Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Semoga pagi ini kita tetap bersukacita karena kita yakin bahwa Tuhan kita jauh lebih besar daripada masalah dan pergumulan kita.
Saya ingat dalam filosofi Jawa ada sebuah ungkapan, “Sejatine urip kuwi mung sawang sinawang” yang artinya kurang lebih: “Hakikat hidup itu hanyalah persoalan bagaimana seseorang memandang/melihat sebuah kehidupan”. Kita sering terjebak ketika kita melihat kehidupan tetangga atau teman kita dari luar atau dari jauh, kehidupan keluarga mereka Nampak begitu bahagia, harmonis, seolah-olah mereka tidak mempunyai masalah, pergumulan, dan beban hidup. Sebaliknya mereka juga melihat kehidupan keluarga kita seperti itu.
Sesungguhnya setiap keluarga pasti mempunyai masalah, pergumulan dan beban hidup. Memang masalah, pergumulan, dan beban hidup setiap keluarga itu berbeda, tapi tidak ada satu keluarga pun yang imun dari permasalahan tersebut. Itu adalah bagian dari kehidupan manusia. Musa berkata, “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.” (Mazmur 90:10).
Hal-hal tak terprediksi, tak disangka, tak diduga, peristiwa atau kejadian yang tak pernah diharapkan bisa saja menimpa seperti pandemi, sakit penyakit, bencana, kecelakaan, kegagalan, kebangkrutan, dan bahkan kematian. Inilah realitas hidup manusia yang tak bisa dimungkiri.
Sebagai manusia seharusnya kita menyadari betapa terbatasnya kekuatan dan kemampuan kita. Seharusnya pula kita bersikap rendah hati di hadapan Tuhan. Orang-orang yang rendah hati selalu merasa miskin di hadapan Tuhan karena kekuatannya terbatas. Ada tertulis: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Matius 5:3).
Jika menyadari betapa terbatas kekuatan kita seharusnya kita merasa sangat membutuhkan Tuhan dan berserah penuh kepada-Nya. Orang yang berserah kepada Tuhan secara benar pasti berusaha agar hidupnya selaras dengan kehendak-Nya. Jadi hidup berserah kepada Tuhan itu tidak dapat dipisahkan dari hidup yang sesuai dengan kehendak-Nya.
Pemazmur menasihati, “Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah.” (Mazmur 55:23). Seburuk bagaimana pun keadaan, asal kita memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan kita akan mampu tetap bersukacita. Ketika kita memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan kita berpotensi beroleh kekuatan adikodrati sehingga kita dapat berkata seperti rasul Paulus berkata, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:13).
Berserah kepada Tuhan bukan berarti bersikap pasif dan menjadi malas. Berserah kepada Tuhan artinya membawa segala pergumulan yang kita khawatirkan kepada Tuhan dengan penuh penyerahan. Ingatlah! Berserah kepada Tuhan berarti kita memercayai Dia sebagai Pribadi yang Mahasanggup, yang kuasa-Nya jauh lebih besar dari masalah kita! GBU & Fam. (pg).