BERSIKAPLAH SEBAGAI LAKI-LAKI

Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Semoga sehat-sehat saja, semakin segar dan tetap antusias menyambut hari yang baru. Charles R. Swindoll berkata, “Kehidupan ini terdiri dari 10% apa yangterjadi dalam kehidupan kita dan 90% bagaimana reaksi kita terhadapkejadian itu.” Sebenarnya Swindoll mau berbicara bahwa respons yangpositif menjadikan kita dapat melakukan segala sesuatu dengan lebih baikdibandingkan dengan respons yang negatif. Hari ini saya mau mengajak Saudara untuk merenungkan seruan Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, “Berjaga-jagalah! Berdirilah denganteguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat!” Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat!” (1 Korintus 16:13).  Sejak dulu laki-laki selalu diidentikkan sebagai makhluk yang kuat.  Secaraumum laki-laki memiliki sifat pemberani, tegas dan suka sekali tantangan, bahkan banyak laki-laki berprinsip pantang menangis supaya tidak dikatakan cengeng dan seperti perempuan.  Oleh karena itu rasul Paulus menyerukan agar setiap orang percaya bersikap sebagai laki-laki.” Apakah seruan Paulus tersebut hanya ditujukan kepada jemaat laki-laki?Apakah Rasul Paulus bersifat diskriminasi? Tidak! Seruan Paulus itu ditujukan kepada semua orang percaya tanpa terkecuali, baik itu laki-laki maupun perempuan.  “kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita.”  (1 Korintus 1:2). Ada hal-hal positif yang dapat kita pelajari dari sikap seorang laki-lakiyang layak untuk diterapkan dalam kehidupan rohani.  Salah satunyaadalah hal keberanian.  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata berani memiliki arti sikap hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan dan sebagainya;  berani juga berarti tidak takut, tidak gentar dan tidak kecut hati.  Bukan hanya Paulus yang menasihati kita untuk bersikap sebagai laki-laki. Daud sebelum meninggal juga berpesan kepada Salomo, yang menerimatongkat estafet kepemimpinan, demikian,  “…kuatkanlah hatimudan berlakulah seperti laki-laki.” (1 Raja-Raja 2:2) Selain keberanian, sikap yang harus dimiliki oleh orang percaya adalah berjaga-jaga.  Berjaga-jaga berarti memiliki kewaspadaan, siap menghadapi suatu keadaan yang datang secara tiba-tiba atau di luar perkiraan.  Alkitab menggambarkan sikap berjaga-jaga ini seperti seorangpetugas jaga malam atau ronda, ia jharus punya keberanian karena sewaktu- waktu bisa datang pencuri atau orang jahat.  Bisa dibayangkan bila seorang penjaga malam memiliki sikap penakut, ia pasti lari tunggang-langgang untukmenyelamatkan diri sendiri atau bersembunyi ketika ada musuh datang! Seorang penjaga juga rela tidak tidur semalam suntuk agar situasi tetap amandan terkendali.  Sikap berjaga-jaga ini berbicara tentang kewaspadaan rohani, kesiapan untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk sekalipun, ataucepat tanggap terhadap apapun.  Laki-laki juga identik dengan kekuatan.  Kata kuat berarti punya daya tahan, tidak mudah patah, tidak mudah goyah, tidak mudah terpengaruh, teguh dalam pendirian, teguh dalam iman.  Di tengah situasi yang tidak mendukung sekalipun setiap orang percaya diharapkan mampu bertahan, berdiri teguh dalam iman, tidak toleran atau kompromi dengan hal-hal yang menyimpang dari kebenaran Injil.  Karena itu  “…hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya.”  (Efesus 6:10).  Ingatlah! Senantiasa berjaga-jaga dan mengandalkan Tuhan adalah kunci kekuatan bagi orang percaya! GBU & Fam. (pg)

APAKAH SAYA BOLEH MELIHAT KACA SPION?

Selamat jumpa para pendukung Kristus, apa kabar? Semoga sehat-sehat, semakin segar dan tetap semangat menyambut hari yang baru yang telah Tuhan sediakan bagi kita. Saya yakin setiap orang punya momen-momen yang indah dalam hidupnya yang tidak mudah untuk dilupakan. Seindah bagaimana pun juga itu sudah menjadi masa lalu. Sesekali kita boleh mengingatnya, tapi jangan terlalu lama, karena konsentrasi kita harus tertuju kepada perjalanan ke masa depan. Ingatlah, kaca depan mobil itu jauh lebih besar ketimbang kaca spion. Waktu kita lebih banyak untuk melihat ke depan, hanya sesekali dan sebentar saja kita melihat ke belakang melalui kaca spion. Kita memang harus melupakan masa lalu, tetapi kita tidak boleh melupakan Tuhan. Mari kita ingat-ingat nasihat Rasul Paulus pada hari ini, “…tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,”   (Filipi 3:13). Seringkali manusia begitu gampang melupakan Tuhan, apalagi saat keadaan mereka baik dan menyenangkan, seperti yang dikatakan:  “…umatKu melupakan Aku, sejak waktu yang tidak terbilang lamanya.”  (Yeremia 2:32b).  Namun sesungguhnya yang harus kita lupakan adalah pengalaman pahit, kegagalan dan juga kesalahan-kesalahan di masa lalu.  Kita bisa belajar dari Rasul Paulus yang memiliki masa lalu yang hendak ia lupakan.  Sebelum “ditangkap” oleh Tuhan Yesus, Paulus yang sebelumnya bernama Saulus adalah penganiaya jemaat; ia sangat antipati terhadap orang-orang Kristen.  Namun sejak bertemu Yesus, hidup Paulus diubahkan.  Alkitab menyatakan;  “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru:  yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.”  (2 Korintus 5:17).  Itulah sebabnya Paulus bertekad untuk melupakan masa lalunya yang kelam. Sebagai orang percaya kita pun harus melakukan hal yang sama:  mengunci pintu masa lalu dan tidak mengingatnya lagi.  Adalah percuma memersalahkan diri dan terus-menerus, menyesali semua keadaan yang sudah terjadi.  Yang perlu kita lakukan adalah belajar dari keadaan itu dan bertekad untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Belajarlah dari keledai, dia tidak akan jatuh untuk kedua kali di lubang yang sama. Mari gunakan segenap kekuatan kita menuju keberhasilan bersama Tuhan.  Mungkin kita gagal di masa lalu, lupakan itu.  Pikirkanlah langkah di depan kita.  Jika kita senantiasa mengarahkan tujuan kepada Kristus, kita akan mengalami kemuliaan bersama-Nya.  Paulus telah melakukan banyak hal bagi Tuhan, tetapi dia tak menganggap dirinya telah mencapai semuanya.  Saat di penjara pun dia tetap ingin lebih mengenal Tuhan dan mengerjakan segala yang Tuhan ingin ia lakukan.  Ia tak pernah menghiraukan situasi dalam hidupnya, sekalipun penderitaan dan aniaya karena nama Tuhan harus dialaminya.  Mungkin ada diantara kita yang berkata,  “Aku bukan Paulus.  Aku tidak bisa seperti dia.”  Kita tidak perlu menjadi seperti Paulus! Tuhan ingin kita melakukan apa yang masih dapat kita lakukan bagi kemuliaan-Nya, jangan terpaku pada masa lalu! Hidup itu adalah kesempatan, tidak selamanya kesempatan itu tersedia bagi kita. Ingatlah! “…aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.”  (Galatia 2:20a). GBU & Fam. (pg)

Bersukacita! Lebih Menguatkan!

Bacaan Alkitab: “Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita.” (Filipi 1:4) WFH (Work From Home) bisa membuat hidup ini seperti dipenjarakan bagi orang yang sudah terbiasa bekerja, beraktivitas di luar rumah. Kita mengucap syukur oleh adanya pandemi Covid-19 saat ini, kita mendapatkan kesempatan emas, masih hidup, memasuki ”Era baru, New Normal, bak Habis Gelap Terbitlah Terang, dari kebiasaan di hidup lama ke kebiasaan hidup baru”. Mari kita bersukacita karena ini hari bahagia (lagu). ”Bersukacita Dengan Tulus Ikhlas, Itu Pilihan! Lebih Menguatkan Antibodi!* Sebuah kutipan bijak mengatakan, “Pergumulan dan penderitaan tak dapat dihindari, tetapi kesedihan adalah pilihan.” Ya, ada banyak alasan yang membuat kita tidak dapat bersukacita, tetapi sebenarnya sukacita tidak ditentukan oleh kondisi di sekeliling kita, tetapi dari dalam hati nurani. Dalam situasi terburuk pun, sebenarnya kitatetap dapat bersukacita, tergantung apakah kita memilih untuk tetap bersukacita atau larut dalam kesedihan. Mengawali suratnya kepada jemaat di Filipi, Paulus berkata bahwa ia sedang bersukacita dalam doanya (Filipi 1:4). Apa yang membuat Paulus bersukacita? Hidup yang nyaman? Dalam kondisi apa ia berkata demikian? Bacaan kita menunjukkan bahwa Paulus mengatakan hal ini saat ia berada dalam penjara yang begitu gelap dan dingin! Penjara boleh memenjarakan tubuhnya, tetapi tidak dapat memenjarakansukacita dalam hatiinya! Andaikan Paulus memilih untuk bersedih hati, maka kekuatannya hilang, dan pengabaran Injil Tuhan Yesus Kristus pun akan berhenti. Namun, Paulus bersandar kepada kekuatan Tuhan Yesus Kristus yang menolongnya untuk tetap bersukacita; sehingga ia dapat melihat arti penderitaannya, terus memikirkan kemajuan pengabaran Injil-NYA, dan mendoakan kesetiaan rekan-rekannya di luar penjara (Filipi 1:9-11)! Apakah pergumulan dan penderitaan merebut sebagian besar sukacita kita? Apakah masalah dalam pekerjaan, pelayanan, studi, bahkan keluarga, telah membuat kita menjadi anak Tuhan yang lupa untuk tertawa karena sukacita? Pilihan untuk terus bersedih tak akan membantu sedikit pun, sebaliknya akan membuat kita pesimis dalam memandang hidup, bahkan memperpendek umur di hidup kita. Mari kita memohon pertolongan Tuhan untuk ”dapat bersukacita dalam segala keadaan!” Hikmat hari ini: ”Penderitaan boleh membuat kita seakan-akan dipenjarakan, namun sesungguhnya kesedihan tak dapat memenjara sukacita kita di dalam Tuhan Yesus Kristus” Selamat memasuki awal minggu ini, “Sukacita itu JOY (Jesus first, Others, Yourself)” Jesus Christ bless you (sp).