Tactless Friend

Tactless Friend

KESESAKAN DAN PENDERITAAN. Sesungguhnya tidak ada seorang pun di dunia ini yang senang berada dalam kesesakan dan penderitaan, apalagi bila persoalan yang dialaminya datang silih berganti dan beruntun. Dalam kondisi seperti itu biasanya orang akan berontak kepada Tuhan dan menganggap-Nya tidak adil.

Ayub pun mengalami hal tersebut. Ia mengalami penderitaan bertubi-tubi padahal hidupnya benar dan saleh; semua anaknya mati dan harta bendanya ludes, bahkan istrinya pun mengolok dia, dan berkata: “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!” (Ayub 2:9). Bisa kita bayangkan betapa menderitanya Ayub saat itu!

Ayub beruntung karena ia memiliki tiga orang  sahabat sejati:  Elifas, Bildad dan Zofar. Ketiganya datang dari jauh untuk menunjukkan dukungan kepada Ayub. Ketika mereka mendampingi Ayub dalam hening, tidak terjadi masalah. Ayub mendapat penghiburan dan penguatan. Tapi ketika mereka mulai berbicara, maka terjadilah perbantahan antara mereka dengan Ayub.

Hari ini kita akan melanjutkan untuk belajar dari kitab Ayub dengan tema: “Tactless Friend (Sahabat yang tidak bijaksana)”. Bacaan Sabda saya ambil dari Ayub 8:1-22. Sahabat,  Bildad, sahabat kedua Ayub, tidak berbicara lebih baik daripada pendahulunya (Elifas). Ia berusaha meyakinkan Ayub untuk mengakui kesalahan dan bertobat, supaya dosanya diampuni dan penderitaannya diringankan.

Setelah menegur gaya bicara Ayub yang dianggapnya kasar dan kurang pantas (ayat 2), Bildad melanjutkan nasihatnya berdasarkan dua argumentasi: Pertama, argumentasi teologis tentang karakter Allah yang tidak mungkin berlaku tidak adil bagi manusia (ayat 3-7). Bagi Bildad, Allah selalu bertindak adil dan benar, sehingga Ia tidak akan membiarkan orang bersalah tidak dihukum (ayat 3-4). Namun, Ia adalah Allah yang penuh kasih, yang mengampuni setiap manusia yang bertobat dari kesalahan dan memohon belas kasihan-Nya (ayat 5-7).

Kedua, argumentasi filosofis bahwa sejak zaman dahulu berlaku dalil bahwa pada akhirnya, orang baik akan berjaya dan orang jahat akan binasa (ayat 8-19). Ia memakai analogi dari dunia tumbuh-tumbuhan untuk menilai bahwa penderitaan Ayub pasti merupakan akibat kesalahan besar yang dilakukannya. Ucapan Bildad ditutup dengan pernyataan tentang kesetiaan Allah yang bersedia mengampuni semua orang yang bertobat. Oleh sebab itu, Ayub harus segera menyadari dosanya dan bertobat (ayat 20-22).

Sahabat, sesungguhnya cerita di atas merupakan kebenaran yang disampaikan dengan cara yang tidak benar. Semua ucapan Bildad benar, baik tentang Allah maupun tentang dalil kehidupan. Namun, semua ucapannya tidak bermakna karena ia kurang memahami kondisi Ayub yang sesungguhnya.

Kita tidak hanya perlu WASPADA terhadap apa yang KITA UCAPKAN, namun kita juga harus memperhatikan CARA KITA MENYAMPAIKAN  kebenaran itu. Perkataan kita akan bermanfaat bagi pendengar dan diri sendiri kalau disampaikan secara BIJAK, dalam bahasa yang sopan serta sikap yang baik. Ingatlah apa yang dikatakan Pengamsal: ”Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak.” (Amsal 25:11). Haleluya! Tuhan itu baik.

Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:

  1. Pesan apa yang Sahabat dapatkan dari hasil perenunganmu pada hari ini?
  2. Apa yang Sahabat pahami dari ayat 3?

Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Di balik masalah yang Tuhan izinkan terjadi, ada rencana-Nya yang besar atas kita. (pg).

Renungan Lainnya