BERTOBAT SETIAP SAAT

BERTOBAT SETIAP SAAT

Saudaraku, ada pepatah yang mengatakan: “Kuman di seberang tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak.”  Manusia cenderung alpa untuk bercermin dan mengoreksi diri, namun sibuk mengomentari orang lain.  Yesus menginginkan setiap orang percaya untuk belajar makin dewasa dan makin berkenan kepada-Nya.  Mari renungkan Lukas 13:1-9.

Orang Timur terkenal dengan spiritualis dan selalu memberikan nilai pada setiap kejadian, terutama pada sebuah musibah yang membawa kematian.  Cara hidup selalu berkaitan dengan cara mati seseorang.  Kalau hidupnya benar, maka manusia akan mati dengan penuh damai, dalam usia tua dan bahkan berdampak baik (misalnya kematian Elisa dalam 2 Raja-raja 13:14-21).  

Beda halnya bila manusia itu lalim, maka ia akan meninggal dengan cara yang tidak baik (misalnya: kematian Ratu Izebel dalam 2 Raja-raja 9:30).  Maka saat banyak orang menyoroti cara kematian orang Galilea yang dibunuh Pilatus saat mereka sedang beribadah (Lukas 13:1-2), Yesus justru memberikan pandangan yang berbeda.  Pandangan Yesus adalah :

  1. Orang yang meninggal dalam musibah belum tentu ia berdosa

Kematian merupakan hak Tuhan dan bagaimana ia menempuh kematian bukanlah menjadi tolok ukur berat ringannya dosa yang dia lakukan.  Setiap orang bisa meninggal kapan saja dan manusia yang hidup tidak perlu menghakimi mereka yang mengalami musibah.  Semua ada dalam rencana Tuhan.

  1. Orang yang masih hidup harus selalu mawas diri 

Daripada memberikan penilaian kepada orang yang sudah meninggal, lebih baik manusia yang masih hidup belajar mawas diri.  Yesus dua kali mengingatkan untuk melakukan pertobatan.  Kata bertobat berarti mengalami perubahan sikap dan pemikiran menuju kepada Kristus.  Saat ada musibah maka sebaiknya orang yang masih hidup menyadari kesempatan yang diberikan Tuhan dan hidup sebaik-baiknya dalam iman percayanya.

Yesus mengajarkan pada pendengarnya untuk menyadari bahwa kehidupan mereka fana dan segala sesuatu mungkin terjadi.  Itulah sebabnya setiap orang harus mawas diri dan memeriksa: Apakah dirinya sudah hidup benar atau belum, daripada membicarakan berat ringannya dosa orang lain.

Hidup ini adalah anugerah yang diberikan oleh Allah dalam bentuk kesempatan-kesempatan. Sudahkah setiap kesempatan dipakai untuk memeriksa diri dan melakukan pembenahan? Mari menilai setiap kejadian sebagai peringatan untuk terus bertobat.  Mari melihat setiap musibah sebagai sebuah kesempatan untuk terus berbenah.  Mawas diri membuat seseorang semakin bijak menghadapi kehidupan dan semakin siap bila saat akhir kehidupan menjelang.  Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)

persahabatan biasanya dilakukan oleh dua orang atau lebih yang memiliki kesamaan, baik itu hobi, kebiasaan, tujuan hidup, tempat berkegiatan sehari-hari ataupun kesamaan nasib.  Bersahabat memiliki arti berbagi pengalaman yang serupa.  Lukas 12:4-7 memuat panggilan istimewa Yesus kepada para muridnya, yaitu sahabat.  Mari kita renungkan makna dibalik panggilan itu.

Injil Lukas mencatat sebutan istimewa Yesus kepada para murid yaitu sahabatKu.  Sapaan Yesus ini menunjukkan kehangatan hubungan sekaligus konsekuensi dari kedekatan hubungan tersebut.  Konsekuensi apa?  Sebelum Yesus menyapa para murid, terjadi konflik yang dituturkan dalam Lukas 11:37-54 antara Yesus dan para Farisi beserta ahli Taurat.  Mereka begitu dendam sehingga mencari cara menjebak Yesus (Lukas 11:53-54).    Kondisi inilah yang membuat Yesus ingin memberitahu para murid bahwa ada banyak hal yang bisa terjadi gegara hubungan antara mereka, terutama yang berkaitan dengan otoritas yang bisa menekan rakyat lemah seperti para murid.  Maka Yesus memberi peringatan sekaligus pemahaman, yaitu:

  1. Takutlah akan Tuhan melebihi manusia.

Yesus menekankan para murid untuk lebih takut kepada Tuhan karena Tuhan bisa mematikan manusia secara total: tubuh dan jiwanya.  Maknanya, mereka harus berjuang hidup dalam kebenaran Allah apapun konsekuensinya, bahkan bila harus bertaruh nyawa.  Yesus memberi pengertian bahwa manusia hanya mampu membunuh tubuh, namun tidak bisa membatasi pemikiran, meredupkan harapan dan bahkan membinasakan jiwa manusia.  Manusia itu terbatas, jadi para murid diajar untuk takut pada Yang Tak Terbatas.

  1. Tuhan memelihara orang yang mau hidup takut kepadaNya

Hidup takut akan Tuhan membawa akibat, namun Tuhan berjanji memelihara orang yang berjuang mencari Kerajaan Allah (Matius 6:33).  Menjadi sahabat Yesus berarti berani berjuang sekaligus berani percaya kepada pemeliharaanNya.  

Jaman yang sudah super modern ini membuat manusia diarahkan kepada materi sebagai satu-satunya cara untuk bisa bertahan hidup di dunia.  Terlalu banyak orang dikungkung dan dikendalikan oleh materi, bahkan rela meninggalkan kebenaran karenanya.  Namun bagi para sahabatNya, Yesus mengatakan dengan jelas: takutlah akan Tuhan lebih dari manusia.  Penguasa kehidupan di dunia ini bukanlah manusia, namun Tuhan Sang Pemilik Semesta. Mari menjadi sahabat Kristus yang memperjuangkan apa yang diperjuangkanNya, menapaki apa yang menjadi jalanNya dan mempercayai Dia sepenuhnya sehingga sebagaimana cita-cita Rasul Paulus yang mengatakan:  yang kukehendaki ialan mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya serta persekutuan dalam penderitaanNya, dimana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematianNya supaya aku memperoleh kebangkitan dari antara orang mati  (Filipi 3:10-11)  juga menjadi target dan tujuan sahabat Kristus.  Mari menjadi sahabat Kristus yang sejati.  Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)

Renungan Lainnya