Do not be Hasty in Choosing Leaders

Do not be Hasty in Choosing Leaders

MEMILIH PEMIMPIN. Sahabat, pada tahun 2024 di Indonesia akan ada “Pesta Demokrasi”. DPR telah  mensahkan, Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) pada 14 Februari 2024. Kesepakatan yang diambil bersama antara pemerintah dan penyelenggara pemilu tersebut, diambil pada Rapat Dengar Pendapat di Gedung Komisi II DPR, Senin, 24 Januari 2022.

Saat ini sudah ada 3 kandidat calon Presiden: Ganjar Pranowo; Prabowo Subianto; dan Anies Rasyid Baswedan.

Menjelang Pemilu, kita diterpa beragam kampanye dari para calon pemimpin negeri. Demi mendongkrak popularitas, mereka menggunakan banyak cara untuk mempromosikan diri. Tidak jarang hal itu membuat kita bingung dalam memilih. Alhasil, kita sebagai orang percaya  bisa jadi keliru memilih karena termakan kampanye atau karena ajakan untuk memilih berdasarkan kesamaan suku atau agama.

Sahabat, pemimpin adalah wakil Tuhan yang diberikan kepada umat-Nya di dunia ini. Pemimpin berasal dari Tuhan, kita harus minta tuntunan Tuhan dalam memilih seorang pemimpin sehingga tidak salah dalam memilih.

Memilih pemimpin adalah keputusan yang harus dipertimbangkan masak-masak karena membawa dampak bagi yang dipimpinnya. Karena itu jangan sembarangan memilih pemimpin. Dalam memilih pemimpin, kita memang perlu meneliti rekam jejak kehidupan sang calon. Bagaimana kebijakan yang pernah ia buat? Apakah ia dikenal sebagai pribadi yang memiliki integritas? Hal itu perlu diperhatikan karena dapat dijadikan petunjuk apakah ia layak kita pilih jadi pemimpin atau tidak.

Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Hakim-Hakim dengan topik: “Do not Be Hasty in Choosing Leaders (Jangan Gegabah dalam Memilih Pemimpin)”. Bacaan Sabda diambil dari Hakim-Hakim 9:1-6. Sahabat, Gideon, sang pahlawan Israel, seolah bersikap rendah hati tatkala secara resmi menolak permintaan rakyat agar ia menjadi raja Israel. Bahkan ia menegaskan bahwa anaknya pun tidak akan duduk menjadi raja atas mereka (Hakim-Hakim 8:22-31). Meski demikian, secara praktis Gideon bertingkah seperti raja. Namun tidak demikian
dengan Abimelekh, anak Gideon.

Sahabat, Abimelekh sangat berambisi menjadi raja. Untuk itu ia tidak segan berlaku licik dan kejam (Ayat 1). Padahal penulis kitab Hakim-hakim sedang menegaskan bahwa raja sejati adalah Tuhan. Abimelekh memberi pilihan kepada rakyat: ia atau ketujuh puluh saudaranya yang lain (Ayat 2). Saudara-saudara ibunya ternyata bersikap suportif. Mereka menggalang dukungan, termasuk dukungan dana, bagi Abimelekh. Maka didapatlah dukungan dari warga kota Sikhem dan dari orang-orang bayaran (Ayat 3-4). Selanjutnya, menghabisi ketujuh puluh saudaranya adalah langkah berikut untuk mewujudkan ambisinya (Ayat 5).

Orang Sikhem tentu mendengar kisah Abimelekh yang membunuh ketujuh puluh saudaranya, sebelum mereka menobatkan dia menjadi raja (Ayat 6). Namun tampaknya mereka tidak memusingkan hal itu karena bagi mereka, Abimelekh adalah saudara mereka (Ayat 3). Memang ibu Abimelekh, yang merupakan gundik Gideon, berasal dari Sikhem (Hakim-Hakim 8:31). Mungkin saja Abimelekh dibesarkan di Sikhem juga.

Fanatisme kedaerahan tampaknya bersuara kuat dalam hal ini. Bisa jadi, orang Sikhem berharap bahwa pelantikan Abimelekh menjadi raja akan membawa keuntungan atau manfaat tersendiri bagi mereka. Meski demikian, seharusnya mereka tidak membutakan hati terhadap kebrutalan Abimelekh.

Sahabat, memilih pemimpin adalah keputusan yang harus dipertimbangkan masak-masak karena dampak yang begitu besar bagi rakyat. Apakah orang yang tega membunuh ketujuh puluh saudaranya layak menjadi raja? Keputusan orang Sikhem yang gegabah akan dibayar mahal kemudian. Ini menjadi peringatan bagi kita untuk tidak sembarangan memilih pemimpin. Harus dilihat apakah ia berdiri di atas kebenaran.

Dalam menghadapi Pemilu pada tahun 2024, kita sebagai orang percaya tak boleh acuh tak acuh, namun harus bersikap arif. Jangan lagi terjebak pada daya pikat kampanya atau mengikuti ajakan untuk memilih pemimpin berdasarkan kepentingan partai, golongan, kesamaan agama, kesamaan suku, dan kesamaan asal daerahnya. Mari kita minta hikmah Tuhan dalam memilih pemimpin untuk negeri ini. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!

Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:

  1. Pesan apa yang Sahabat peroleh berdasarkan hasil perenunganmu?
  2. Apa yang perlu kita perhatikan dalam memilih seorang pemimpin?

Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Kita dapat mendeteksi kualitas kepemimpinan seseorang dari sikap, kebijakan, dan tindakannya. (pg).

Renungan Lainnya

EMAS