See Clearly and Be Wise

See Clearly and Be Wise

TEOKRASI. Sahabat, Teokrasi berasal dari bahasa Yunani Theo yang berarti Tuhan dan cratein yang berarti pemerintahan. Secara sederhana, Teokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan oleh Tuhan. Secara epistemologi, Teokrasi adalah suatu sistem  pemerintahan yang dijalankan oleh seseorang dengan mengatasnamakan Tuhan.

Dari beberapa literatur saya mendapat informasi bahwa Teokrasi merupakan sebuah sistem politik yang pada praktik menjalankan pemerintahannya berpegang pada kedaulatan Tuhan. Secara fundamental, Teokrasi memang dititikberatkan pada wakil Tuhan dan pemimpin umat.

Namun pada zaman sekarang, Teokrasi yang murni sudah sangat jarang, atau bahkan tidak ada negara yang menerapkan sistem politik tersebut. Negara Kota Vatikan dan Republik Islam Iran memiliki sistem Teokrasi dengan jenis Teokrasinya masing-masing.

Dalam Teokrasi, kedaulatan tertinggi bersifat mutlak dan suci karena kedaulatan tertinggi berada di tangan Tuhan dan pemimpinnya mengklaim dirinya mendapatkan kekuasaan dari Tuhan.

Teokrasi muncul pertama kali di daratan Eropa pada abad pertengahan yang dipelopori oleh seorang Kaisar Romawi bernama Augustinus. Pada akhir abad keenam, Gereja Romawi mulai mengorganisasikan institusi kepausannya di bawah komando Paus Gregory I yang dikenal sebagai “the Great”. Dialah yang membangun awal  mula birokrasi kepausan (Papacy’s Power).

Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab 1 Samuel dengan topik: “See Clearly and Be Wise (Melihat Secara Jernih dan Jadilah Bijak)”. Bacaan Sabda diambil dari 1 Samuel 8:1-22 dengan penekanan pada ayat 7.  Sahabat, tetap melihat dengan mata jernih itu gampang-gampang susah. Gampang, ketika kita punya niat dan konsistensi. Susah, ketika niat dan upaya kita untuk konsisten digoyahkan oleh rintangan yang kita hadapi.

Sahabat, seiring perjalanan waktu, Samuel menjadi tua. Ia digantikan oleh kedua anaknya, yakni Yoel dan Abia. Mereka menjadi hakim di Bersyeba. Namun sayang, keduanya tidak hidup seperti ayah mereka. Keduanya lebih senang mengejar laba, menerima suap, dan memutarbalikkan keadilan. Terhadap hal tersebut, bangsa Israel menjadi sangat kecewa. Oleh sebab itu, berkumpullah tua-tua Israel menghadap Samuel. Mereka meminta Samuel mengangkat raja atas mereka (Ayat 5).

Permintaan tersebut sangat mengesalkan hati Samuel (Ayat 6). Ia kemudian berdoa kepada Allah untuk meminta petunjuk. Setelah itu, Samuel memberi pertimbangan-pertimbangan kepada bangsa Israel seandainya mereka mempunyai seorang raja (Ayat 10-18). Situasi akan sangat berbeda dibanding jika mereka tetap hanya mempunyai hakim. Namun, mereka tetap mendesak Samuel untuk mengangkat raja atas mereka. Mereka menjadi TIDAK BISA BERPIKIR JERNIH  LAGI hanya karena persoalan kelakukan buruk hakim baru pengganti Samuel.

Mestinya, mereka berpikir tentang MENGGANTI ORANGNYA,  bukan mengganti STRUKTUR atau SISTEM PEMERINTAHAN yang ada. Sistem yang sebenarnya sudah baik karena dalam sistem tersebut tidak ada orang yang dituankan dan tidak ada orang yang dijadikan hamba. Semua sama di hadapan Allah. Kedudukan hakim hanyalah wakil Allah untuk membimbing umat hidup dalam jalan-Nya.

Sahabat, belajar dari kisah tersebut, marilah kita berhati-hati terhadap persoalan yang sedang kita hadapi. Kalut dan kusutnya persoalan dapat mengaburkan jernihnya kebenaran. Jangan sampai persoalan tersebut membuat kita gelap mata dan tidak bisa melihat segala sesuatunya secara jernih! Tetaplah tenang, lihatlah segala sesuatu secara jernih dan jadilah bijaksana! Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!

Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:

  1. Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu?
  2. Apa yang Sahabat pahami dari ayat 7?

Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Jaminan hidup sejati bukan datang dari manusia, tapi datang dari Tuhan. (pg).

Renungan Lainnya