Saudaraku, Harvard University di Cambridge Massachusetts USA didirikan pada tahun 1636, salah satu perguruan tinggi tertua di Amerika Serikat. Awalnya bernama New College, dan dinamakan ulang menjadi Harvard College pada tahun 1639 untuk menghormati John Harvard, usianya 31 tahun (1607-1638), yang menjadi donatur terbesar dan menyumbangkan 400 buku literatur miliknya. Untuk menghormatinya di halaman kampus pada tahun 1884 didirikan patung John Harvard dalam posisi duduk setinggi 180 cm dan diletakkan di atas tugu setinggi 155 cm.
Di Amerika Serikat banyak dibuat patung untuk menghormati para tokoh bangsa, antara lain patung Abraham Lincoln, Franklin Delano Roosevelt, Martin Luther King, Jr. dan masih banyak lagi. Hanya saja memorial John Harvard yang dibuat dari bronze (perunggu), yang merupakan campuran dari Cu (tembaga) + Zn (seng) dan Sn (timah). Dikunjungi sekitar 20.000 pengunjung per tahun selama lebih dari 100 tahun terakhir. Hampir setiap pengunjung selalu memegang dan menggosok-gosok sepatu John Harvard, sehingga bagian sepatu nampak mengkilap karena perunggunya memudar sehingga nampak lapisan tembaganya yang berwarna merah-coklat.
Katanya, orang-orang menggosokkan tangannya ke bagian sepatu sembari mengucapkan suatu permohonan. Konon cukup banyak mahasiswa di Harvard sebelum masa ujian datang ke patung ini untuk ikutan menggosok sepatu, maksudnya agar dapat lulus.
Saudaraku, nampaknya sebagai lucu-lucuan saja kok ada turis dan orang di Amerika yang ngalap berkah atau permohonan terhadap sesuatu benda. Tapi kalau kita perhatikan banyak pedagang di pasar tradisional yang sering mengebut-ngebutkan atau mengibas-ngibaskan uang penjualan yang diterimanya dengan mengatakan, semoga hari ini laris dan dagangan cepat habis, atau bisa pula si pedagang mengucapkan mantra-mantra yang lain agar cuannya (untungnya) banyak. Atau bahkan mungkin diri kita sendiri suka mengucapkan hal-hal yang mirip mantra atau menyombongkan diri ketika mendapatkan sesuatu prestasi, bukan justru mengucap syukur kepada Tuhan.
Saudaraku, kadang kita lupa untuk menjaga mulut agar tidak otomatis mengucapkan sesuatu ucapan bila melihat sesuatu, seperti saat melihat orang yang sering nyinyir dan orang itu mendapatkan musibah, kita otomatis mengatakan: “Nah rasa’in luh.” Atau mulut kita dengan mudahnya mengucapkan kutukan bila menemui hal-hal yang menentang kita.
Untuk itu mari kita merenungkan peringatan dari Yakobus yang terdapat dalam Yakobus 3:1-12 dengan penekanan pada ayat 5. Saudaraku, sebuah berita di surat kabar memaparkan seorang laki-laki yang menabrakkan dirinya pada kereta api yang melintas. Diperkirakan laki-laki tersebut begitu terpuruk dan depresi karena tidak tahan menghadapi caci-maki orang-orang yang berurusan utang-piutang dengannya. Berbagai hujatan dan ancaman ditujukan kepadanya secara terbuka melalui media sosial. Kondisi tersebut akhirnya membuatnya makin putus asa hingga nekat mengakhiri hidupnya.
Demikian dahsyatnya dampak kata-kata yang diucapkan lidah. Yakobus mengingatkan kepada orang Kristen Yahudi saat itu tentang betapa pentingnya memperhatikan perkataan kita. Lidah merupakan anggota kecil dari tubuh, tetapi seperti api yang dapat membakar hutan (Ayat 5).
Bahkan, Yakobus menyebutnya dunia kejahatan (Ayat 6). Lidah dapat mengeluarkan kutuk, fitnah, hinaan, dan sebagainya. Karenanya, penting untuk mengekang dan mengendalikan lidah sehingga tidak keluar kata-kata yang menghancurkan perasaan dan kehidupan orang lain.
Mari kita menggunakan lidah untuk kebaikan dan memberkati sesama. Bukan lidah yang menguasai kita, tetapi kita yang menguasai lidah. Kita bisa memulainya dengan melatih diri bergaul dengan firman Tuhan sehingga terhindar dari perbendaharaan kata yang dapat melukai orang lain.
Hendaknya lidah kita gunakan untuk bersaksi tentang kasih Kristus pada manusia melalui kalimat-kalimat penghiburan, penguatan, teguran yang lembut dan peneguhan. Biarlah lidah kita bukan merusak sesama, melainkan membangun hidup mereka.
Saudaraku, memang lidah tak bertulang, tetapi cukup kuat untuk menghancurkan atau memelihara sebuah kehidupan. (Surhert).