ARTI SEBUAH NAMA. Sahabat, William Shakespeare, Sastrawan terkenal asal Inggris berkata: “Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi,”
James Gibson “Gip” Hardin, seorang pengkhotbah Gereja Methodis, memberi nama anak laki-lakinya: John Wesley, mengikuti nama sang pengkhotbah terkenal. Nama itu mencerminkan harapan Gip atas anak laki-lakinya. Namun tragis, John Wesley Hardin kemudian memilih jalan yang menyimpang jauh dari tokoh iman yang agung itu. Hardin mengaku pernah membunuh 42 orang sehingga ia menjadi salah seorang penjahat bersenjata dan buronan paling terkenal di wilayah barat Amerika pada akhir abad ke-19.
Di Alkitab, sama seperti berbagai budaya di zaman sekarang, nama memiliki makna yang istimewa. Ketika membawa berita kelahiran Anak Allah, seorang malaikat memerintahkan Yusuf untuk memberi nama anak Maria itu: “Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (Matius 1:21). Arti nama Yesus: “Allah yang menyelamatkan”. Itu menegaskan misi-Nya untuk menyelamatkan manusia dari dosa.
Sahabat, tidak seperti Hardin, Yesus sepenuhnya hidup sesuai dengan arti nama-Nya. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Dia menggenapi misi penyelamatan-Nya. Yohanes menegaskan kuasa nama Yesus yang memberikan hidup: “ … semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yohanes 20:31).
Mari kita membaca dan merenungkan 1 Samuel 3:1-21. Sahabat, nama Samuel merupakan ekspresi dari bahasa Ibrani yang berarti TUHAN MENDENGAR. Itu merupakan ekspresi sukacita Hana karena Tuhan mendengar pergumulan doanya: “…Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: ‘Aku telah memintanya dari pada TUHAN.'” (1 Samuel 1:20).
Samuel merupakan jawaban doa Hana yang terus-menerus dinaikkan kepada Tuhan di tengah kesusahan hati yang mendalam. Ia dahulu tertutup kandungannya, mustahil punya keturunan, namun tidak ada perkara yang mustahil bagi Tuhan.
Samuel mulai pelayanannya sejak masih kecil sesuai janji ibunya untuk menyerahkan anaknya ke dalam pengasuhan imam Eli: “Maka akupun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN.” (1 Samuel 1:28). Sejak itulah Samuel berada di lingkungan pastori dan belajar melayani Tuhan di bawah pengawasan imam Eli. Setiap hari Samuel muda dibimbing imam Eli untuk tugas sucinya dan dilatih belajar mendengarkan suara Tuhan.
Karena keterbatasan pengetahuannya, pada awalnya Samuel tidak mengenal suara yang berbicara kepadanya. Penulis kitab 1 Samuel mencatat bahwa Tuhan memanggil Samuel sebanyak tiga kali namun ia belum menanggapinya karena belum mengenali suara Tuhan.
Imam Eli terus membimbing dan mengajari Samuel bagaimana memiliki kepekaan mendengar suara Tuhan, “Pergilah tidur dan apabila Ia memanggil engkau, katakanlah: Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar. …” (Ayat 9). Ketika Tuhan memanggil Samuel lagi untuk ketiga kalinya ia pun menjawab, “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar.” (Ayat 10).
Seiring berjalannya waktu “…Samuel makin besar dan TUHAN menyertai dia dan tidak ada satupun dari firman-Nya itu yang dibiarkan-Nya gugur.” (Ayat 19). Akhirnya Tuhan memercayakan tanggung jawab pelayanan yang lebih besar kepada Samuel karena ia semakin memiliki kepekaan akan suara Tuhan. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
- Apa pesan yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu?
- Apa yang Sahabat pahami dari ayat 18?
Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Untuk memiliki kepekaan terhadap suara Tuhan tidak bisa terjadi secara instan, tapi perlu melalui proses bergaul karib dengan Tuhan setiap waktu. (pg).