MENGHORMATI ALLAH. Sahabat, Wahyu 4:10–11 menggambarkan sebuah adegan di surga: “Maka tersungkurlah kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas takhta itu, dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan mereka melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu, sambil berkata: ‘Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan.'”
Kata yang diterjemahkan sebagai “puji-pujian” dan “hormat” kerapkali sering berhubungan dan digunakan secara bergantian di dalam Alkitab. Akan tetapi ada perbedaan tipis di antara keduanya. Kata yang seringkali diterjemahkan sebagai “terpuji” berarti “sesuatu yang memiliki nilai yang melekat dan pada hakikatnya”, sedangkan “hormat” berarti “nilai yang dipersepsikan; membuat atau menilainya sebagai mulia.”
Terpuji adalah kualitas yang melekat kepada sosok yang dipermuliakan. Terpuji dapat diartikan sebagai cermin yang memantulkan sesuatu secara benar. Ketika kita dengan akurat mencerminkan karakter Allah, kita memuliakan atau memuji Dia. Memuji Allah adalah menghormati Dia sebagaimana ada-Nya.
Alkitab menunjukkan berbagai cara menghormati dan memuliakan Allah. Kita mengindahkan-Nya dan mencerminkan karakter-Nya dengan bersuci diri secara seksual (1 Korintus 6:18-20), dengan berbagi dari pendapatan kita (Amsal 3:9), dan dengan cara hidup yang berabdi kepada-Nya (Roma 14:8).
Tidaklah cukup hanya menghormati Dia dengan cara yang terlihat. Allah menghendaki hormat yang berasal dari hati (Yesaya 29:13). Ketika kita bersuka cita kepada Tuhan (Mazmur 37:4), mencari-Nya di dalam segala yang kita lakukan (1 Tawarikh 16:11; Yesaya 55:6), dan membuat pilihan yang mencerminkan posisi-Nya di dalam hati kita, kita sedang menghormati-Nya.
Pada hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Maleakhi dengan topik: “Respect God (Menghormati Allah)”. Bacaan Sabda diambil dari Maleakhi 3:13-18. Sahabat, pada masa Maleakhi, bangsa Israel mengalami kebingungan. Sepertinya, mereka menilai tidak ada perbedaan antara orang benar dan fasik. Antara orang beribadah dan yang tidak beribadah kepada Tuhan, nyaris sama saja. Apa respons Allah mendengar ucapan mereka? “Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah… Bicaramu kurang ajar tentang Aku, …” (Ayat 13).
Kenyataannya, kita memang menjumpai banyak orang fasik hidup berlimpah dan mujur ketimbang anak-anak Tuhan. Kita melihat koruptor maju terus, sementara orang yang melaporkan korupsi malah dipenjarakan. Banyak yang mulai merasa tidak ada gunanya hidup menjadi orang jujur di hadapan sesama. Akibatnya, cukup banyak orang percaya berpikiran sama seperti bangsa Israel. Tuhan merespons keras perkataan mereka yang kurang ajar. Alasannya, perbedaan yang diinginkan oleh bangsa Israel dengan bangsa-bangsa lain yang tidak beribadah kepada-Nya semata-mata pada persoalan jasmaniah.
Tanggapan Maleakhi mulai dengan melaporkan perkataan orang-orang yang takut akan Allah (Ayat 16-18). Mereka saling menguatkan. Mereka mengingatkan bahwa Tuhan pasti mengingat dan memerhatikan bangsa (manusia) yang takut dan menghormati-Nya. Perkataan itu diteguhkan dengan firman dari Allah sendiri. Mereka yang menghormati Allah merupakan pewaris sejati identitas Israel sebagai milik kesayangan-Nya (bdk. Keluaran 19:5).
Jadi, yang membedakan orang benar dan orang fasik ialah soal menjadi milik Allah. Itulah keuntungan menaati Allah. Jika di luar itu, kita pasti akan kecewa, seperti Israel pada masa itu. Akan tetapi, jika Allah yang dicari, perhatian dan kasih yang dicurahkan-Nya sudah cukup bagi kita.
Sahabat, mari kita berdoa: Ya Tuhan, berikanlah kami kebesaran hati untuk menerima kenyataan bahwa di sekeliling kami ada manusia yang hidup dengan tidak jujur. Bahkan, mereka tidak menghormati Tuhan sebagai pemilik kehidupan. Teguhkanlah hati kami untuk selalu setia dan menghormati-Mu sampai kami dapat berbuah seperti yang Tuhan kehendaki. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
- Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu?
- Apa yang Sahabat pahami dari ayat 17 dan 18?
Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Marilah kita terus berjuang dan berusaha untuk melakukan ibadah yang benar di hadapan TUHAN agar kita memperoleh berkat-Nya yang berkelimpahan. (pg).