SABAR. Menanti sesuatu yang kita harapkan terkadang sangat menjenuhkan dan membutuhkan kesabaran tingkat tinggi, oleh sebab itu kita perlu melatih diri bagaimana menjadi orang yang sabar di segala situasi. Di Zaman Now hampir semua orang menyukai segala sesuatu yang serba instan, serba super kilat. Dalam hal makanan saja orang lebih memilih makanan yang cepat saji, dibanding harus repot-repot memasak.
Dalam hal bekerja inginnya cepat dapat pekerjaan yang hebat, ingin cepat dapat gaji besar, ingin cepat naik jabatan, dan sebagainya. Apa-apa maunya serba cepat, kalau bisa tidak perlu kerja keras, tidak perlu usaha mati-matian, tidak perlu merasakan beratnya menjalani suatu proses. Sungguh, sangat sulit menemukan orang-orang yang punya kesabaran untuk menunggu, kesabaran untuk menjalani proses.
Punya kesabaran adalah sebuah ujian iman! Saat dihadapkan pada situasi atau keadaan yang sulit, adakah kita punya kesabaran untuk menantikan pertolongan dari Tuhan? Adakah kita bersabar dalam menantikan jawaban doa dari Tuhan? Adakah kita bersabar menantikan janji Tuhan digenapi dalam hidup kita? Ataukah kita kehilangan kesabaran, lalu berpaling dari Tuhan untuk mencari pertolongan dari pihak lain? Kesabaran adalah salah satu buah Roh yang harus dimiliki orang percaya (Galatia 5:22).
Hari ini kita akan melanjutkan belajar dari kitab Ayub dengan topik: “Be Patient A Bit More (Bersabarlah Sebentar)”. Bacaan Sabda saya ambil dari Ayub 36:1-33. Sahabat, judul renungan pada hari ini saya ambil dari pernyataan awal nasihat Elihu. Ketika Ayub mengalami penderitaan yang sangat berat banyak sahabatnya yang empati dan mengunjunginya, tetapi mereka tidak membawa damai sejahtera bagi Ayub. Mereka menasihati Ayub seolah-olah mereka menjadi juru bicaranya Tuhan.
Sahabat, Elihu masih meneruskan serangannya secara halus kepada Ayub. Meskipun pernyataan yang diberikan Elihu kepada Ayub terkesan positif, namun jika dibaca secara saksama, pernyataan Elihu memiliki motif negatif yang bertujuan menjatuhkan mental Ayub.
Kali ini Elihu memanipulasi sikap Tuhan yang prihatin terhadap kesejahteraan orang yang berbuat dosa dan memberinya kesempatan untuk bertobat. Ia mengatakan bahwa Allah tidak ingin seorang pun menderita, melainkan ingin menempatkan mereka untuk selama-lamanya di samping raja-raja di atas tahta, sehingga mereka tinggi martabatnya (ayat 7). Bukan hanya terbebas dari penderitaan, tetapi juga kembali menjadi manusia yang bermartabat.
Seandainya ada teguran, itu dimaksudkan untuk memuliakan pribadi yang ditegur, “Jikalau mereka mendengar dan takluk, maka mereka hidup mujur sampai akhir hari-hari mereka dan senang sampai akhir tahun-tahun mereka” (ayat 11). Sayang sekali, sikap positif dari Tuhan ini tertutup dengan rentetan panjang kalimat-kalimat sindiran yang menusuk secara tidak langsung kepada sang sahabat yang sedang menderita.
Hati yang menyimpan kemarahan membuat orang mati dalam kebebalannya, bahkan pada usia yang masih muda (ayat 12-14). Teriakan kesakitan tidak dapat melepaskan orang dari penderitaan berat sebagai akibat dari dosanya. Karena itu, satu-satunya jalan adalah kembali ke jalan Tuhan. Ia mengembalikan lagi kesegaran seperti tanah tandus yang disiram oleh air hujan yang segar; atau terang pada kegelapan (ayat 27-30). Jadi, jika Elihu memiliki iktikad baik, seharusnya bacaan berakhir pada 36:31. Karena motifnya kurang baik, muncullah murka Tuhan di akhir perikop ini.
Sahabat, sesungguhnya menyadari kesalahan, mengakuinya dengan jujur kepada Tuhan, lalu BERBALIK ke jalan yang benar akan MELEGAKAN dan MENYEMBUHKAN JIWA. Haleluya! Tuhan itu baik.
Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pad hari ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut ini:
- Pesan apa yang Saudara peroleh dari hasil perenunganmu pada hari ini?
- Apa yang Sahabat pahami dari ayat 21?
Selamat sejenak merenung. Simpan dalam-dalam di hati: Waktu Tuhan adalah yang terbaik, karena itu BERSABARLAH dalam menantikan penggenapan janji-Nya. (pg).