Saudaraku, mari kita membaca dan merefleksikan Mazmur 41:2-4: “Berbahagialah orang yang memperhatikan orang lemah! TUHAN akan meluputkan dia pada waktu celaka. TUHAN akan melindungi dia dan memelihara nyawanya, sehingga ia disebut berbahagia di bumi; Engkau takkan membiarkan dia dipermainkan musuhnya! TUHAN membantu dia di ranjangnya waktu sakit; di tempat tidurnya Kaupulihkannya sama sekali dari sakitnya.”
Sebuah percakapan singkat siang kemarin saat kami menunggu obat di rumah sakit:
Kensa (K) : Ma, buku Kensa’s Adventure masih ada 4 pax ya stok nya..
Saya (S) : Iya Dik, tinggal sedikit. Sebentar lagi semua buku mungkin akan habis
K : Ok, aku mau beli juga ya.
S : Oh ya? Kenapa?
K : Ya supaya stoknya berkurang lagi. Aku mau ikut menyumbang. Nanti aku bayar dua ratus ribu.
S : Kamu punya uangnya?
K : Iya, nanti aku pakai uang yang ada di celenganku.
Lalu mendadak lidahku terasa kelu. Aku tidak tahu harus berkata atau memberi komentar apa pun. Buku Kensa’s Adventure itu kutulis dan kuterbitkan karena dia. Buku yang berisi tentang perjalanan imanku sepanjang mendampingi Kensa melawan kanker Limfoma Hodgkin. Jadi tanpa membeli pun, sesungguhnya secara otomatis dia berhak untuk memiliki buku itu.
Tapi siang itu dia memilih untuk ingin membelinya. Karena dia ingin ikut berpartisipasi di program persembahan kasih bagi penderita kanker dan penyakit kritis lainnya. Ya, ketika cita – cita untuk menerbitkan buku ini terwujud, aku memang merancangkan bahwa hasil donasi yang kuterima dari teman-teman yang ingin memiliki buku Kensa’s Adventure adalah untuk program persembahan kasih. Mungkin yang kubantu bukan nominal angka yang besar. Tapi aku percaya itu akan sedikit meringankan dan berguna.
Siang itu tanpa prolog apa pun Kensa menyatakan ingin memiliki buku itu dengan memberikan uang celengannya. Uang celengan Kensa adalah uang yang dikumpulkannya dari sisa uang saku sekolah, atau pemberian dari nenek atau kerabat. Uang yang dikumpulkannya sedikit demi sedikit. Ternyata dia dengan sangat tulus akan menyerahkannya kepadaku.
Melihat matanya yang tulus dan terlihat sangat bening siang itu, tanpa sadar mataku mulai berkaca-kaca, hatiku seperti disiram air sejuk yang mengademkan siang yang terik hari itu.
Inilah kasih yang besar. Yang ditunjukkan dan diajarkan anakku melalui pemikirannya yang sangat sederhana untuk menolong sesama. Seringkali, kita yang lebih dewasa, membuat terlalu banyak pertimbangan sebelum menolong orang lain. Menunda-nudanya sampai pada akhirnya menjadi terlambat dan urung menolong Bahkan tidak jarang, kita sangat egois, enggan menolong karena takut bahwa nanti kita akan berkekurangan.
Padahal, seperti yang Tuhan selalu ajarkan, tidak akan pernah berkekurangan orang yang bersedia berbagi dan menolong sesamanya. Ilmu matematika tidak berlaku di dalam Seni Berbagi. Jika menunggu kaya terlebih dahulu baru mau menolong dan berbagi, mungkin selamanya kita tidak akan pernah menolong dan berbagi.
Inilah kasih yang besar. Yang tidak menghitung-hitung berapa uang yang dimiliki dan berapa lama dia harus mengumpulkan uang itu. Kensa hanya ingin, salah seorang teman sesama pasien kanker, bisa membeli tiket bus atau kereta untuk menuju ke rumah sakit Kariadi dengan uang persembahan yang diberikannya. Atau supaya teman sesama pasien kanker, bisa membeli susu dan dan kue-kue karakter yang dijual di sebuah toko roti di depan rumah sakit sehingga hati mereka bisa tertawa dan berbahagia. Sesederhana itu.Selamat Bermurah Hati!
(Novi Reksanto)