Saudaraku, seseorang pernah bertanya kepada seorang pendeta apakah perlu menaruh Alkitab baru dalam peti mati saat saudaranya meninggal. Sang pendeta dengan tegas mengatakan tidak perlu karena Alkitab hanya dibutuhkan oleh orang yang masih hidup saja. Rupanya si penanya ingin supaya orang yang meninggal menjalani alam baka dengan tenang, maka perlu meletakkan Alkitab baru di peti mati. Perkara dunia orang mati memang menarik untuk dibicarakan sebagaimana Yesus meluruskan pendapat orang Saduki dalam Matius 22: 23-33. Mari kita merenungkannya.
Kelompok Saduki adalah kelompok orang yang tidak memercayai kehidupan setelah kematian, maka bertanya kepada guru muda seperti Yesus merupakan upaya mengadu pengetahuan. Sepertinya hal ini biasa dilakukan diantara orang Yahudi. Para saduki mencari tahu pendapat Yesus tentang situasi setelah kematian yang tidak mereka percayai dan mengaitkannya dengan perkawinan Levirat yang berlaku diantara masyarakat. Hidup hanya sekali dan setelah itu selesai, itulah prinsip Saduki. Oleh karenanya orang Saduki menjalani hidup dengan maksimal karena tidak ada cerita kehidupan setelah kematian.
Memang prinsip Saduki banyak ditentang oleh mayoritas masyarakat saat itu dan bagi kebanyakan orang Kristen tentunya juga tidak disetujui. Orang Kristen percaya bahwa ada penghakiman setelah kematian dan ada kehidupan dalam kekekalan. CS. Lewis dalam sebuah pernyataannya mengatakan: “Jika kita meyakini bahwa rumah kita bukan di sini dan hidup ini hanyalah suatu perjalanan pulang maka yang perlu kita lakukan adalah membawa yang dibutuhkan di sana nanti.”
Namun sekalipun diyakini dan seringkali dibicarakan dalam beberapa kesempatan, banyak orang Kristen yang enggan mempersiapkan hidup kekalnya. Mereka bukan Saduki tetapi mewarisi spirit Saduki yang hanya berpikir tentang saat ini, saat mereka hidup di dunia. Hidup dengan maksimal saat ini namun mengabaikan kekekalan. Butuh uang cepat, korupsi saja. Butuh promosi jabatan, suap saja. Butuh sembuh dengan instan, pakai magi saja. Butuh hidup nyaman, kerja terus, hidup super hemat, tidak perlu berbagi. Tidak ada waktu untuk Tuhan, tidak ada waktu untuk alam kekal. Apa yang penting adalah hari ini, saat hidup di dunia ini. Terjadi pengabaian kehidupan setelah mati, bahkan khotbah dalam gereja pun ikut menjadi materialistis. Apa yang paling penting adalah rasa nyaman di dunia, saat ini.
Jawaban Yesus sangat keras kepada para Saduki dan menyebut mereka sesat pikir. Kesesatan mereka terletak pada gagal pahamnya mereka terhadap Taurat. Memang orang Saduki menutup diri terhadap kitab-kitab pendukung Taurat, akibatnya mereka terkungkung dalam tafsir Taurat yang sangat sempit.
Teguran Yesus tersebut menunjukkan bahwa kesesatan pikir manusia bisa dilawan dengan terus belajar firman Tuhan dan memahami kehendak Allah. Perlu untuk terus belajar dan bukan hanya mengikuti pandangan sempit dengan spirit Saduki.
Membangun kesadaran bahwa ada kehidupan setelah kematian membuat manusia belajar berhati-hati dengan hidupnya di dunia dan mengarahkan mata kepada Tuhan sebagaimana Paulus mengatakan: “… jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan …” (Roma 14:8). Hiduplah dengan sungguh-sungguh sesuai Firman Tuhan selagi masih ada waktu hidup di dunia. Selamat bertumbuh dewasa (Ag).