Christ for all, all for Christ

Christ for all, all for Christ

Saudaraku, aku kurang ingat secara pasti kapan orangtua kami mengenal Om Andreas Christanday. Belakangan aku tahu ternyata Om Andreas adalah adik kandung Pdt Charles Christano, Gembala Jemaat GKMI Kudus. Om Andreas alumni dari Institut Injil Indonesia (STT “I3”) Batu Malang. Kemudian Om Andreas sempat melanjutkan studi ke STT “Baptis” Simongan, Semarang. 

Setelah lulus dari STT “I3” Om Andreas melayani di GKMI Kudus dan sudah ditahbiskan sebagai Guru Injil (GI). Tetapi pangggilannya untuk menginjil melalui satu yayasan yang bersifat mandiri dan interdenominasi semakin menguat, maka dia kemudian meninggalkan pelayanannya di GKMI Kudus. Dengan dukungan beberapa orang temannya, pada tanggal 3 Mei 1972 Om Andreas mendirikan Yayasan Christopherus.

Aku sering melihat Om Andreas mengendarai VW Combi warna kuning dengan tulisan “Kristus Jawabnya” di bagian belakang mobil. Itulah satu-satunya mobil VW Combi yang berwarna kuning di Semarang. Dia bercerita kepada kami, penginjilan yang dia lakukan melalui khotbah (KKR), pelayanan musik (Vokal Grup, kadang band), dan pemutaran film.

Christopherus  sering putar film di desa-desa sekitrar Semarang,Kudus, Jepara, Demak, dan Pati,  dengan memakai proyektor Sekonic dan film-film rohani Kristen produk dari luar negeri, kadang ada terjemahannya, kadang tidak.  Ya zaman itu masyarakat umum memang tahunya film “Beranak Dalam Kubur”,  “Satria Bergitar”, dan film-film Kung Fu produk dari Hong Kong,  yang mesti ditonton di bioskop dengan membayar karcis, maka mereka sangat antusias melihat tontonan film gratis di lapangan.

Proyektor dipasang di atas kap mobil VW Combi,  layarnya kain seprei yang diikat bambu atau batang pohon. Ada  speaker yang dipakai untuk pengeras suara. Pemasangan properti sejak jam 3-4 sore, dikerjakan oleh  Ko Hok Djoen, yang rambutnya agak gondrong. Ko Djoen dibantu oleh beberapa orang teman. 

Biasanya selewat maghrib film mulai diputar. Sebelumnya  ada pengantar pendek dari film yang akan diputar. Nah masyarakat yang datang menonton bisa ratusan, sering dari desa lain ikutan datang, lapangan jadi meriah karena banyak angkringan yang menawarkan berbagai makanan, terutama bakso. Sekitar jam 9 malam acara selesai, dan selanjutnya diharapkan ada gereja di daerah situ yang mau menindak lanjutinya.

Saudaraku, karena Papa usahanya membuat sirup, pernah aku mengirimkan 1 krat sirup ke rumah Om Andreas di Pringgading Utara untuk digunakan dalam pelayanan di Mranggen. Ceritanya saat putar film disiapkan 1 drum besar dengan kran di bagian bawahnya untuk air minum, diisi air hampir penuh dan kira-kira ¼ blok es batu, sirup rasa jeruk dituang ke dalamnya. 

Tim dari Christopherus dan anggota panitia setempat minum es sirup, pakai gelas plastik atau gelas kaleng. Zaman itu belum ada air botolan Aqua. Es setrup jadi favorit, hingga beberapa kali drum ditambah air dan es batu, bahkan botol sirup yang masih ada sirupnya juga diisi air es dibawa pulang oleh beberapa penduduk.

Oh ya, karena Om Andreas sering pelayanan ke luar, maka kemana-mana dia sering membawa gitar. Juga saat beliau diundang khotbah ke Kelas Remaja maupun Komisi Pemuda di gereja kami, dia datang dengan gitarnya dan tim musik, menyampaikan khotbah dan puji-pujian. Nah ini, saat itu umumnya gereja tradisional alat musiknya memakai piano, maka kedatangan tim musik yang membawa gitar sering ditafsirkan mewakili denominasi gereja tertentu.

Kemudian ada pelayanan Panti Asuhan Christopherus yang berlokasi di jalan  Karang Rejo Timur, jadi dari jalan Teuku Umar ke arah tanjakan Gombel belok ke kanan dan jalannya turun cukup tajam. Aku beberapa kali bersama Mama ke situ untuk membawakan beras atau sirup. Anak-anak panti sekitar 20-an orang ramai-ramai menggotong bahan makanan dari mobil, dan sepulangnya merupakan tantangan nyopir, karena jalan menanjak dari panti ke arah Teuku Umar, pakai mobil dengan kopling manual dan gigi satu mesin tidak boleh mati.

Juga sebelum tahun 1980-an Christopherus punya pelayanan semacam sisterhood. Aku kurang paham pelayanan ini, tapi kemudian Yayasan Christopherus membuka pelayanan di pedalaman Kalimantan Tengah, yakni di Tumbang Marikoi. Untuk mencapai lokasi ini mesti menyusuri sungai Kahayan selama 4 hari. Pelayanan di sini berupa klinik pengobatan, dan pendidikan bagi warga masyarakat . Pelayanan ini  oleh beberapa orang Suster dari “Christustraeger” Jerman. Kita bisa membaca secara lengkap pelayanan mereka di buku “Cahaya Dalam Hutan Rimba” yang diterbitkan oleh Yayasan Christopherus pada tahun 2023.

Saudaraku, setelah keluarga kami pindah ke Jakarta, aku tidak mengikuti lagi perkembangan aktivitas Yayasan Christopherus. Tahun ini Yayasan Christopherus sudah berusia 52 tahun. Selama 52 tahun lebih Christopherus tetap setia dengan visinya yaitu mengabarkan Injil ke seluruh dunia.

Aku paling terkesan dengan motonya: “Christ for all, all for Christ” (Kristus untuk semua, semua untuk Kristus) yang diambil dari 2 Korintus 5:14-15. KRISTUS UNTUK SEMUA mendorong kita untuk selalu mengingat,  semangat dan setia mengabarkan Injil di mana pun kita ditempatkan Tuhan. Sedangkan semua untuk Kristus akan selalu mengingatkan kita untuk mengerjakan segala sesuatu dengan sepenuh hati dan memberikan segala sesuatu yang terbaik, karena SEMUA UNTUK KRISTUS. Bagaimana dengan kita sebagai Pendukung Christopherus? (Surhert).

Renungan Lainnya