MENGOREKSI DIRI. Sahabat, mengoreksi diri atau introspeksi atau muhasabah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti peninjauan atau koreksi terhadap (perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan, dsb) diri sendiri.
Di kalangan kaum Milenial mengisi waktu luang lebih dikenal dengan istilah “me time”. Sesungguhnya me time tidak hanya bisa dilakukan dengan aktivitas yang menyenangkan, seperti menonton film atau drakor (drama Korea) saja, namun juga bisa kita manfaatkan untuk mengembangkan diri. Salah satu cara yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kualitas diri agar bisa menjadi seorang individu yang lebih baik lagi yaitu dengan mengoreksi diri.
Mengoreksi diri merupakan sebuah kegiatan untuk mengevaluasi atau mengamati apa saja yang sudah kita lakukan selama beberapa waktu ke belakang, baik dalam hal positif maupun negatif. Selain bisa membantu untuk mengembangkan diri dengan melakukan perbaikan atas hal-hal kurang baik yang pernah dilakukan sebelumnya, mengoreksi diri sendiri juga akan memberikan berbagai manfaat lain.
Kita jadi bisa lebih mengenal dan menghargai diri sendiri, lebih bijak dalam menyelesaikan masalah, mengurangi kecemasan, meningkatkan kepercayaan diri, memiliki kehidupan yang lebih baik dengan mengontrol diri, dan lain-lain.
Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Hakim-Hakim dengan topik: “Correcting Our Lives (Mengoreksi Hidup Kita)”. Bacaan Sabda diambil dari Hakim-Hakim 6:1-40. Sahabat, memang tidak selamanya hal buruk terjadi selalu akibat dari perbuatan dosa. Namun tidak dapat disangkal, kadang kala kesesakan datang karena akibat perbuatan kita yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Oleh sebab itu, dalam keadaan lancar maupun tersendat penting bagi kita untuk senantiasa mengoreksi diri.
Sayangnya, kesadaran untuk mengoreksi diri dan bertobat tidak dimiliki oleh bangsa Israel. Mereka memang datang kepada Tuhan ketika ditekan oleh bangsa Midian. Mereka juga berteriak meminta pertolongan dari Tuhan (Ayat 6). Namun dalam menjalani keseharian, mereka tetap berbuat dosa. Mereka mempraktikkan penyembahan berhala sebagai rutinitas. Hal tersebut terlihat dari tiang-tiang berhala dan patung Baal masih ada di tengah mereka.
Sahabat, situasi seperti itulah yang terjadi dalam kehidupan Gideon. Ia tinggal di tengah-tengah bangsa dengan kualitas spiritualitas yang minim. Jadi, tidak mengherankan jika ia tidak mudah percaya pada perkataan malaikat Tuhan. Bahkan, ia sempat bersungut-sungut, “… jika Tuhan menyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami? …” (Ayat 13) .
Sering kali, kita juga bersikap sama seperti Gideon dan bangsa Israel. Ketika kesulitan datang, kita dengan mudahnya menyalahkan Tuhan, keadaan, dan orang lain. Kita mengeluh tetapi lupa mengoreksi diri. Sikap demikian tentunya tidak akan membawa kita pada penyelesaian masalah. Sebaliknya, kita menjadi semakin jauh dari Tuhan.
Sahabat, ketika kehidupan kita lancar, jangan lupa bersyukur dan tetap mendekat kepada Tuhan. Kala masalah menghampiri, sebaiknya kita jangan buru-buru mengeluh, apalagi menyalahkan Tuhan, keadaan, dan orang lain. Sebaiknya, mari kita segera datang kepada Tuhan dan mengoreksi diri di hadapan-Nya. Kalau ada kesalahan dan dosa, mari kita mengakuinya dan memohon pengampunan-Nya. Setelah itu, kita berdoa memohon tuntunan-Nya untuk memulihkan hidup kita.
Mulai sekarang, mari kita mengoreksi hidup kita terus-menerus agar diperkenan-Nya. Kita mohon pengampunan-Nya dan kita mesti memperbaiki kesalahan. Haleluya! Tuhan itu baik. Bersyukurlah!
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
- Pesan apa yang sahabat peroleh dari hasil perenunganmu?
- Apa yang Sahabat pahami dari ayat 15?
Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Jangan hanya melihat kekurangan dan kelemahan kita, mari kita respons panggilan Tuhan dengan penuh keyakinan bahwa Ia akan melengkapi dan memampukan kita. (pg).