PUASA Sebagai Sebuah Upaya Komunikasi antara Allah dan Manusia

PUASA Sebagai Sebuah Upaya Komunikasi antara Allah dan Manusia

Mengingat saat ini kita masih berada dalam masa Pra Paskah, dan  ada cukup banyak gereja yang dalam masa Pra Paskah menyelenggarakan kegiatan “Doa dan Puasa”.  Selain itu kita hidup di Indonesia, berdampingan dengan banyak saudara yang beragama Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa. Maka pada hari ini kami menyajikan satu tulisan Anggraeni Yuliastuti  (AG) dari GKII jalan Pekunden Timur 16, Semarang yang berjudul: “PUASA Sebagai Sebuah Upaya Komunikasi antara Allah dan Manusia.” 

Kalau ditanya jenis kegiatan yang sengaja dilakukan oleh manusia sebagai simbol keprihatinan sekaligus punya nilai spiritual, medis, kepuasan agamawi dan kadang juga keterpaksaan secara ekonomi, maka kegiatan itu adalah PUASA.  

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI):  Puasa adalah menghindari makan, minum dan sebagainya  (terutama bertalian dengan keagamaan). Puasa berkaitan dengan pengendalian kehendak dasar manusia yaitu makan dan minum. Dengan puasa, manusia terutama berusaha untuk mendapatkan ketajaman spiritual yang berguna untuk mendekatkan dirinya dengan Tuhan yang tidak kelihatan.  Maka puasa macam ini harus disertai dengan satu kegiatan yang lain yaitu doa.  

Dalam kekristenan, Alkitab mencatat banyak ayat mengenai puasa, baik yang diperintahkan oleh Tuhan sendiri maupun dengan inisiatif para tokoh Alkitab untuk tujuan tertentu.  Namun secara umum puasa dilakukan sebagai upaya untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan.  melalui puasa maka manusia diharapkan mampu menyamakan frekuensi dengan Allah sehingga dapat menangkap isi hati-Nya dan dilaksanakan dalam kehidupan sesehari.  

Ada beberapa tujuan puasa sebagaimana dituliskan dalam Alkitab, yaitu :

1. Mampu berhadapan dengan kekudusan Allah

Saat Musa berada di Gunung Sinai dan mendapatkan mandate untuk menuliskan 10 hukum Allah di loh batu yang baru, ia berpuasa (Keluaran 34:28).  Dalam situasi Musa, ia berpuasa untuk dapat melaksanakan tugasnya yang berada dalam wilayah kekudusan Allah.  

2. Bentuk pernyataan keprihatinan

Saat Nehemia mendengar keruntuhan Yerusalem, ia sangat berduka dan berpuasa untuk menyatakan keprihatinan mendalam tentang kondisi memprihatinkan itu (Nehemia 1:4).  Juga ketika Daniel, Misael, Hananya dan Azarya berada dalam karantina pendidikan pegawai negeri Babel, ia menyatakan identitas imannya dengan menolak hidangan raja (Daniel 1:8).  

3. Meminta belas kasihan Tuhan di masa sulitnya

Saat Daud menghadapi kenyataan bahwa anaknya sakit, ia melakukan puasa memohon belas kasihan Tuhan agar anaknya sembuh (2 Samuel 12 :16).  Puasa menjadi cara Daud melunakkan hati Allah yang menyatakan kemarahan kepadanya.

Saat orang Israel dalam perjalanan kembali ke Yerusalem, Ezra juga meminta mereka berpuasa agar Tuhan menuntun perjalanan mereka dan menghindarkan dari musuh (Ezra 8:21).  Ezra menyadari bahwa perjalanan itu tidak mudah dan mereka mutlak membutuhkan Tuhan untuk menyertai.

Ester yang dilematis dengan posisinya, berpuasa untuk dapat memperjuangkan bangsanya dari ancaman genosida Haman (Ester 4:16).  

4. Mempertajam manusia untuk mengenal petunjuk Tuhan

Ketika Hana menunggu Mesias di Bait Allah, ia berpuasa (Lukas 2:37).  Hingga suatu saat ia mnengenali Yesus yang dibawa orangtuanya ke bait Allah sebagai Mesias yang ditunggunya selama ini.

5. Mempersiapkan hati untuk sebuah tugas

Matius 4:2, Markus 1:12-13, Lukas 4:1-14 mencatat mengenai Yesus yang berpuasa sebelum Ia melaksanakan tugas pelayanan-Nya.  Tantangan dalam menjalankan misi pedamaian Allah tidaklah mudah, maka Yesus melaksanakan puasa dengan serius agar ia mampu fokus dalam menjalankan misi Allah.

6. Mentransfomasi sebuah bangsa

Puasa seharusnya memiliki kekuatan transformatif, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.  Kegiatan puasa tidak melulu berpusat pada kebutuhan diri sendiri, namun juga seharusnya memiliki dampak sosial yang positif bagi lingkungan orang yang menjalankannya.  Orang Israel pernah dikritik habis oleh Tuhan gegara mereka lebih mementingkan manfaat pribadi dibandingkan transformasi sosial saat mereka melaksanakan puasa (Yesaya 58 :3-5). 

Mereka getol berpuasa namun tumpul penerapan sosial.  Puasa mereka minim manfaat untuk orang lain. Sejatinya puasa membuat seseorang makin tajam mengenal dan melaksanakan kehendak Tuhan yang membawa kesejahteraan bagi orang yang tertindas:  Melepaskan belenggu penindasan dan beban ketidak adilan, menerima orang yang miskin, mau berbagi dengan yang membutuhkan dan siap membantu mereka yang ingin ditolong (Yesaya 58.6-7).  

Maka masa puasa adalah masa manusia mendapatkan pembaharuan holistik karena selain makin tajam menangkap pesan Tuhan dalam kehidupan mereka, pelaku puasa harus menjalankan pesan sejatera itu dalam kehidupan mereka.  Makin sering mereka puasa, makin sejahtera dan setara kondisi orang-orang tertindas di sekitar mereka.

Dari sekian banyak tujuan puasa di atas maka dipahami bahwa puasa menjadi kegiatan penting yang membantu manusia melakukan tindakan yang efektif untuk melaksanakan tanggung jawabnya di dunia.  Puasa membantu manusia untuk dapat berdialog dengan Tuhan sehingga ia mampu untuk menyampaikan isi hatinya, menangkap apa yang diinginkan Tuhan dan sekaligus menerima tanggung jawabnya menjadi pelaksana pesan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.  Puasa menjadi titik berangkat manusia membawa damai Allah bagi dirinya dan terutama bagi orang lain, sekaligus menerima realitas bahwa manusia tidak mampu melaksanakan hidup tanpa penyertaan dan kehadiran Allah. (AG).

Renungan Lainnya