Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Semoga kita bisa mensyukuri keberadaan diri kita masing-masing. Semoga kita bisa berdamai dengan diri sendiri. Kita bisa menerima diri kita apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Kita juga bisa menerima dan memaklumi satu saat kita pasti berbuat salah.
Pengalaman hidup saya bercerita walaupun saya sudah berusaha melangkah, bertutur, dan menulis dengan hati-hati, saya masih sering berbuat salah, apa lagi setelah usia saya di atas 60 tahun. Saya jadi teringat dengan pepatah lama, “Tak ada gading yang tak retak.” Tidak ada seorang pun yang luput atau kebal terhadap kesalahan. Rasul Paulus mengingatkan.”Tidak ada yang benar, seorangpun tidak” (Roma 3:10). Tidak ada seorang pun yang sempurna. Nobody’s perfect!
Sehebat bagaimana pun seseorang, pastilah pernah melakukan kesalahan. Yang membedakan adalah tidak semua orang mau mengakui kesalahan. Mari jujur bahwa mengakui kesalahan bukanlah hal yang mudah dilakukan dan memerlukan keterbukaan serta kerendahan hati. Karena gengsi, takut ditolak atau dianggap rendah, seringkali orang tidak berani mengakui kesalahannya, malah berusaha menutupinya. Yang berjiwa besar pasti mau mengakui kesalahannya walaupun dibutuhkan suatu keberanian!
Pagi ini saya mengajak Saudara untuk membaca satu cerita yang mungkin sudah sering kita baca dan kita dengar sejak kita masih berada di Sekolah Minggu, “Perumpamaan tentang anak yang hilang.” (Lukas 15:11-32). Ada seorang anak yang melakukan kesalahan besar dalam hidupnya: meminta harta warisan dari ayahnya ketika ayahnya masih hidup, lalu menghamburkannya dengan hidup berfoya-foya sampai akhirnya melarat dan terlunta-lunta, bahkan “…ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya.” (Lukas 15:16). Karena menderita si anak segera menyadari kesalahannya dan merasakan penyesalannya. Kesadaran merupakan langkah positif menuju kesembuhan! Banyak orang pulang ke rumah setelah teringat bahwa kasih bapanya lebih besar dari pada segala kesalahannya, “Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, …” (Lukas 15:18)
Prinsip ini sangat penting: kasih Tuhan selalu lebih besar dari segala kesalahan kita. Namun ini bukanlah alasan melakukan dosa, melainkan pengharapan bahwa Tuhan tidak pernah menolak siapa pun yang datang kepada-Nya, betapa pun besar kesalahannya. Ia tidak pernah memutuskan hubungan dengan kita, justru kitalah yang seringkali menolak dan meninggalkan-Nya. Maka segeralah si bungsu bangkit dan pergi kepada bapanya dengan penuh pengharapan, “Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. …” (Lukas 15:20a)
Ingatlah! Bila kita tidak segera menyadari kesalahan dan bangkit, pemulihan takkan pernah terjadi dalam hidup kita. Tuhan mengampuni setiap dosa dan pelanggaran yang kita akui dan Dia sanggup memulihkan keadaan kita, “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba.” (Yesaya 1:18). GBU & Fam. (pg)