Saudaraku, mari kita membaca dan merefleksikan Filipi 4:12-13: “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”
Orang-orang yang melihat fotoku di atas saat berada di bandara Cochin di India ini mungkin ada yang berpikir seperti: “Wah asyik ya jalan – jalan terus”, atau “Wah kapan ya aku juga bisa sampai ke sana”, atau “Nikmatnya kerja sambil jalan – jalan”, bahkan “Wah gilaa.. kemarin baru tempat A, sekarang sudah menclok ke tempat B”. Atau malah mungkin ada yang sebaliknya, “Baru bisa ke India saja sudah bangga”, atau “Hmm gitu aja sudah dipamerin” dan kalimat-kalimat nyinyir lainnya. Yah, seperti itulah hidup. Kita menilai dan diberi penilaian. Kita membuat interpretasi dan diberi interpretasi. Kita melihat dan dilihat. Vice Versa.
Saudaraku, untuk bisa berpose manis dengan latar belakang tulisan Kerala itu, berapa besar usaha yang harus kulakukankan?
Dimulai dari jam 3.45 pagi bangun dan bersiap untuk berangkat pada jam 4.30. Perjalanan dua setengah jam untuk sampai di airport Semarang untuk mengejar pesawat 7.45 ke Jakarta. Di Jakarta, dari Terminal 3 aku dan temanku harus pindah ke Terminal 2 untuk menyambung pesawat ke Kuala Lumpur jam 12.30. Tiba di Kuala Lumpur jam 17.00, kami harus nongkrong di Kuala Lumpur International Airport selama kurang lebih 5 jam untuk melanjutkan pesawat ke Cochin.
KUL – COC yang berdurasi sekitar 4.5 jam itu menerbangkan kami sampai di sana pukul 1.00 dini hari (kalau di Indonesia berarti sudah pukul 2.30 pagi). Bisa dihitung, mulai dari bangun jam 3.45 WIB, sampai di bandara Cochin jam 2.30 pagi (atau jam 4.00 pagi WIB) hari berikutnya.
Lalu, apakah sudah selesai perjuangan? NO. Kita masih harus menempuh jarak 150 km dengan mobil yang membutuhkan waktu 3.5 jam!!! Jadi akhirnya kami tiba di hotel pukul 6.00 pagi WIB. Butuh sekitar 26 jam total waktu yang kubutuhkan di jalanan hari itu. Pada saat aku baru akan mulai membaringkan badan di tempat tidur, anak-anakku di Indonesia sudah mulai sibuk bersiap ke sekolah!
Jadi seperti itulah hidup. HIDUP itu PENUH dengan PERJUANGAN. Hidup itu tidak mudah. Tetapi Hidup itu juga adalah anugerah yang besar dari Tuhan, yang harus dikelola dengan bijaksana dan benar. Hidup adalah tentang bagaimana kita membawa dan memberi diri untuk menjadi berkat dan berdampak. Berdampak baik bagi Tuhan dan bagi sesama.
Di dalam Hidup, untuk segala sesuatu ada harga yang harus dibayar. Semakin besar penghargaan atau kepercayaan yang diterima, akan semakin besar dan mahal juga harga yang harus dibayar. Ketika sedang dipercaya untuk mengelola proyek yang besar, pasti akan ada fasilitas dan kesejahteraan yang mengikuti. Akan ada otoritas dan kekuatan yang membuat kita bisa memberi instruksi kepada orang-orang yang menjadi anak buah kita. Tapi di sisi lain, pastilah banyak waktu, tenaga dan pikiran yang harus diberikan untuk bisa mengerjakan kepercayaan besar ini. Ada stres dan tekanan yang jauh lebih besar. Ada tanggungjawab yang berat yang harus dipikul di pundak.
Demkian juga sebaliknya. Kalau maunya hanya ingin mengerjakan hal-hal yang remeh, atau bahkan maunya bermalas-malasan, pasti hasilnya pun tidak akan maksimal. Kalau sedikit-sedikit cengeng dan menyerah, ya hasilnya akan begitu-begitu saja. Biasa. Standar. Mainstream.
Seperti yang kutulis di paragraf pertama di atas, orang seringkali menilai apa pun yang mereka lihat. Itu tidak salah. Itu hak mereka. Namun, aku ingin mengingatkan kita untuk memastikan bahwa penilaian itu bukan hanya sebuah asumsi pribadi. Belajarlah terlebih dahulu untuk melihat lebih dekat dan mendengar lebih banyak sebelum memberi penilaian. Supaya penilaianmu bukanlah penilaian yang salah. Karena kalau salah, itu bisa menjadi fitnah. Kita tahu sekali, di zaman sekarang ini seringkali kebenaran justru tertimbun oleh banyaknya berita-berita viral yang belum tentu benar.
Lalu dari sisi kita sendiri, pada saat kita dinilai atau dikomentari, berbesar hatilah ketika penilaian itu mungkin sesuatu hal yang tidak benar, tidak sesuai dengan kenyataan yang kita alami atau bahkan cenderung mengarah kepada fitnah. Tetap rendah hatilah ketika penilaian itu bersifat meninggikan dan memuji kita. Jangan menjadi sombong. Kita tidak bisa mengontrol orang lain akan berkata seperti apa tentang kita. Tapi kita bisa mengendalikan hati dan sikap kita menghadapi penilaian itu. Tetaplah bersikap positif dan bijaksana.
Akhirnya, teruslah berjuang untuk hidup kita. Apakah Saudara mau dan ingin dipercaya untuk melakukan dan menerima hal – hal yang besar? Lakukan segala sesuatu dengan taat, setia dan benar. Jangan gampang menyerah, apalagi mengeluh. God will bless your ways and choices. Selamat Mengisi Hidup! Selamat BERDOA dan BERJUANG! (Novi Reksanto)