Sahabat, pada waktu saya jadi Guru Sekolah Minggu, cerita tentang “Menara Babel” menjadi salah satu cerita favorit saya. Dengan penuh antusias saya sering menceritakannya kepada para murid.
Nimrod dan kawan-kawan ingin mendirikan sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, tapi Tuhan tidak berkenan dengan program mereka.
Lalu bagaimana dengan Bung Karno, Presiden pertama Indonesia, yang dengan suara menggelegar, mencoba menggoncang hati generasi muda bangsanya, “Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit, Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang. ” Salahkah Beliau?
Untuk lebih memahami topik tentang: “Gantungkan Cita-Citamu SETINGGI LANGIT”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Kejadian 11:1-9 dengan penekanan pada ayat 4. Sahabat, keadaan bumi dikatakan satu logat dan satu bahasa (ayat 1). Kesatuan bahasa membuat manusia dapat berkomunikasi dan berkumpul di tanah Sinear (ayat 2). Di sanalah mereka merancang untuk membangun kota yang sangat besar dan megah dengan menara menjulang sampai ke langit (ayat 4a).
Tapi Tuhan tidak berkenan dengan rencana mereka itu, maka Tuhan mengacaukan bahasa mereka sehingga mereka tidak dapat saling berkomunikasi satu sama lain (ayat 6-7) dan Allah menyerakkan mereka ke seluruh bumi (ayat 8-9).
Sahabat, mengapa Tuhan tidak berkenan dengan rencana mereka. Ini yang menjadi kuncinya, “ … dan marilah kita cari nama.” Ternyata mencari nama dapat dipahami sebagai keinginan untuk bebas, mandiri, dan tanpa kungkungan Allah. Artinya, mereka ingin menjadi “Tuhan” atas hidup sendiri. Pernyataan menara yang puncaknya sampai ke langit menunjukkan seolah-olah mereka tengah melawan Tuhan. Karena itu, sejak awal Tuhan melihat rencana mereka sebagai tindakan pemberontakan (ayat 6).
Selain itu, keinginan mereka untuk mengumpulkan dan memusatkan semua bangsa untuk tinggal di satu kota sangat bertentangan dengan rancangan Tuhan. Sejak penciptaan dunia ini, Allah telah merencanakan supaya manusia dapat memenuhi bumi. Caranya adalah dengan menyebar ke segala penjuru bumi. Karena kedegilan hati manusia, Allah turun tangan untuk mengacaubalaukan bahasa mereka. Itu sebabnya, kota itu disebut Babel, yang artinya kekacauan.
Lalu, mengapa Tuhan perlu mengacaubalaukan bahasa manusia? Tuhan sangat mengerti bahwa komunikasi merupakan hal terutama dalam kehidupan manusia. Tanpa komunikasi mustahil sebuah komunitas dapat melaksanakan rencana dan programnya dengan baik. Karena komunikasi di antara mereka terhambat, maka satu sama lain tidak dapat memahami bahasa masing-masing. Akibatnya rencana mereka pun ambyar.
Sahabat, berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
- Mengapa Tuhan tidak berkenan dengan program dari Nimrod dan kawan-kawannya? (Ayat 4 dan Yesaya 2:11).
- Menurut pemahaman Sahabat, apa yang menjadi kunci utama keberhasilan sebuah program? (Ayat 6).
Selamat sejenak merenung. Ingatlah: Kita ini tidak lebih daripada embusan nafas, tak sepantasnya menyombongkan diri! (pg)