Konflik merupakan hal yang biasa dialami oleh manusia sepanjang hidupnya. Kadang kala di tiap interaksi manusia, konflik seperti mengintip dan ingin mengambil kesempatan untuk ikut nimbrung dan mengacaukan hubungan. Konflik adalah suatu peristiwa dimana terjadi pertentangan baik antar individu ataupun antar kelompok, yang biasanya dipicu oleh perbedaan yang dibawa dalam proses komunikasi. Tidak ada seorangpun yang menikmati konflik atau ingin selalu berkonflik, namun manusia perlu belajar menerima kenyataan bahwa konflik adalah bagian dari hidup. Saudaraku, kali ini Sejenak Merenung akan mengingatkan kembali posisi orang Kristen dalam konflik, sebagaimana tertulis dalam Matius 5:9.
Saudaraku, dalam salah satu bagian dari Khotbah di Bukit, Tuhan Yesus mengucapkan rangkaian Ucapan Bahagia yang memukau banyak orang di dunia termasuk Mahatma Gandhi, salah seorang tokoh kemerdekaan India yang beragama Hindu. Ada dua hal yang menjadi perenungan dari satu ayat singkat di atas, yaitu :
1. Damai harus diupayakan
Kata “damai” dalam Bahasa Ibrani adalah “shalom” yang berarti sesuatu yang utuh, komplit dan tidak butuh tambahan apa pun lagi. Damai punya makna yang kompleks dan solutif bagi manusia. Kalau manusia menemukan damai, maka hidupnya sudah lengkap dan utuh. Masalahnya damai itu tidak bisa datang sendiri atau otomatis hadir dalam kondisi tertentu, namun harus diundang atau diupayakan untuk hadir dan tinggal dalam kehidupan manusia. Rasul Paulus pernah mendorong jemaat Yahudi yang hidup dalam perantauan untuk mengusahakan damai dengan semua orang (Ibrani 12:14). Dorongan ini setara dengan upaya untuk mereka hidup dalam kekudusan, sebagai syarat untuk melihat kehadiran Tuhan. Artinya Rasul Paulus menyadari bahwa untuk dapat melihat kehadiran Tuhan, perlu ada upaya yang seimbang dari manusia untuk berdamai dengan orang lain dan berdamai dengan Allah. Tuhan Yesus sendiri mengatakan dalam salah satu bagian Khotbah di Bukit bahwa manusia yang akan mengadakan kontak dengan Tuhan, harus mengupayakan damai dengan sesama terlebih dahulu (Matius 5:23-24). Damai harus diupayakan, dihadirkan, diperjuangkan dan dibiasakan agar bisa merasakan kehadiran Allah.
2. Atribut anak-anak Allah untuk mereka yang mengupayakan damai.
Dunia yang penuh dosa ini dipenuhi dengan konflik dan ego manusia yang membawa dampak merusak lahir dan batin. Maka untuk menjadikan utuh kembali apa yang sudah rusak itu, dibutuhkan Kerajaan Allah yang memurnikan dan memulihkan. Siapa pun mereka yang mengupayakan kehadiran Kerajaan Allah itu, mereka adalah murid/pengikut/ anak-anak Allah. Ketika berbicara tentang anak-anak Allah, berarti juga berbicara tentang identitas dan tujuan hidup individu atau sekelompok orang. Damai dirindukan oleh setiap manusia di dunia, maka ketika damai diupayakan untuk hadir dan memulihkan semua konflik maka Kerajaan Allah akan mewujud di dalam dunia. Maka Yesus mengatakan berbahagia, karena pribadi yang mengupayakan damai adalah pribadi yang memahami tanggung jawabnya di dunia ini.
Saudaraku, setiap orang percaya Kristus adalah anak-anak Allah maka sudah menjadi kewajiban bagi setiap orang yang percaya Kristus untuk menjadi pembawa damai di mana pun dia berada. Dalam kehidupan yang penuh dengan kemungkinan berkonflik atau terseret dalam pusaran konflik, maka setiap orang percaya perlu untuk memikirkan hal ini: Bagaimana saya mengupayakan damai untuk hadir dalam situasi itu?
Salah satu mantan presiden Amerika, almarhum Ronald Reagan pernah melontarkan satu kata Mutiara: Damai itu bukan berarti tanpa konflik. Damai adalah bagaimana mengatasi konflik dengan cara damai.
Konflik bukan untuk dihindari, namun menjadi batu uji apakah kita layak disebut anak-anak Allah. Mari tetap teguh untuk mengupayakan kehadiran damai dalam kehidupan ini. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)