Sowing Kindness

Sowing Kindness

MENABUR KEBAIKAN. Sahabat, ada cukup banyak orang percaya yang terperangkap dalam pemikiran MEMBERI dan MENERIMA. Orang tergoda untuk memikirkan apa yang akan ia peroleh jika melakukan suatu kebaikan kepada orang lain. Akibatnya, jika ia tidak melihat adanya keuntungan yang akan ia dapatkan, ia urung bertindak. Ia menahan kebaikan dari orang yang memerlukan. Padahal Pengamsal jelas-jelas mengingatkan kita agar jangan menahan kebaikan bagi orang-orang yang berhak menerimanya  (Amsal 3:27)

Menabur kebaikan tidak sama dengan berinvestasi dalam dunia bisnis. Kita tidak selalu menerima balasan dari orang yang kita bantu, namun tidak jarang kita MENUAI kebaikan dari pihak lain. Tidak dapat diprediksi, dan karena itu malah berpotensi mendatangkan kejutan yang menyenangkan.

Sahabat, rasul Paulus mendorong jemaat di Galatia untuk saling menolong dan saling menanggung beban. Itu suatu cara praktis bagi orang percaya untuk menggenapi hukum Kristus, yaitu hukum kasih. Kasih seharusnya memancar kepada semua orang. Apakah kita tergoda menahan kasih dari orang yang memerlukannya, hanya karena mereka berbeda dengan kita? Atau, karena kita merasa tak akan mendapatkan keuntungan dari perbuatan baik itu? Penuhilah hukum Kristus dengan menabur kebaikan kepada semua orang.

Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 2 Samuel dengan topik: “Sowing Kindness (Menabur Kebaikan)”. Bacaan Sabda diambil dari 2 Samuel 21:1-14. Sahabat, bangsa Israel pernah berjanji, bahwa mereka tidak akan membunuh dan mengusir orang Gibeon (Yosua  9:3-15). Sejak saat Yosua ini, penduduk Gibeon, yang sebenarnya adalah orang asing, diperbolehkan hidup bersama bangsa Israel. Bahkan di dalam kitab Tawarikh penduduk Gibeon didaftarkan sebagai penduduk tetap Israel. Oleh karena itu keberadaan penduduk Gibeon sudah dianggap sebagai bagian dari bangsa Israel.

Dalam kerangka kepentingan politisnya, Saul menghalalkan segala cara dengan mencoba menghabisi etnis Gibeon dari bumi Israel. Banyak orang Gibeon yang mati terbunuh oleh Saul dan keluarganya.

Penduduk Gibeon, yang sebenarnya sudah menjadi bagian keluarga Israel, tidak dapat melawan perbuatan Saul yang tidak adil terhadap mereka, karena mereka lemah dan minoritas. Mereka hanya dapat menunggu keadilan. Saul tidak menaburkan benih kebaikan kepada sesamanya, malah. menaburkan benih kebencian. Meski hanya dapat berdiam diri memohon keadilan dari Tuhan, tentu secara manusiawi di dalam hati mereka terdapat rasa benci dan prasangka buruk terhadap bangsa Israel.

Sahabat, Tuhan melihat ketidakadilan itu sehingga Dia mengizinkan terjadinya kelaparan melanda bumi Israel selama tiga tahun. Setelah Daud meneliti dengan saksama, dia tahu bahwa hal tersebut disebabkan oleh kesalahan besar yang telah diperbuat Saul, raja pendahulunya. Untuk itulah Daud memberi perintah agar perkara ini diselesaikan.

Di dalam hidup bermasyarakat dan bergereja, kita hendaknya MENABUR KEBAIKAN. Biarlah kita dikenang oleh karena kebaikan-kebaikan yang kita taburkan kepada orang lain. Tuhan Yesus sudah memberikan perintah kepada kita untuk dapat menjadi terang dengan menaburkan kebaikan bagi sesama. Janganlah kita menaburkan benih kebencian seperti yang telah diperbuat Saul.

Sahabat, teruslah menabur  kebaikan  tanpa pilih kasih. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!

Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:

  1. Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu?
  2. Apa yang Sahabat pahami dari Amsal 3:27?

Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Teruslah menabur benih kebaikan, karena itulah investasi terbaik selagi kita masih punya waktu dan kesempatan. (pg).

Renungan Lainnya