Istilah Dewa Judi makin dikenal terlebih setelah film “God of Gamblers” tahun 1989 yang dibintangi Chow Yun Fat dan Andy Lau, dan disusul beberapa seri lagi. Di kalangan adat Tionghoa, Dewa Judi jarang disebut karena lebih dikenal Dewa Rezeki atau Dewa Keberuntungan yang terkait dengan keberuntungan dan kekayaan.
Dewa kelompok rezeki ini rupanya juga menjadi banyak idaman orang di berbagai kebudayaan, antara lain seperti Dewa Hermes (mitologi Yunani), Dewi Fortuna (mitologi Romawi), tujuh dewa keberuntungan dari Japan terutama Fukurokuju, Dewi Laksmi (mitologi Hindu), Dewi Sri atau dewi padi, yang juga berarti kemakmuran, kekayaan, kesehatan, kecantikan, keberuntungan, bahkan ada Julaihud yang arcanya banyak dibuat pengrajin kayu jati dari Jepara, dan masih banyak lagi.
Di Tiongkok sendiri Dewa Rezeki ada beberapa, yakni Cai Shen (baju merah, topi dengan dua penutup seperti sayap) juga disebut Zhao Gong Ming atau Xuan Tan Zhen Jun yang dikawal Dewa Harta dari 4 penjuru: Timur, Barat, Selatan, Utara, disebut Dewa Harta dari Lima Jalan “Wu Lu Cai Shen”. Ada pula dewa Bigan (perdana Menteri zaman Dinasti Shang). Mengapa ada banyak dewa untuk sumber rezeki? Karena orang menginginkan segala yang detail untuk mendapatkan rezeki. jadi semua gambaran tentang dewata yang bisa mendatangkan rejeki dikreasikan. Sangat mungkin saja bila di zaman sekarang ada dewa Krypto, dewa Saham maupun dewa Dollar.
Berikut ini pengalaman Pak Is yang pernah bekerja bersama kami. Sebelumnya Pak Is bekerja beberapa bulan di kasino legal yang pernah dibuka di Jakarta pada zaman Gubernur DKI yang silam. Dia bercerita: Tempat kasino ini sangat mewah dan megah, ruangannya full tertutup, sinar ruangannya terang, tidak redup-redup, AC dan sirkulasi udara nyaman, toilet sangat bersih, juga disediakan ruang-ruang istirahat lengkap dengan petugas yang bisa memijat, dan ada berpuluh set makanan/minuman mewah siap selama 24 jam. Yang terutama tidak ada jam dinding atau petunjuk waktu apa pun sehingga orang lupa waktu. Sekali masuk, kalau bawa uang banyak, ya diharapkan lupa diri, lupa waktu berapa jam atau berapa hari main judi.
Saudaraku, di salah satu sudut ruangan ada altar untuk pemujaan dewa rejeki. Yang main judi suka bersembahyang di situ, tentu minta menang. Karyawan kasino doa di situ, minta ketrampilan dalam mengocok kartu. Bandar atau orang kepercayaan bandar juga bersembahyang di situ, tentu mintanya supaya bandar bisa lebih menang. Seandainya Saudara menjadi dewa rejeki di situ, pasti bingung, akan mengabulkan doa-doa yang mana, terutama doa dari pihak pemain atau dari pihak bandar?
Main judi nampaknya mudah, kalau pas hoki bisa menang taruhan dan menjadi kaya mendadak. Tapi kalau kalah, akan habis-habisan, bisa langsung kolaps atau jadi gila. Ini bukan sekadar permainan atau ketangkasan atau untung-untungan hoki, tapi juga ada dampak psikologis bagi pemain. Tuhan tidak berkenan umat-Nya untuk mendapatkan rezeki dari upaya yang singkat mendadak baik seperti dari hasil main judi, penipuan, merampok, penyelundupan, manipulasi, korupsi atau hasil-hasil kejahatan lainnya.
Saudaraku, mari kita renungan perumpamaan tentang seorang penabur yang diceritakan Tuhan Yesus di Matius 13: Waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati.
Jadi sang penabur menghadapi berbagai kondisi dalam ladang pekerjaannya, ada tempat yang subur, ada yang berbatu, ada yang mudah dicocol burung dan lain-lain, kondisi hingga problema kesuburan tanah yang menyebabkan gagal tumbuh.
Saat bekerja tentu sang penabur juga berharap dan berdoa mohon berkat dari Tuhan agar bisa mendapatkan hasil yang baik. Setelah menabur masih perlu waktu dan tenaga untuk merawat tanaman agar tumbuh bagus, bahkan di persawahan kita melihat para petani berjaga dari hama burung. Saat panen pun perlu tenaga untuk memanen, kemudian mengolah lagi hasil panen agar dapat dijual, mendapatkan harga yang baik. Semuanya ada keringat. Untuk menumbuhkan jagung perlu sekitar 100 hari, untuk menanam padi perlu 3-4 bulan tergantung kondisi tanah, tanaman kopi perlu 3-4 tahun sebelum berbuah, bahkan kalau menanam pohon duren mungkin perlu 8-10 tahun hingga duren dipanen.
Tuhan mengajarkan tentang perlunya KETEKUNAN dalam pekerjaan, karena saat menabur atau memulai usaha kita belum melihat hasil akhirnya, yang baru nampak di waktu-waktu kemudian. Entah itu berhasil, mungkin hanya biasa-biasa saja, atau malahan mungkin gagal. Firman Tuhan mengingatkan kita: “Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik.” (Pengkhotbah 11:6) dan “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” (Kolose 3:23)
Saudaraku, pekerjaan yang benar dan diberkati Tuhan bukan berasal dari rezeki tiban mendadak. Juga bukan diperoleh dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Tuhan. Bekerja dan berusahalah sesuai dengan titah Tuhan supaya kita bisa menikmati buah yang manis dari hasil kerja kita. Mari wariskan berkat Tuhan kepada anak cucu, bukan kutuk. (Surhert)