KEMALINGAN (02)

KEMALINGAN (02)

Masih ingat dengan cerita Kemalingan (01)? Saudaraku, hidup terus berjalan, setiap hari Tuhan tetap menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik, dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar (Matius 5:45).

Suatu siang saat saya belanja di supermarket, tiba-tiba seseorang datang menyalamiku. “Pak Sur, masih ingat saya? Saya pak Is, yang berapa tahun lalu ada di kantor Bapak.”

Aku takjub melihat Pak Is. Dulu sebagai kepala gudang dia pasang berewok dan kumis, rambut setengah gondrong, kini tampak rapi meskipun keriput wajah tuanya kelihatan, tapi sinar wajahnya tampak berwibawa. 

“Pak, selama ini saya bersyukur kalau mengingat pernah kerja di tempat Bapak, di-PHK  gara-gara kasus si Ma dulu. Kalau tidak ada peristiwa tersebut, kehidupan saya tidak berubah,” Pak Is mengawali percakapan.

Ceritanya, saat menjadi kepala gudang Pak Is sudah Sarjana Muda Teknik dari sebuah universitas. Dia berhenti kuliah karena merasa bosan kuliah hanya itu-itu saja. Kemudian bekerja di kontraktor sebagai pengawas bangunan dan akhirnya pindah sebagai kepala gudang. Ketika di-PHK, dia sangat frustrasi, karena sekonyong-konyong kehilangan pekerjaan.

“Untung istri saya bisa menerima kondisi saya, nangis semalam, kemudian mengajak doa bersama, tapi esoknya dia bilang supaya saya bisa menyelesaikan S-1 karena kalau cari pekerjaan lebih gampang,” cerita Pak Is. 

Pak Is melanjutkan ceritanya: “Saya nurut saja. Datang ke Fakultas Teknik, ketemu Dekan. Saya tanya: Apakah bisa meneruskan kuliah hingga lulus?

Pak Dekan menjawab: “Dulu nilai SKS-mu rata-rata 3,7 tapi kenapa kok tiba-tiba berhenti kuliah? Memang kamu sudah 9 tahun meninggalkan  kuliah, tapi kalau lihat prestasimu dulu, saya bisa memberikan kesempatan ke kamu satu semester dulu, baru lihat nanti.”  

Saya pun kuliah lagi. Istri sangat mendukung, Uang belanja dihemat-hemat, bahkan dia juga jualan Pisang Goreng, Roti Soes dan lain-lain, memang cukup maju. Berdua kami bergiliran mengantarkan kue-kue. Saya kuliah sekelas dengan mahasiswa-mahasiswa yang tidak saya kenal sebelumnya. Mereka ini banyak yang anak orang kaya, datang ke kampus pakai mobil sport. Kuliahnya ya gitu-gitu saja. Saya hanya tekad lulus segera supaya bisa kerja lagi dan istri tidak terlalu ngoyo jualan roti. Syukur, nilai SKS semester itu 3,85, jadi boleh lanjut kuliah tapi tetap dihitung per semester, kalau nilai jelek ya drop-out langsung.”

Ceritanya, Pak Is selalu menuai prestasi di kampus. Skripsinya malahan dibimbing seorang dosen yang dijuluki killer, kemudian Pak Is menjadi asistennya. Ternyata dia bakat mengajar. Jadi dosen favorit. Saat lulus nilai SKS-nya masuk dalam kelompok 10 terbaik, dan ditawarin sebagai dosen oleh Pak Dekan. Pak Is mengajar beberapa tahun, menjadi dosen favorit, lalu menjadi kepala jurusan di fakultas. Upayanya semakin bagus, dapat beasiswa S-2, kemudian beasiswa S-3 di luar negeri. Pak Is memberikan kartu namanya ke saya: DR IS … Wah … Hebat!.

Lebih lanjut Pak Is bersaksi: “Saya sangat beryukur pada Tuhan yang telah menolong kami sekeluarga. Memang mulanya tidak enak,  kena PHK, tapi istri dan anak tetap mendukung saya. Firman Tuhan ya dan amin, Dia tidak membiarkan anak-Nya jatuh tergeletak. Tuhan menopang saya. Sepuluh tahun lebih saya jalani kehidupan baru di kampus, Tuhan menganugerahkan otak yang encer, jadi saya mudah sekali dalam belajar di kampus. Selain itu saya juga ada pengalaman kerja, jadi tahu kondisi orang membangun rumah dan gedung-gedung tinggi” 

Tiba-tiba aku ingat peristiwa-peristiwa kemalingan di tahun-tahun yang sudah silam. Kami saat ini tidak lagi muda,  sudah makan asam garam menjalani kehidupan. Syukur aku bisa berjumpa kembali dengan Pak Is. Coba kalau dulu dia marah-marah kepada Tuhan: Mengapa di-PHK, mengapa kerjanya bisa teledor? Syukur dia tidak tawar hati pada waktu mengalami pencobaan.  

Saudaraku, aku teringat dengan nasihat Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus: “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.” (1 Korintus 10:13) 

Belajar dari pengalaman Pak Is, aku semakin diyakinkan bahwa ketika kesesakan itu datang, janganlah hati kita menjadi tawar. Hendaknya kita tetap berpaut kepada Tuhan. Tetap tegar, jalani hidup bersama Tuhan. Teruslah berdoa dan berjuang. Lihatlah … di ujung jalan ada CAHAYA GEMILANG yang dipersiapkan oleh Tuhan. (Surhert).  

Renungan Lainnya