Pergumulan dan Pengharapan ASAF

Pergumulan dan Pengharapan ASAF

Kehidupan orang percaya selalu penuh dengan tantangan, termasuk tantangan dalam diri sendiri yang cenderung untuk mudah iri hati kepada orang yang menikmati hidup secara duniawi. Dari zaman dulu sampai zaman now, ada cukup banyak orang percaya merasa iri hati kepada orang fasik yang hidupnya sepertinya penuh dengan kemakmuran, keberkatan, keberhasilan, kelancaran, dan kenyamanan.

Sahabat, lalu apa yang harus kita lakukan ketika jatuh pada pemikiran yang seperti itu dan tergoda untuk hidup seperti orang fasik? Kita perlu terus belajar dari pergumulan dan pengharapan ASAF.

Untuk lebih memahami topik tentang: “Pergumulan dan Pengharapan ASAF”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 73:1-28. Sahabat, Asaf, penulis banyak Mazmur, seorang kepala pemimpin pujian yang diangkat Raja Daud (1 Tawarikh 16:5), juga bergumul dengan kenyataan tersebut. Ia memperhatikan kejayaan orang-orang fasik dengan banyak kemujuran (ayat 3b), sehat-sehat (ayat  4), tidak mengalami kesusahan (ayat 5). Karenanya mereka menjadi sombong dan terus dalam kejahatan mereka (ayat 7-9), bahkan mengira Allah tidak mengetahuinya (ayat 11).

Asaf, seorang yang berhati tulus dan mengandalkan Tuhan (ayat 13), mulai ragu akan imannya. Imannya sempat goyah. Ia merasa kesetiaannya sia-sia belaka (ayat 13), dan ia nyaris tergelincir (ayat 2).

Berita baiknya, pada akhirnya  Asaf memutuskan tetap setia dan  mencari Allah (ayat 17), serta berpegang kepada-Nya, sekalipun banyak hal tak dipahaminya (ayat  22-23). Ia berserah pada tuntunan Allah yang membawanya pada kemuliaan (ayat  24). Ia sadar bahwa miliknya yang paling berharga adalah Allah yang kekal (ayat  25-26). Ia pun mengerti bahwa situasi “makmur dan mujur” yang mereka alami itu bersifat sementara, suatu jerat, karena mereka ada “di tempat-tempat licin” (ayat 18a), serta akan berakhir dalam kehancuran dan kebinasaan (ayat 18b-20).

Sahabat, sekalipun kita menghadapi banyak hal sulit yang tidak kita mengerti, seperti Asaf, hal terbaik yang perlu kita lakukan adalah mendekat kepada Allah dan menjadikan-Nya tempat perlindungan kita (ayat  28). Mari berpaut erat pada Allah agar kita tidak tergelincir di jalan licin kehidupan.

Bagaimana pun keadaannya, biarlah kita senantiasa menjaga hubungan kita dengan Tuhan.  Memang saat kita semakin melekat kepada Tuhan bukan berarti keadaan kita langsung berubah seketika, tetapi justru kita sendiri yang akan diubahkan oleh Tuhan.  Kita akan diangkat masuk ke dalam kemuliaan-Nya.  Oleh karena itu jangan pernah iri hati kepada keberhasilan orang-orang di luar Tuhan. 

Sahabat, berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, coba ceritakan secara singkat pergumulanmu ketika kamu tahu ada temanmu  yang hidupnya tidak lurus dan tidak bersih, tapi justru  perjalanan hidupnya nampak begitu mulus, berhasil dan berkelimpahan.  Selamat sejenak merenung. Tuhan menolong, melindungi, dan memberkati. (pg)

Renungan Lainnya