MEMBANGUN KELUARGA KOKOH,DI TENGAH ARUS SEKULARISME

MEMBANGUN KELUARGA KOKOH,DI TENGAH ARUS SEKULARISME

Saudaraku, di tengah derasnya arus sekularisme yang melanda dunia saat ini, membangun keluarga Kristen yang kokoh menjadi tugas yang semakin menantang bagi orang Kristen. Sekularisme, dengan segala kemajuan dan kemudahannya, seringkali membawa nilai-nilai yang bertentangan dengan iman Kristen atau ajaran Alkitab.

Kita perlu memahami pola pikir sekularisme. Sekularisme adalah sebuah paham atau aliran filsafat (ideologi) yang mengarahkan manusia pada pemisahan antara unsur- unsur agama dan hal-hal dunia, seperti pemerintahan, urusan kepentingan umum. Paham atau aliran ini benar-benar sudah menjadi fenomena yang bersifat universal (umum) dan menyeluruh dan mengakibatkan pengaruh besar dalam perjalanan proses kehidupan manusia modern.

Dampaknya banyak orang Kristen hidup dalam dua “dunia”. Hari minggu penuh suasana surgawi dan di hari-hari lain hidup dalam dorongan duniawi. Di gereja orang Kristen hidup rohani namun berbeda saat di luar gereja. Kita terkadang berjumpa dengan orang Kristen yang berkata: “Ah …, itu kan kalau di gereja, udah jangan terlalu rohani lah.” Atau “Ini dunia kerja, tidak bisa dengan cara seperti itu (ajaran Alkitab), terlalu naiflah kamu, jangan sok suci.” 

Bahkan, kemajuan teknologi memberi kontribusi besar dalam pola pikir sekularisme kepada kaum muda. Pada kalangan kaum muda terjadi penurunan pada hal atau nilai-nilai rohani. Hal-hal rohani menjadi dunia yang sangat jauh di hati mereka dibanding pada teknologi. Ada kesulitan untuk mengkomunikasikan nilai-nilai Alkitab pada pikiran dan hati mereka.

Juga dampak sekularisme saat ini, orang Kristen hidup di tengah gempuran pola pikir materialisme, relativisme moral, dan individualisme yang berlebihan, kita dihadapkan pada pilihan penting setiap hari: Mengikuti arus sekularisme atau mengikuti nilai-nilai dalam kehidupan sebagai orang Kristen. 

Materialisme menjebak pada keinginan memiliki lebih banyak barang dan kekayaan. Relativisme moral mengaburkan Batasan antara benar dan salah. Individualisme mendorong kita mengejar kepentingan diri sendiri di atas kepentingan bersama, mengikis nilai-nilai kebersamaan dan solidaritas dalam keluarga. Disinilah kita sadar bahwa menghadapi sekularisme bukanlah tugas yang mudah. Dunia modern menawarkan banyak godaan supaya dapat mengalihkan perhatian orang-orang Kristen dari Tuhan.

Namun, dalam menghadapi tantangan ini, kita dapat menemukan inspirasi dari Yosua 24:15 yang berkata, “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” Kata-kata Yosua ini bukan sekadar pernyatan biasa, melainkan sebuah komitmen yang kuat. Yosua menantang kita untuk membuat pilihan yang tegas, memilih untuk beribadah kepada Tuhan di atas segalanya.

Ketika kita merenungkan bagaimana membangun keluarga yang kokoh, fondasi utamanya adalah iman kepada Tuhan. Seperti yang dinyatakan dalam Yosua 24:15, komitmen untuk melayani Tuhan harus menjadi pusat kehidupan keluarga kita. Ini berarti menanamkan nilai-nilai Kristen sejak dini kepada anak-anak kita, memastikan bahwa mereka memahami dan menghargai pentingnya iman dalam kehidupan sehari- hari. Ketika keluarga berdoa bersama, membaca Alkitab bersama, dan berdiskusi

tentang iman bersama, mereka membangun ikatan yang kuat dan pemahaman yang mendalam tentang tujuan hidup mereka.

Orangtua tidak perlu ragu untuk membangun pendidikan Kristen di tengah keluarga. Orangtua menjadi pendidik Kristen mula-mula kepada anak-anak sejak dini dan membantu mereka untuk memahami dan menginternalisasi nilai-nilai iman. Hal ini wajib menjadi pola hidup dalam keluarga Kristen. Karena itu orangtua pun perlu sadar pentingnya keberanian mereka untuk membangun akan pola hidup ini. Kesadaran sebagai orangtua tidak sempurna justru mendorong orangtua menjadi pembelajar bersama dengan anak-anak sejak dini.

Saudaraku, keterlibatan dalam komunitas gereja juga sangat penting. Bergabung dengan komunitas gereja yang aktif membantu keluarga untuk mendapatkan dukungan dan dorongan dari sesama orang percaya. Melalui persekutuan dan pelayanan bersama, keluarga dapat terus bertumbuh dalam iman dan saling menguatkan dalam menghadapi tantangan sekularisme. Gereja bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga TEMPAT untuk BERBAGI, BELAJAR, dan BERTUMBUH bersama dalam IMAN.

Dalam menghadapi arus sekularisme, kita perlu selalu ingat bahwa pilihan untuk melayani Tuhan haruslah menjadi keputusan yang bulat dan disertai dengan tindakan nyata. Sekularisme mungkin menawarkan jalan yang lebih mudah dan nyaman, tetapi sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk berjalan di jalan yang benar meskipun itu sulit. Seperti yang diingatkan dalam Yosua 24:15, “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN.” 

Saudaraku, dengan komitmen ini, kita bisa membangun keluarga yang kokoh, siap menghadapi setiap tantangan yang datang, dan menjadi saksi yang hidup bagi dunia tentang kasih dan kebenaran Tuhan.

Akhirnya, mari kita merenungkan pesan ini dalam kehidupan sehari-hari. Dalam setiap keputusan dan tindakan, mari kita selalu memilih untuk beribadah kepada Tuhan, membangun keluarga yang kuat di atas dasar iman yang kokoh, dan menghadapi arus sekularisme dengan penuh keyakinan dan keteguhan hati. Dengan demikian, kita dapat menjalani hidup yang tidak hanya berakar dalam iman, tetapi juga menjadi berkat bagi orang lain, menunjukkan kepada dunia bahwa DALAM TUHAN, KITA MENEMUKAN KEKUATAN DAN HARAPAN YANG SEJATI. (EBWR).

Renungan Lainnya