Selamat jumpa para Pendukung Kristus, apa kabar? Salam sehat penuh sukacita. Semoga kita dengan penuh sukacita berani menceritakan pengalaman hidup kita bersama dengan Tuhan. Sahabat, membaca renungan yang dihidupi selama bertahun-tahun, dampaknya tentu akan berbeda dengan renungan yang hanya ditulis berdasarkan kemampuan penulis dalam menguasai ilmu tafsir tanpa disertai pengalaman pribadi. Pengalaman pribadi dapat menghidupkan isi renungan karena seseorang berbagi dengan segenap hatinya.
Tragedi yang dialami oleh Ayub, seandainya Ayub berkesempatan menceritakan langsung kisah hidupnya hingga ia sendiri memandang Allah, pastilah akan sangat punya kekuatan yang dahsyat, bahkan sanggup dipakai Allah untuk mengubahkan hati dan hidup para pendengarnya. Mengapa? Karena Ayub menghidupi pesannya, tak hanya piawai berbicara!
Selanjutnya kita akan menggali berkat dari Ayub 42:1-6 di bawah judul: “Ayub mencabut perkataannya dan menyesalkan diri.”
Yang menarik, saat asyik beradu argumentasi tentang kondisi Ayub, justru kata terakhir Tuhan kurang dipedulikan oleh mereka. Mereka hanya berkutat pada kondisi Ayub yang ditafsir sebagai keberdosaan Ayub. Akhirnya, Tuhan mengintervensi perdebatan mereka dan Ia memberikan kata akhir, bukan untuk istri dan para sahabat Ayub, tetapi justru untuk Ayub sendiri.
Sahabat, yang terjadi, sikap takjub dan takzim Ayub tidak hanya diungkapkan dengan menutup mulut (Ayub 39:37) dan bungkam seribu bahasa, tetapi juga Ayub membuat pengakuan iman, “… Engkau (Tuhan) sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak ada rencana-Mu yang gagal” (ayat 2).
Berlandaskan pengakuan tersebut, meskipun Ayub belum melihat nasibnya di kemudian hari, ia sudah bisa bangkit (move on) dari keterpurukan. Ayub tidak lagi memusatkan perhatiannya pada dirinya sendiri dengan segala situasi dan kondisinya, bahkan yang paling buruk sekali pun. Seperti warna putih akan terasa lebih menonjol saat disandingkan dengan warna hitam pekat, begitulah kira-kira pengalaman Ayub.
Dengan nada yang agak berlebihan tetapi jujur, Ayub mengatakan, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau” (ayat 5). Tindak lanjut pertama yang diambil oleh Ayub adalah menyesali sikapnya dan ia mencabut perkataan yang telah dilontarkannya kepada Tuhan (ayat 6).
Ingatlah! Sahabat, Ayub adalah seorang yang berhasil. Sebagai orang yang berhasil bukan berarti Ayub tidak pernah gagal dalam hidupnya. Ayub pun harus mengalami kegagalan demi kegagalan, penderitaan dan keterpurukan, bahkan sempat mencapai titik nadir. Namun Ayub tidak pernah menyerah dan putus asa di tengah jalan. Ia tetap bangkit dan mengarahkan pandangannya kepada Tuhan. Ayub tetap bersyukur kepada Tuhan. Di tengah keterpurukannya Ayub masih dapat berkata, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” (Ayub 1:21) dan “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk? Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.” (Ayub 2:10-b). Tuhan memberkati Sahabat dengan keluarga. (pg)
Selamat pagi Pak Paul dan para Sahabat pendukung Kristus.
Salam sehat , penuh sukacita di dalam Kristus.
Trm ksh utk Renungan Firman Tuhan pagi ini yg menjadi *Rhema* utk kita, agar kita selalu memandang Tuhan di dalam menghadapi pergumulan kehidupan ini.. karena Dia adalah sumber pertolongan bagi kita semuanya.
Mari kita saksikan akan kebaikan Tuhan yang telah kita alami kepada sesama , supaya boleh menjadi berkat yang menginspirasi mereka yang mendengarnya.. Immanuel.
Tuhan Yesus Memberkati kita ….Selamat beraktivitas di dalam kasih-Nya.