Saudaraku, di awal perenungan kita pada hari ini, coba kita menelaah apa yang dicatat oleh Markus: “ … mereka membawa keledai itu kepada Yesus, dan mengalasinya dengan pakaian mereka, kemudian Yesus naik ke atasnya.Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menyebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang.” (Markus 11:7-8)
Lho kok mau-maunya orang sampai menghamparkan pakaian untuk jalan? Tapi ada juga di PL, pasukan Panglima Yehu masing-masing mengambil pakaiannya dan membentangkannya di hadapan kakinya begitu saja di atas tangga, kemudian mereka meniup sangkakala serta berseru: “Yehu raja!” (2 Raja-raja 9:13).
Gereja kami saat acara HUT di Istora Senayan mengundang Gubernur Ahok untuk hadir. Saat masuk Istora Ahok didampingi Ketua Majelis berjalan gagah, hadirin sekitar 10.000an orang berdiri bertepuk tangan, dan Ahok tersenyum cerah beberapa kali melambaikan tangan ke jemaat.
Saya pernah menonton show penyanyi raja ndang-dut, yang saat masuk di stadion setidaknya sekitar 10 orang kekar membuka jalan menyibak massa yang ingin berebut bersalaman. Juga saya melihat seorang paslon presiden datang ke kampanye puluhan ribu orang, berjalan masuk stadion dengan tegap, melambaikan-lambaikan tangan, beberapa kali mengepalkan tangan, berteriak “Merdeka!”, hadirin gemuruh bertepuk tangan.
Yang keren lagi, sekitar sepuluh tahun lalu, saat Pdt Benny Hinn datang memimpin KKR di Ancol yang dihadiri lebih dari 200.000 orang, wah … datang dari Hotel Borobudur ke belakang panggung KKR dengan naik helikopter. Itulah hidup, tapi aku belum pernah melihat orang menghamparkan pakaian di jalan untuk menyambut kedatangan seorang tokoh.
Saudaraku, waktu Yesus naik keledai arak-arakan menuju Yerusalem, keledai berjalan di atas bentangan pakaian warga, dan di kanan-kiri warga melambai-lambaikan ranting-ranting hijau. Kira-kira saat itu apakah Yesus senyum-senyum bahagia, melambai-lambaikan tangan dan menyalami massa? Tidak dicatat begitu ya, malahan Yesus MENANGISI Yerusalem (Lukas 19:41).
Mengapa warga Yerusalem yang menyambut Yesus rela menghamparkan pakaiannya agar keledai yang ditunggangi berjalan lewat hamparan itu? Saat itu Yesus tidak pakai voorijder untuk membuka jalan, rakyat pasti akan berebut menyalami, berebut, malahan akan menghambat jalan ke depan. Karenanya ada pakaian-pakaian yang dihamparkan di depan pasti dimaksudkan untuk membuka jalur jalan, dan orang-orang yang ingin berebut bersalaman tidak ikutan menginjak-injak pakaian, supaya rombongan Yesus lancar jalannya dan segera masuk kota Yerusalem.
Menyambut kedatangan Yesus, bahkan menghamparkan pakain untuk membuka jalan, menunjukkan antusias yang sangat besar. Mungkin orang-orang Yahudi saat itu berpikir Yesus masuk Yerusalem, lalu akan cari panggung besar di alun-alun, berdiri di mimbar tinggi, umbar seyum dan tawa bahagia, dan di depan massa akan mengepalkan tangan ke atas, lalu meneriakkan: “Merdeka! Kita usir penjajahan Romawi hari ini!” dan mengharapkan Yesus mengadakan berbagai mukjizat, menandakan datangnya raja atau ratu adil makmur yang ditunggu-tunggu.
Saudaraku, hari ini, kira-kira bagaimana suasana hatimu saat ibadah di hari Minggu Palem? Ikutan menyambut Yesus atau ah … merasa biasa-biasa saja karena ini rutin tahunan diadakan di gereja? Kalau kita benar ingin menyambut kehadiran Yesus di hati, apakah kita jelas maksud dan tujuannya? Supaya Tuhan Yesus selalu melakukan mukjizat dan melimpahkan berkat bagi diri kita?
Jangan sampai Yesus kembali menangisi diri kita: “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu.” (Lukas 19:42)
Saudaraku, mengapa dan kapan saja kita menangis? Apakah kita lebih banyak menangis karena dan bagi diri sendiri? Saat kita merasa sakit, kehilangan, dirugikan, dan lain sebagainya?
Yesus menangis karena manusia berdosa terpisah jauh dari Bapa yang sangat mengasihi mereka. Mereka tidak juga mengerti bahwa jalan untuk kembali kepada Bapa dan kemuliaan-Nya sudah dijembatani oleh-Nya. Apakah hati kita juga menangis melihat jiwa-jiwa yang tersesat? Maukah kita terus mendoakan, memerhatikan, dan menyampaikan berita keselamatan-Nya, agar mereka tidak menangis selamanya dalam kebinasaan kekal? (Surhert).