HARAPAN menjadi SUKACITA

HARAPAN menjadi SUKACITA

Sahabat, HARAPAN sama pentingnya seperti udara dan air dalam kehidupan. Kita membutuhkan pengharapan untuk dapat bertahan hidup. Bagi orang percaya, harapan jauh melebihi dari sekadar apa yang kita inginkan terjadi di masa depan. Selain itu, sesungguhnya pengharapan tidak bisa dipisahkan dengan iman kita. Karena iman adalah pondasi yang kuat bagi kita untuk terus berpengharapan kepada TUHAN. Pengharapan orang percaya adalah keyakinan dan kepastian yang kokoh, karena didasari oleh janji Allah dalam Firman-Nya. 

Seorang yang sakit membutuhkan pengharapan untuk bisa sembuh, seorang yang dalam masa sulit, membutuhkan pengharapan untuk dapat melihat bahwa ada hari esok yang lebih baik, seorang yang bangkrut membutuhkan pengharapan bahwa suatu saat ia akan kembali bangkit dari masalah ekonominya,  seorang percaya membutuhkan pengharapan bahwa kelak ia akan bersama dengan Kristus dalam kekekalan.

Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Amsal dengan topik: “HARAPAN menjadi SUKACITA.” Untuk itu Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Amsal 10:28. Sahabat, Amsal 10:1-22:16 dikenal dengan sebutan amsal-amsal Salomo, dan berisi berbagai macam dan ragam nasihat kehidupan.

Sahabat, harapan itu perlu diperjuangkan agar menjadi kenyataan, “Harapan orang benar akan menjadi sukacita, tetapi harapan orang fasik akan menjadi sia-sia.” (Amsal 10:28).  Seperti apa pengharapan orang  benar itu? Seperti apa pengharapan yang akan menjadi sukacita?

Pertama, PENGHARAPAN harus memiliki dasar. Mengapa petani mengharapkan panen? Karena petani tersebut telah menanam benih dan percaya bahwa dari benih itu bisa dihasilkan banyak hasil panen. Demikian juga setiap pengharapan kita harus mempunyai dasar, sehingga pengharapan kita bukan berdasarkan untung-untungan.

Kedua, PENGHARAPAN harus disertai dengan tindakan nyata. Petani mengharapkan panen. Itu sebabnya ia mengolah tanah dan membuatnya menjadi gembur, mengairinya dengan baik, diberi pupuk, dijaga dari hama, dan sebagainya.  

Petani tersebut harus lebih dulu bekerja keras sebelum harapannya menjadi kenyataan. Kita pun demikian, jika tanpa mau bekerja maka semua harapan kita hanya sekadar lamunan atau mimpi di siang hari bolong. 

Ketiga, PENGHARAPAN harus realistis. Memang Tuhan bisa melakukan banyak cara yang penuh keajaiban, namun hal tersebut hanya bersifat insidental. Itu sebabnya seorang petani tak mungkin mengharapkan minggu depan sudah bisa panen sementara benihnya baru ditabur hari ini. Atau mengharapkan hasil 1 ton sementara yang ditabur hanya beberapa benih saja. Tanpa kewajaran, pengharapan hanya akan berujung pada kekecewaan.

Sahabat, Salomo mengingatkan bahwa kita harus memiliki pengharapan dan mau menanti hasilnya dengan penuh kesabaran dan ketekunan, sebab jika tidak, kita tidak akan pernah melakukan satu pekerjaan dengan baik. Karena itu, teruslah berjuang agar pengharapanmu  akan menjadi sukacita.

Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:

  1. Apa yang Sahabat pahami dari Amsal 10:4?
  2. Apa yang Sahabat pahami dari Amsal 10:9?

Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Sudahkah kita hidup berhikmat, dengan menjaga kelakuan kita tetap bersih, dan jalan kita tidak berliku-liku? (pg).

Renungan Lainnya