EL- ROI : ALLAH MELIHAT INDONESIA (sebuah renungan sederhana untuk memperingati HUT RI ke 80)

Saudaraku, nama El-Roi memiliki kisah yang menarik.  Sebutan El-Roi hanya tertulis satu kali saja di Alkitab dan disebutkan oleh seorang yang hidup dalam kondisi memiliki tiga minor : perempuan, budak dan orang asing.  Mari merenungkan Kejadian 16:7-14. Siapa orang yang memiliki tiga minor itu?  Namanya Hagar, budak Sarai yang berasal dari Mesir.  Statusnya membuat dia menjadi orang yang paling tidak merdeka, bahkan untuk mengatur tubuhnya sendiri.  Hagar dalam situasi hamil dan tertekan saat ia melarikan diri dari persekusi Sarai, tuannya.  Dalam keadaan tanpa harapan, Hagar bertemu dengan Malaikat Tuhan yang meneguhkan dia untuk kembali dan menjalani hidupnya yang penuh kesulitan dalam kondisi hamil.  Kejadian 16:9 mengatakan,“Kembalilah kepada nyonyamu, biarkanlah engkau ditindas di bawah kekuasaannya.”  Mengapa Tuhan tak melepaskan Hagar dari status budaknya dan membiarkan dia merasakan kemerdekaan?  Mengapa Tuhan memintanya pulang dan menanggung konsekuensi pelariannya padahal Hagar sedang hamil? Karena Tuhan memiliki rencana besar dalam hidup seorang Hagar, yaitu : Hagar memilih taat dan di situlah ia mengalami kemerdekaan sejati dan ia dengan takjub mengatakan bahwa ia melihat El-Roi (Allah yang melihat dan merasakan penderitaannya).  Kemerdekaan Hagar bukan kemerdekaan status, namun kemerdekaan menerima hidup karena mempercayai janji Allah akan masa depannya. 80 tahun Indonesia telah merdeka dan tak dipungkiri bahwa bangsa Indonesia masih terus berjuang dengan keras.  Tak hanya berjuang untuk memulihkan ekonomi namun juga berjuang untuk menyatukan perbedaan hingga tak jarang rasa lelah melanda hingga muncul tagar Kabur Aja Dulu sebagai respon rasa frustrasi.  Namun mari memandang dengan mata seperti Hagar memandang Malaikat Tuhan dan mempercayai janji-janji Tuhan dalam perjuangan hidup kita.  Allah melihat perjuangan kita, sebagaimana Mazmur 33:18 mengatakan,”Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang yang takut akan Dia, pada orang-orang yang berharap pada kasih setia-Nya.”  Alih-alih lari dari kenyataan, mari belajar untuk menerima keadaan dan kembali ke arena perjuangan bersama saudara sebangsa  dengan hati kuat karena janji pemeliharaan Tuhan.  Percayalah bahwa Indonesia akan menjadi bangsa yang kuat dan berdaulat  bila rakyat bersatu berjuang untuk kepentingan bersama.  Mari pandang Dia, Allah yang melihat dan merasakan kesulitan kita dan teruslah berjuang bersama-Nya. Selamat bertumbuh dewasa.  Tuhan memberkati Indonesia.  (Ag)

LUKA HATI YANG MELUKAI

Saudaraku, ada banyak alasan seseorang ‘melukai’ orang lain, baik secara verbal maupun fisik.  Salah satu penyebabnya adalah luka hati yang belum tersembuhkan.  Mari kita belajar dari kehidupan seorang perempuan yang terluka dengan membaca Kejadian 16 : 1-6. Sarai digambarkan sebagai seorang perempuan yang cantik dan kecantikannya telah membius Abimelekh dan Firaun sehingga para penguasa ini patah hati dan mengusir Abram dan Sarai dari wilayah mereka.  Walau Sarai sudah lama menjadi pusat perhatian para lelaki, namun diam-diam Sarai menanggung luka hati karena ia belum mampu memberikan keturunan untuk Abram.  Karena saat itu anak adalah ukuran berkat Tuhan dan jaminan kelanggengan keluarga, maka tidak heran betapa terlukanya Sarai menghadapi kenyataan bahwa dia belum bisa memberi seorang putra mahkota untuk Abram. Sarai terikat dan tenggelam dalam luka hati itu sehingga ia pesimis dengan janji Tuhan (Kejadian 18:13) dan dengan caranya sendiri ia melakukan berbagai cara untuk merdeka dari luka hatinya (Kejadian 16:3).  Sayangnya upaya Sarai untuk merdeka dari lukanya malah menjadi bumerang baginya. Kehamilan dan sikap arogan budaknya yang sengaja diberikan kepada Abram, sungguh memperdalam luka Sarai sehingga ia menggunakan kekuasaannya untuk mempersekusi sang budak hingga lari dari rumahnya (Kejadian 16:6).  Sarai belum merdeka, esame melukai orang yang lebih lemah. Salah satu ciri seorang yang merdeka adalah kemampuannya untuk berbesar hati menerima segala luka yang dimiliki.  Menerima luka bukan berarti terbelenggu dengan luka itu, melainkan kesediaan menerima kerapuhan dirinya  dan menyadari kebutuhan akan anugerah Tuhan yang mengisi ruang kosong yang ditimbulkannya.  Menerima kerapuhan berarti memberi ruang kepada Tuhan yang pernah menjalani jalan penderitaan.  Menerima kerapuhan dan mengisi ruang kosongnya dengan kasih Allah adalah kemerdekaan sejati karena lukanya sudah disembuhkan oleh cinta Allah yang pernah menempuh jalan kerapuhan untuk memberi anugerah bagi manusia.  Mazmur 147 : 3 mengatakan,”Tuhan menyembuhkan orang yang patah hati, dan membalut luka-luka mereka.” Ketika kita sudah merdeka, maka tak lagi ada keinginan untuk melukai, apalagi mengalihkan rasa sakit kepada sesama yang lebih lemah.   Sudahkah kita merdeka dari luka hati kita? Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)

KASIH SETIA TUHAN ATAS BANGSA-BANGSA : TUHAN PERISAIKU

Allan Boesak adalah seorang pendeta dan teolog Afrika Selatan yang dikenal sebagai tokoh penting dalam perjuangan melawan apartheid. Ia memadukan iman Kristen dengan semangat pembebasan sosial melalui teologi pembebasan. Selain pelayanan rohani, Boesak aktif memperjuangkan keadilan dan hak asasi manusia. Integritas dan keberaniannya dalam menghadapi ketidakadilan menjadikannya teladan bagi banyak orang di dunia.  Dalam perjuangan dan tantangan tersebut, kasih setia Tuhan sebagai perisai menjadi kekuatan utama yang menopang dan melindungi bangsa-bangsa yang teraniaya, menguatkan iman dan harapan untuk masa depan yang lebih baik. Dalam Kejadian 15:1 mencatat Firman Tuhan kepada Abram, “Jangan takut, Aku adalah perisaimu, pembalut tangan kananmu yang perkasa.” Tuhan menempatkan diri-Nya bukan sekadar sebagai Pelindung, tetapi sebagai Pemulih yang aktif dan personal. Dalam budaya Timur Tengah kuno, tangan kanan melambangkan kekuatan dan otoritas; Tuhan menyebut diri-Nya “pembalut tangan kanan” yang berarti Ia bukan hanya perisai yang pasif menangkis serangan, tetapi juga menyembuhkan, memperkuat, dan menghidupkan kembali yang terluka. Kasih setia Tuhan di sini hadir bukan hanya dalam proteksi, tetapi dalam proses transformasi: membungkus luka-luka trauma bangsa yang tertindas, menguatkan keberanian yang hampir pudar, dan menyulut harapan yang kadang terselip di balik ketakutan. Tuhan tidak menjanjikan hidup tanpa bahaya, tetapi tangan-Nya yang perkasa itu menyertai dan mengubahkan ketakutan menjadi kekuatan.  Kasih setia Tuhan atas bangsa bukan hanya warisan sejarah atau janji kosong, melainkan intervensi aktif yang menggerakkan hati manusia dan membalikkan arah sejarah. Setiap kali ketakutan mencoba menguasai, suara Tuhan ini hadir untuk menyalakan kembali nyala iman yang hampir padam, menjadi api yang tak bisa dipadamkan oleh ketidakadilan atau penindasan. Kasih setia Tuhan menjadi perisai abadi yang membentuk keberanian dan menjaga masa depan bangsa.(sTy)

KASIH SETIA TUHAN ATAS BANGSA-BANGSA : MENGANGKAT PANDANGAN

Reverend Boiketlo T. Ngwako merupakan salah satu pendeta perempuan pertama yang ditahbiskan di Revelation Blessed Peace Church (RBPC), sebuah Gereja Independen di Botswana.  Gereja ini sejak lama dipimpin secara tradisional oleh laki-laki.   Meski demikian Boiketlo Ngwako dilibatkan secara aktif dalam pelayanan penyembuhan, berkhotbah, menyanyi, dan memberi kesaksian sehingga hal  ini mendorong keterlibatan perempuan dan generasi muda untuk terlibat dalam pelayanan gereja sekaligus menavigasi tantangan budaya dan doktrin setempat.  Boiketlo Ngwako berhasil menerobos dinding pembatas pelayanan karena campur tangan Tuhan saat ia mengarahkan pandangannya kepada Tuhan, Sang Kepala Gereja. Kitab Kejadian mencatat bahwa Abram pernah disuruh keluar dari kemah dan ia diminta memandang ke langit untuk meninggalkan titik pandang lama yang terkungkung oleh tenda. Ketika keluar dari tenda, Abram melihat luasnya langit, sesuatu yang mustahil ditangkap oleh batas hitungan manusia. Tuhan sedang melatih imannya agar melihat janji lebih besar dari kenyataan. Tertulis begini,”Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.” Maka firman-Nya kepadanya: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” (Kejadian 15:5). Dalam gelap malam, Abram mendapati bintang-bintang justru terlihat paling terang dan ini mengisyaratkan bahwa janji Allah sering kali bersinar di tengah situasi paling kelam.   Perintah “lihatlah!” merupakan undangan untuk memindahkan fokus dari rasa tidak mampu menuju kebesaran Allah. Abram tidak hanya menerima janji keturunan, tetapi mandat untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Mengangkat pandangan berarti percaya bahwa rencana Allah sudah pasti, meski langkah awal masih tampak kosong. Janji-Nya bukan sekadar kata-kata, tetapi realitas yang menanti untuk digenapi.  Ingatlah bahwa pandangan yang terarah pada Tuhan membuat tembok pembatas berubah menjadi pintu penggenapan janji.(sTy)

KASIH SETIA TUHAN ATAS BANGSA-BANGSA

Cuthbert Motsepe lahir dan melayani di Afrika Selatan pada masa transisi sosial yang sulit, ketika bangsa itu berjuang keluar dari era apartheid yang memecah-belah. Motsepe bukan hanya seorang pendeta, tetapi pejuang damai yang membawa pengharapan dan tindakan nyata. Karena ia percaya bahwa hanya kasih setia Tuhan saja yang mampu menyatukan bangsa itu, maka ia mengorganisasi komunitas lintas ras dan mengajarkan bahwa bangsa bukan sekadar identitas etnis atau politik melainkan keluarga besar yang dipanggil hidup di bawah perlindungan Tuhan.  Hidup Motsepe merupakan saksi bagaimana bangsa yang lemah dan terpecah bisa menjadi “pusaka” yang berharga di tangan Tuhan. Mazmur 33:12 mengatakan ,” Berbahagialah bangsa yang mengakui TUHAN sebagai Allahnya, berbahagialah umat yang dipilih-Nya menjadi milik-Nya!” yang mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati hanya berasal dari Tuhan.   Di dunia ini banyak “allah” yang menjanjikan kenikmatan dan kebahagiaan, yaitu: kekayaan, kekuasaan, kesenangan, bahkan ideologi. Namun semua itu tidak mampu mengisi kekosongan jiwa yang hakiki karena hanya Allah, Tuhan Yang Esa, yang sanggup menjamin kebahagiaan sejati dan kekal. Kebahagiaan sejati bukan karena kita dipilih oleh penguasa dunia yang hanya bisa melakukan propaganda dengan seribu janji manis namun kosong, tetapi karena kita dipilih oleh Tuhan yang menjadi Allah kita. Saat Tuhan tersenyum kepada kita, Ia curahkan kasih setia-Nya. Saat kita terluka, Tuhan datang membalut yang lara.  Mengapa demikian? Karena kita ini pusaka kepunyaan-Nya. Menjadi pusaka Tuhan bukan berarti hanya mendapat perlindungan, tetapi juga menjadi objek kasih yang dirawat dengan sungguh-sungguh. Tuhan tidak sekadar memakai kita, tetapi memelihara dan menjadikan kita kesayangan-Nya yang unik dan tak tergantikan. Menjadi pusaka-Nya, juga berarti kita dipanggil untuk hidup dalam ketaatan dan kesetiaan, inilah rahasia kasih setia Tuhan yang terus mengalir dan mewujud dalam kehidupan nyata.  Ingatlah bahwa bangsa yang sejati berakar pada kasih setia Tuhan, bukan pada kekuatan duniawi. (sTy)

BERHARGA DAN MULIA :MENGHIDUPI TUJUAN ILAHI

Keanu Reeves (pemeran film “John Wick”) adalah salah satu aktor terkenal Hollywood  yang dikenal bukan hanya karena bakatnya, tetapi juga karena kebaikan dan kerendahan hatinya. Di balik kesuksesannya, Keanu mengalami banyak penderitaan karena kehilangan orang-orang terdekatnya, yaitu sahabatnya (aktor River Phoenix) yang meninggal karena overdosis obat terlarang,  kekasihnya (aktris Jennifer Syme) yang tewas dalam tragedi kecelakaan dan kehilangan anaknya yang meninggal sebelum kekasihnya mengalami kecelakaan. Namun, Keanu tetap menjalani hidup dengan penuh syukur dan selalu berusaha menolong orang lain. Keanu sering membagikan hartanya untuk amal tanpa mencari perhatian publik, ini menunjukkan bahwa ia tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk membawa kebaikan bagi orang lain. Dalam 1 Petrus 2:9 yang mengatakan, “Tetapi kamu adalah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.“, orang percaya diingatkan bahwa mereka adalah orang yang dipilih oleh Tuhan untuk hidup sebagai bangsa yang kudus dan menjadi terang di dunia. Keanu mungkin tidak menyatakan dirinya sebagai figur religius, tetapi sikap hidupnya mengajarkan nilai yang berharga dan mulia: hidup untuk membawa terang bagi orang lain. Maka bagi orang yang percaya kepada Tuhan, seharusnya kehidupan mereka juga berdampak karena anugerah Kristus. Umat Tuhan dipanggil untuk memberitakan kebesaran Tuhan yang telah membawa kita keluar dari kegelapan menuju terang-Nya.  Tuhan memiliki rencana yang mulia bagi setiap orang yang percaya kepadaNya, apapun keadaannya. Ketika mereka menyerahkan hidup kepada-Nya, Dia dapat memakai anak-anakNya menjadi saluran kasih dan berkat-Nya bagi dunia.  Setiap orang memiliki perjalanan hidup yang unik. Hidup menjadi mulia ketika manusia memilih untuk hidup sesuai dengan panggilan Tuhan karena hidup yang berguna itu seperti lampu, menyinari dan membawa terang bagi sesama. (sTy)

BERHARGA DAN MULIA : DALAM PELUKAN KASIH ALLAH

Harland Sanders (pendiri Kentucky Fried Chicken) merupakan salah satu bukti bahwa Allah bisa memulihkan hidup di tengah keputusasaan. Di usia 65 tahun, ia merasa hidupnya gagal. Sanders telah kehilangan pekerjaannya dan hanya memiliki sedikit uang. Walaupun ia berulang kali ditolak ketika mencoba menawarkan resep ayam gorengnya namun ia tidak menyerah. Setelah lebih dari seribu kali penolakan, akhirnya ada orang yang mau menerima resepnya dan kisah suksesnya dimulai. Mungkin kita sering merasa seperti Sanders: merasa terbuang, ditolak, dan tidak dihargai. Namun, firman Tuhan dalam Yesaya 43:1-2 mengatakan, “Tetapi sekarang, beginilah firman TUHAN yang menciptakan engkau, hai Yakub, yang membentuk engkau, hai Israel: Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku. Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, dan apabila engkau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau.” .  Ayat ini merupakan pengingat bahwa setiap manusia berharga di mata Allah. Dia tidak pernah meninggalkan umat Nya dalam keadaan sekelam apapun.  Tuhan telah menebus umatNya, memanggil dengan nama mereka, dan menjamin penyertaan-Nya ketika mereka melewati sungai dan api kehidupan.   Seperti Harland Sanders yang memilih untuk tidak menyerah, maka kita  juga dapat terus melangkah dengan iman karena kita tahu bahwa Allah selalu beserta dengan umatNya.  Di tengah badai kehidupan  seburuk apapun, kita tetap berharga dan mulia di mata-Nya.  Allah Pencipta tidak akan pernah meninggalkan kita sendirian. Ketika dunia menolak kita, Dia tetap memanggil kita dengan nama kita sendiri, menegaskan bahwa kita adalah milikNya. Marilah kita terus percaya bahwa hidup kita berharga dan mulia di mata Tuhan, dalam segala situasinya.  Ingatlah sebuah kalimat bijak: “Manungsa ora bakal kajiret dening kahanan, yen tansah percaya marang Gusti kang ora nate nilar. ”  (Manusia tidak akan terjerat oleh keadaan jika selalu percaya pada Tuhan yang tidak pernah meninggalkan.). (sTy)

BERHARGA DAN MULIA :DIPILIH MENJADI TERANG

Kisah nyata yang menginspirasi datang dari seorang wanita bernama Malala Yousafzai  yang dibesarkan di pedalaman Pakistan. Malala berjuang untuk terus bersekolah dan mendapatkan pendidikan bagi anak-anak perempuan lain sehingga ia  berhadapan dengan para ekstremis. Pada usia yang sangat muda, ia ditembak di kepala oleh para penyerang karena berbicara tentang hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Alih-alih meninggal Malala justru bertahan hidup dan semakin bersinar, dikenal di seluruh dunia. Ia tidak membiarkan kegelapan menghentikan misinya. Kini, Malala merupakan simbol perjuangan hak asasi manusia dan pendidikan, yang diakui dunia sebagai terang yang menerangi jalan hidup bagi banyak orang. Melalui kisah Malala, umat Tuhan diingatkan bahwa meskipun merekamerasa rapuh atau tidak berdaya tetapi mereka dipilih untuk menjadi terang dunia.  Sebagaimana Matius 5:14-16 berkata, “Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.  Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.  Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” , maka kita diutus untuk menjadi terang dunia karena kita adalah ciptaan yang berharga dan mulia di mata Tuhan. Tuhan melihat potensi besar yang Ia tempatkan dalam diri kita lebih dari kelemahan kita. Dengan kasih dan kuasa-Nya, Tuhan memberi umatNya kekuatan untuk menerangi dunia melalui kesaksian hidup mereka yang memuliakan-Nya. Tugas menjadi terang dunia merupakan kehormatan ilahi, sebuah panggilan untuk berdiri teguh dalam iman dan membagikan kasih-Nya dengan penuh keyakinan di setiap langkah hidup orang yang percaya kepadaNya. Menjadi terang berarti tidak hanya menunjukkan jalan yang benar melalui kata-kata, tetapi juga melalui tindakan nyata. Tuhan tidak meminta kita untuk menjadi sempurna.  Cukup dengan tetap setia dan bersedia menjadi terang Kristus saja, itu sudah menyenangkan hatiNya . Di tengah kegelapan dunia, terang akan memancar dari setiap tindakan kebaikan, setiap kata yang penuh kasih yang disampaikan oleh orang percaya. Mari kita berkomitmen untuk tidak menyembunyikan terang itu, tetapi untuk membiarkannya bersinar terang dan menjadi berkat bagi banyak orang. Jangan takut untuk bersinar terang, karena dunia membutuhkan cahaya dari hati yang penuh kasih.(sTy)

BERHARGA DAN MULIA:SEGAMBAR DENGAN ALLAH

Nick Vujicic merupakan seorang pria yang lahir tanpa tangan dan kaki karena kondisi langka yang disebut tetra-amelia syndrome. Meski demikian, ia tumbuh menjadi seorang motivator internasional yang menginspirasi jutaan orang. Dalam pergumulannya, Nick sempat merasa putus asa dan bertanya-tanya apakah hidupnya berarti? Namun, ia menyadari bahwa dirinya merupakan ciptaan Tuhan yang berharga, mulia karena segambar dengan Allah. Kesadaran ini menjadi kekuatan baginya untuk menerima diri, memuliakan Tuhan, dan membantu banyak orang menemukan makna hidup mereka. Mazmur 139 mengingatkan kita bahwa Allah menciptakan setiap manusia dengan keunikan yang ajaib, “sebab engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku.  Aku bersyukur kepadaMu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib, ajaib apa yang kau buat dan jiwaku benar-benar menyadarinya.” (Mazmur 139:13-14).  Tuhan membentuk kita dengan tangan-Nya sendiri, menenun setiap bagian tubuh kita, dan merancang hidup kita dengan maksud yang indah. Ketika merasa kecil atau tidak cukup baik, ingatlah bahwa nilai kita tidak ditentukan oleh kondisi, kekurangan, atau penilaian manusia. Allah telah memberikan segalanya untuk menunjukkan betapa berharganya kita. Bahkan, kelemahan kita sering kali menjadi pintu masuk untuk kemuliaan Allah bersinar lebih terang. Seperti Nick Vujicic, kita mungkin menghadapi kelemahan, tetapi itu tidak mengurangi nilai diri kita di mata Tuhan. Setiap detail dalam hidup kita memiliki tujuan ilahi. Allah ingin kita menyadari betapa besar kasih-Nya dan bagaimana kita bisa memancarkan karakter-Nya melalui diri kita yang segambar dengan-Nya kepada dunia.  Hidup ini penuh dengan tantangan, tetapi nilai diri kita tidak pernah ditentukan oleh pandangan dunia. Karena kita diciptakan secara ajaib, berharga dan mulia oleh Allah yang mencintai kita tanpa syarat. Dia melihat kita sebagai karya seni-Nya yang sempurna.  Manusia merupakan mahakarya Allah, setiap goresan-Nya berharga, unik dan mulia. Mari selalu bersyukur karena kasih Tuhan kepada kita.  (sTy)

SUKACITA DALAM TUBUH KRISTUS

Pada tahun 1950-an, seorang dokter bernama Albert Schweitzer mendirikan rumah sakit di pedalaman Afrika, jauh dari peradaban modern. Meskipun kondisi tempat itu serba terbatas, dokter Schweitzer membawa semangat sukacita melalui pelayanannya. Ia dikenal selalu tersenyum, menghibur pasien, dan mendorong timnya untuk bekerja dengan hati penuh kasih. Suatu hari, seorang sukarelawan bertanya, “Mengapa Anda tampak begitu gembira meskipun bekerja dalam situasi sulit ini?” dan dokter Schweitzer menjawab, “Sukacita sejati berasal dari melayani orang lain dalam kasih Kristus.” Gambaran sukacita dalam pelayanan dokter Schweitzer mencerminkan kehidupan jemaat mula-mula sebagaimana tertulis dalam Kisah Para Rasul 2:46-47, “Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.”  Jemaat mula-mula selalu berkumpul bersama, berbagi, memuji Tuhan, dan hidup dengan tulus hati. Sukacita mereka bukan berasal dari kekayaan atau kemewahan, tetapi dari kebersamaan dalam kasih dan kebenaran Kristus.  Komunitas tubuh Kristus yang penuh sukacita merupakan tempat di mana setiap orang saling mendukung, memotivasi, dan menguatkan iman. Sukacita itu menular dan menarik perhatian dunia, seperti yang terjadi dalam jemaat mula-mula. Ketika kita hadir dengan hati tulus, berbagi hidup, dan memuji Tuhan bersama, sukacita menjadi kesaksian yang hidup. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menciptakan komunitas yang mencerminkan kasih Allah. Apakah kita sudah menjadi bagian yang aktif dalam komunitas gereja atau kelompok kecil kita? Sukacita dalam komunitas tubuh Kristus merupakan kekuatan yang mempersatukan dan menjadi saksi bagi dunia yang kehilangan pengharapan.  Sukacita sejati lahir dari kebersamaan dalam kasih Kristus. Ketika kita berbagi kehidupan dan iman, kita menjadi saksi nyata bagi dunia bahwa kasih Allah merupakan sumber kebahagiaan sejati.  Sukacita yang terbesar ketika melihat kasih Allah nyata dalam kebersamaan kita sebagai tubuh Kristus.  (sTy)