BERDIAM DIRI DI HADAPAN ALLAH. Mengenai hal tersebut saya banyak belajar dari rekan sepelayanan, bapak Pdt. Stefanus Christian Haryono. Berdiam diri di hadapan Allah akan membuat kita lebih mampu mendengarkan suara Allah. Akibatnya kita akan lebih peka mengetahui kehendak-Nya. Persoalan manusia adalah begitu disibukkan dengan banyak suara sehingga tidak mampu lagi mendengarkan suara Allah. dan akhirnya terus bertanya-tanya dalam hatinya: ”Apakah kehendak Allah dalam hidup saya?”
Dengan berdiam diri di hadapan Allah, kita bisa memercayai-Nya dengan segenap hati. Allah itu ibarat aliran air hidup yang menyegarkan. Kita akan mengalami kelegaan di dalam Dia kalau kita datang, berseru dan fokus kepada hadirat-Nya.
Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Ayub dengan topik: “Be Quiet and See the Miracles of God (Diamlah dan Lihatlah Keajaiban-Keajaiban Allah)”. Bacaan Sabda saya ambil dari Ayub 37:1-24 dengan penekanan pada ayat 14. Sahabat, LAI memberi judul Ayub 37: Kemuliaan Allah di alam semensta. Sedangkan judul renungan hari ini saya ambil dari nasihat Elihu kepada Ayub setelah dia memperlihatkan segala keperkasaan Allah dalam ciptaan-Nya (ayat 14).
Sahabat, perkataan Elihu mungkin terlalu keras bagi orang sekelas Ayub, yang dinyatakan Allah sendiri sebagai pribadi yang saleh dan takut akan Allah. Namun demikian, dibalik kata-kata kerasnya, agaknya dia berupaya mengingatkan Ayub akan keterbatasan manusia dan mengajaknya untuk berdiam diri dan memerhatikan keajaiban-keajaiban yang diperlihatkan Allah.
Berdiam diri memang bukan perkara mudah. Karena berdiam diri sering tampak statis dan terlihat tidak berbuat apa-apa. Berkata-kata setidaknya membuat orang merasakan diri sebagai pengendali. Jika berdiam diri terasa dikendalikan, maka berkata-kata membuat orang merasa mengendalikan keadaan.
Namun bagi Elihu, berdiam diri akan memampukan manusia lebih cermat memahami alam, juga memahami Allah yang menciptakan semuanya itu. Berdiam diri akan membuat manusia lebih mampu mengenal Allah. Berdiam diri akan membuat dia tidak sibuk lagi dengan kata-katanya sendiri, dan akhirnya dapat mendengar suara Allah.
Semasa hidup, Bunda Teresa pernah membagikan kisah perjumpaannya dengan seorang imam dan seorang teolog India. Peraih hadiah Nobel perdamaian itu berkisah: Saya mengenal beliau sangat baik, dan saya berkata kepadanya, “Romo, Anda berbicara tentang Allah sepanjang hari. Alangkah dekatnya Anda dengan Allah!”
Sang Romo menjawab, “Saya mungkin berbicara terlalu banyak tentang Allah, tetapi saya mungkin berbicara terlalu sedikit kepada Allah.” Lebih lanjut Sang Romo menjelaskan, “Saya mungkin mengutamakan begitu banyak kata dan mungkin mengutarakan begitu banyak kata, tetapi jauh di lubuk hati saya tidak punya waktu untuk mendengarkan. Padahal dalam keheningan hatilah, Allah berbicara kepada kita.”
Sahabat, mari kita perhatikan pernyataan Sang Romo: “Dalam keheningan hatilah, Allah berbicara kepada kita.” Ya, DIAMLAH dan DENGARKANLAH ALLAH! Dari situ kita bisa lebih mengenal Allah dan memuliakan-Nya! Haleluya! Tuhan itu baik.
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
- Pesan apa yang Sahabat peroleh dari hasil perenunganmu pada hari ini?
- Apa yang Sahabat pahami dari ayat 4-5?
Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Kita bergantung kepada Allah dengan senantiasa memohon hikmat-Nya, sehingga kita mampu menjalani kehidupan ini dengan misterinya. (pg).