Saudaraku, titik terlemah manusia bukan pada kemiskinan atau ketimpangan melainkan saat ego yang terusik dan memicu kemarahan tak terkendali. Sejarah mencatat banyaknya kematian diakibatkan hal ini. Mari ikuti salah satu kisahnya dengan merenungkan dari Yohanes 19:1-16.
Pilatus memang licik. Ia sengaja mengulang kata yang membuat para imam Bait Suci alergi terhadap Yesus untuk membuat mereka makin marah dan brutal. Kata itu adalah “raja Yahudi”. Pilatus dengan jitu memanfaatkan orang-orang yang marah itu dan hingga pada akhirnya terlontar kalimat yang haram diucapkan oleh orang yahudi biasa sekalipun yaitu Kami tak punya raja selain Kaisar (Yohanes 19:15).
Kalimat tersebut janggal mengingat kolotnya pemikiran pemimpin agama Yahudi yang haram untuk tunduk di bawah Kaisar Romawi dan bahkan rela mati dibandingkan tunduk kepadanya. Tapi Pilatus berhasil menggoyangkan prinsip dan akal sehat mereka sehingga mereka bahkan mengatakan hal yang diharamkan oleh mereka sendiri, membelakangi prinsip suci mereka untuk hanya tunduk kepada Tuhan dan bahkan mengkhianati Taurat.
Wow … betapa lemahnya orang yang sudah dibakar kebencian dan kemarahan, saat egonya diobarak abrik oleh orang lain sehingga ia bahkan tak mampu berpikir logis dan benar. Penulis Amsal mengingatkan bahwa orang yang tak dapat menahan diri bagaikan kota yang runtuh temboknya (Amsal 25:28). Ego yang terhina menimbulkan kemarahan, menggerogoti penguasaan diri dan pada akhirnya membobol benteng kewarasan sehingga mereka menjadi lemah untuk dimanfaatkan. Kemarahan selalu membawa kelemahan.
Berhati-hatilah dengan usikan ego yang menimbulkan kemarahan yang meledak karena saat itulah manusia berada di titik terlemahnya karena ada banyak prinsip ditanggalkan, dijual dan dikhianati olehnya. Para imam Yahudi yang terkenal kuat menjaga prinsip dan independensi, terbukti telah masuk dalam jebakan Pilatus dan mengakui Kaisar sebagai raja. Daripada mengakui anak tukang kayu sebagai raja, lebih baik dikuasai kaisar. Mungkin itu cara berpikirnya.
Betapa berbahayanya kebencian dan betapa dahsyatnya daya lebur kemarahan sekaligus menunjukkan betapa lemahnya manusia yang marah sehingga ia kehilangan kekuatannya sendiri. Oleh karena itu nasihat Rasul Paulus yang mengatakan saat kemarahan menguasai, jangan sampai pada akhirnya berbuat dosa (Efesus 4:26) menunjukkan betapa lebarnya jalan kepada pelanggaran dan lemahnya manusia saat logikanya dirampas dan dikuasai oleh api amarah.
Saudaraku, logika dan prinsip menguatkan dan menyeimbangkan manusia namun KEMARAHAN bisa MENGHABISINYA dalam SEKEJAB, bahkan ia bisa mengambil Langkah yang ditolaknya sendiri dalam kondisi biasa.
Hidup bukanlah mudah, marah adalah hal yang biasa ditemui sebagai respons ketidak puasan manusia. Namun berhati-hatilah Ketika memutuskan untuk marah dan meletupkan kebencian karena saat itu adalah saat genting hilangnya logika dan terbukanya kesempatan untuk berdosa dan bahkan dikendalikan orang lain.
Saudaraku, tetaplah mohon Roh Kudus memimpin sehingga mampu MENJAGA LOGIKA KETIKA MARAH MELANDA. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)