Saudaraku, berita-berita melalui medsos mudah menyebar, kita jadi sering membaca berita tentang bunuh diri. Zaman media koran dulu, biasanya bunuh diri yang diangkat sebagai berita, jika ada bunuh diri massal seperti kasus di Guyana atau bunuh diri sekeluarga, bukan bunuh diri perorangan.
Mengapa sekarang ini semakin banyak kasus bunuh diri? Orang semakin acuh terhadap lingkungan, apalagi menjadi pendengar yang baik, mendengarkan keluh kesah orang lain yang sedang mengalami kesusahan. Yang menghadapi problem, merasa malu berkonsultasi dengan rohaniwan atau temannya, karena mungkin kasusnya “hanya” putus cinta; atau ada larangan tertentu dari orangtua dan pikiran cupet; atau bingung tidak tahu harus berbuat apa. Ketika cari-cari solusi lewat Google malahan banyak artikel tentang bunuh diri, bahkan komplit dengan cara-caranya.
Saudaraku, Akitab mencatat enam orang yang bunuh diri: Abimelekh (Hakim-hakim 9:54), Saul (1 Samuel 31:4), Pembawa Senjata Saul (1 Samuel 31:4-6), Ahitofel (2 Samuel 17:23), Zimri (1 Raja-Raja 16:18), dan Yudas (Matius 27:5).
Lima dari keenam orang tersebut terdeskripsi jelas mengenai kejahatannya, kecuali pembawa senjata Saul, yang tidak diulas secara mendetail. Beberapa ahli menganggap kematian Samson sebagai tindakan bunuh diri, karena ia sudah mengetahui bahwa tindakannya akan mematikan dirinya (Hakim-Hakim 16:26-31). Berhubung tujuan Samson saat itu ingin membunuh banyak orang Filistin, bukan hanya dirinya saja, maka pendapat ini masih diperdebatkan.
Alkitab memandang kasus bunuh diri sama bobotnya dengan pembunuhan, karena itulah kenyataannya, pembunuhan diri. Sesungguhnya Allah hanyalah satu-satunya yang boleh memutuskan waktu dan dengan cara apa seseorang akan meninggal dunia. Seperti diungkapkan oleh Pemazmur: “Masa hidupku ada dalam tangan-Mu, …” (Mazmur 31:15)
Saudaraku, Allah adalah pemberi kehidupan. Ia memberi, dan Ia mengambilnya kembali (Ayub 1:21). Bunuh diri, bentuk pembunuhan kepada diri sendiri, menjadi tindakan durhaka, karena hal itu menjadi bentuk penolakan manusia atas karunia kehidupan dari Allah.Tidak seorang pun, laki-laki ataupun perempuan, diperbolehkan mengambil alih otoritas Allah dan mengakhiri kehidupan pribadi mereka.
Memang ada beberapa tokoh di dalam Alkitab yang mengalami keputusasaan: Salomo, sambil mengejar segala kenikmatan hidup, sampai mencapai di satu titik dimana ia “membenci hidup” (Pengkhotbah 2:17). Elia sangat takut hingga mengalami depresi dan merindukan kematian (1 Raja-Raja 19:4). Yunus juga begitu marah dengan Allah sampai ia berharap mati (Yunus 4:8). Rasul Paulus dan para rekan misionarisnya sampai pernah berkata: “Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami” (2 Korintus 1:8).
Syukur, dari semua tokoh di atas, tidak ada seorang pun yang bunuh diri. Salomo membuat kesimpulan: “Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang” (Pengkhotbah 12:13). Elia dihibur oleh malaikat, diperbolehkan beristirahat, dan diberi sebuah amanat baru. Yunus dikoreksi dan diberi pelajaran dari Allah. Paulus belajar bahwa, walaupun beban yang ia hadapi melampaui kemampuan dirinya menanggungnya, Allah dapat membantu menanggung segala hal: “Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati” (2 Korintus 1:9).
Ingatlah, bunuh diri tentunya berdampak buruk bagi mereka yang ditinggalkan. Bekas luka batin yang disebabkan seseorang yang bunuh diri biasa lama sekali pulihnya.
Jika Saudara saat ini sedang menghadapi persoalan hidup yang berat menekan dan Saudara sudah berkali-kali berpikir untuk bunuh diri. Ingatlah satu hal bahwa tindakan bunuh diri adalah DOSA BESAR di hadapan Tuhan; sebuah dosa yang tak terampuni. Karena itu mari sambutlah undangan Tuhan Yesus: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Matius 11:28). (Surhert).