilayah Israel (Ayat 3). Kata “tulang-tulang pilihan” mencerminkan raja, pejabat negara, tetua adat, dan imam-imam kepala (Ayat 4).

Sahabat, mengingat dosa bangsa Israel terlalu berat, maka hukuman Allah dijatuhkan menjadi dua bagian, yakni: Pertama, hukuman untuk penduduk Yerusalem (Ayat 6-8). Kejahatan penduduk Yerusalem seperti karat dalam kuali yang tidak mungkin hilang. Satu-satunya “jalan penebusan dosa” adalah seluruh penduduknya ditawan dan diangkut ke pembuangan (Ayat 6). Dalam perjalanan ke negeri asing, banyak orang akan mati dengan mengerikan, apakah itu disebabkan oleh kelaparan, kehausan, rasa capek luar biasa dan sebagainya (Ayat 7-8).

Kedua, hukuman untuk kota-kota Yerusalem (Ayat 9-13). Kota kebanggaan Israel akan menjadi timbunan puing-puing. Tidak ada satu bangunan pun dibiarkan berdiri kokoh (Ayat 11-12). Semua kota dan wilayah Israel akan menjadi kengerian dan kesunyian seperti tempat pembakaran mayat. Bau busuk yang menyegat. Tidak ada kehidupan yang tersisa di sana (Ayat 9-10). Mereka harus menjalani semua tuntutan keadilan Allah sampai amarah-Nya mereda (Ayat 13-14).

Sahabat, dari “Perumpamaan Kuali yang Berkarat” kita dapat belajar: Hidup yang hanya ditujukan hanya untuk diri sendiri mengakibatkan Tuhan demikian murka kepada Israel. Maka saat ini hidup kita sebagai orang yang telah diselamatkan, sudah semestinya tidak ditujukan untuk diri kita sendiri saja. Hidup sebagai orang yang diselamatkan hendaknya menjadikan kita mampu untuk menjalani hidup dengan penuh tanggung jawab, termasuk tanggung jawab sebagai anggota persekutuan. Sebagai anggota persekutuan, kita semua diajak untuk mengusahakan persatuan yang utuh dan erat, dan itulah yang digambarkan oleh Rasul Paulus sebagai tubuh Kristus yang terdapat di 1 Korintus 12:12-13. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!

Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:

  1. Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu pada hari ini?
  2. Apa yang Sahabat pahami dari 1 Korintus 12:12-13?

Selamat sejenak Merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Jadilah manusia baru yang saling membangun satu dengan yang lain sehingga kesatuan tubuh Kristus benar-benar dirasakan kehadirannya, mewarnai dengan kebaikan. (pg).

Renungan Lainnya