BERKAT TUHAN DALAM PERENCANAAN

Tahun baru kadang diidentikkan dengan resolusi, sebuah keputusan yang diambil berdasarkan harapan.  Ada orang yang menyamakan dengan  target yang akan dicapai.  Sebuah resolusi tidak akan bisa menjadi kenyataan tanpa tindakan atau usaha untuk mewujudkannya.  Bagi orang percaya, harapan memang harus ditindak lanjuti dengan semangat dalam penyerahan penuh kepada Tuhan.  Mari renungkan Mazmur 37:6 yang berkata,”Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak”. Ketika Ludwig van Beethoven kehilangan pendengarannya, ia menghadapi masa-masa sulit yang hampir menghancurkan kariernya sebagai komposer. Namun, Beethoven tidak menyerah. Dengan keberanian dan keyakinan, ia terus berkarya dan  menciptakan beberapa karya terbesar sepanjang masa. Dalam suratnya kepada saudaranya, ia menulis, “Aku akan memegang takdirku sendiri di bawah panduan Tuhan.” Ia percaya bahwa ada kuasa ilahi yang menuntunnya, bahkan dalam keterbatasan. Kebanyakan manusia memulai tahun baru dengan segudang rencana dan harapan, menyusun daftar tujuan, tetapi seringkali lupa bahwa tanpa campur tangan Tuhan, semua itu bisa saja menjadi sia-sia. Amsal 37:6 menyatakan agar manusia menyerahkan semua rencana kepada Tuhan dan  percaya bahwa Dia akan bertindak sesuai dengan kehendak-Nya yang terbaik.  Menyerahkan rencana kepada Tuhan bukan berarti pasrah pasif tanpa usaha. Sebaliknya, manusia diajak untuk bekerja keras sambil percaya bahwa Tuhan, dalam hikmat-Nya yang sempurna, akan menyempurnakan semua rancangan yang ditetapkan. Ketika Tuhan dilibatkan dalam setiap langkah, berkat-Nya akan turun, memberikan damai sejahtera bahkan di tengah tantangan. Rencana manusia mungkin terlihat sempurna di atas kertas, tetapi hanya Tuhan yang tahu apa yang terbaik. Mari jalani tahun ini dengan langkah iman, menyerahkan seluruh rencana kepada-Nya  karena Dialah Allah yang setia dan sanggup melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita pikirkan.  Ingatlah sebuah  kalimat bijak:  “Gusti paring dalan kanggo wong kang sabar lan pasrah marang kersane.” (Tuhan menyediakan jalan bagi mereka yang sabar dan berserah kepada kehendak-Nya). (sTy)

KASIH KARUNIA YANG MEMULIHKAN

Natal merupakan bagian dari demonstrasi kasih karunia Allah yang kekal kepada manusia yang berdosa.  Sebagaimana Yohanes 3:16-17 mengatakan, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.”  Mari renungkan ayat ini. Florence Nightingale, pelopor keperawatan modern, merupakan kesaksian nyata bagaimana kasih karunia dan kerendahan hati dapat memulihkan banyak orang. Saat masih muda, Florence merasa terpanggil untuk merawat mereka yang menderita. Pada masa itu, pekerjaan sebagai perawat dianggap rendah, namun ia dengan kerendahan hati menyerahkan hidupnya untuk melayani orang sakit, terutama saat Perang Krimea (1853–1856 antara Kekaisaran Rusia melawan aliansi Kekaisaran Ottoman, Inggris, Prancis, dan Kerajaan Sardinia).  Dengan penuh kasih, ia merawat para prajurit yang terluka di medan perang, membersihkan luka-luka mereka, dan memberikan penghiburan. Dedikasinya bukan hanya menyembuhkan tubuh mereka, tetapi juga memulihkan semangat mereka yang nyaris hancur. Florence bekerja tanpa lelah, meskipun sering mendapat hinaan dan penolakan dari banyak pihak. Tindakan Florence mencerminkan kasih karunia Allah yang memulihkan. Dalam Yohanes 3:16-17, kita melihat bahwa Allah mengutus Anak-Nya untuk menyelamatkan dan memulihkan dunia, bukan untuk menghakimi. Begitu pula, kita dipanggil untuk menunjukkan kasih yang memulihkan kepada sesama dengan rendah hati, seperti yang diteladankan oleh Florence. Kasih karunia merupakan hadiah yang tidak layak kita terima, tetapi Allah memberikannya dengan murah hati. Ketika kita rendah hati, kita membuka hati untuk menerima kasih-Nya dan membagikannya kepada orang lain. Mari terimalah kasih karunia itu dan teruslah berjuang untuk memberikan dampak nyata kepada sesama dan lingkungan.  (sTy)

HATI YANG TUNDUK KEPADA ALLAH

Tiap manusia memiliki mimpi dan harapan untuk dirinya dan anak-anaknya.  Itulah sebabnya mereka berusaha maksimal untuk mencapai mimpi-mimpi itu.  Tak jarang mereka mengejar mimpi itu begitu rupa sehingga melupakan etika dan kasih karunia sehingga menjadi ambisius dan minimalis dalam belas kasih.  Mari renungkan bersama nilai penundukan diri dalam Natal dengan membaca Yakobus 4:6 yang berkata, “Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya, lebih besar. Karena itu Ia katakan: ‘Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.” William Wilberforce, seorang politisi dan reformis Inggris yang memimpin perjuangan menghapus perbudakan.  Wilberforce termasuk salah satu tokoh dalam sejarah dunia yang menunjukkan hati yang tunduk kepada Allah. Meskipun ia memiliki posisi yang tinggi dan pengaruh besar, Wilberforce memilih untuk menempatkan kehendak Allah di atas ambisi pribadinya. Ia memahami bahwa perjuangannya bukan hanya tentang kebebasan manusia, tetapi juga tentang menaati panggilan Allah untuk mencintai sesama dan memperjuangkan keadilan. Kerendahan hati Wilberforce tampak dalam doa-doanya yang penuh pengakuan akan kelemahan dirinya dan keyakinan bahwa hanya oleh kasih karunia Allah ia dapat menjalankan tugas besar itu. Hatinya yang tunduk membuka jalan bagi Allah untuk bekerja melalui hidupnya, menghasilkan perubahan besar yang berdampak hingga hari ini. Seperti Wilberforce, kita diundang untuk tunduk kepada Allah. Dalam ketundukan, kita tidak menyerahkan harga diri kita, melainkan membebaskan diri dari ego dan keangkuhan. Kasih karunia Allah akan melimpah dalam hati yang rendah hati, memberi kita kekuatan untuk menjalani panggilan hidup kita dengan sukacita dan damai sejahtera. Kerendahan hati merupakan jalan untuk mengalami kasih karunia Allah secara penuh. Ketika kita tunduk kepada-Nya, kita membiarkan Allah mengendalikan hidup kita, dan di sana kita menemukan damai sejati. Sama seperti lilin yang menyala terang saat diletakkan dalam ketenangan, demikian pula hidup kita bersinar ketika kita rela menyerahkan segala sesuatu kepada kehendak-Nya.  Mari tundukkan diri dalam rencana Allah sehingga Dia memakai hidup kita untuk memberi dampak bagi sesama.  (sTy)

DIPANGGIL KELUAR DARI KEGELAPAN

Tuhan memanggil manusia dari kegelapan dosa untuk masuk dalam terangNya.  Saat manusia merespon panggilan itu, ia akan menemukan anugerah kekal yang mengubah kehidupannya.  1 Petrus 2:9 menyatakan,  “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang Ajaib.”  Mari renungkan ayat ini. Corrie ten Boom merupakan sosok yang pernah mengalami kegelapan di kamp konsentrasi Ravensbrück selama Perang Dunia II. Bersama keluarganya, Corrie menolong banyak orang Yahudi melarikan diri dari kekejaman Nazi. Namun, tindakannya ini menyebabkan ia dan keluarganya dipenjarakan. Di tengah penderitaan dan kegelapan yang mendalam, Corrie teguh memegang imannya. Dalam salah satu kesaksiannya, ia berkata, “Tidak ada tempat yang terlalu gelap bagi kita yang tidak dapat dijangkau oleh kasih Allah.” Seperti Corrie, kita dipanggil untuk meninggalkan kegelapan dosa dan berjalan dalam terang kasih Allah. Hidup dalam kegelapan berarti terpisah dari Allah, tetapi melalui Yesus Kristus, Allah memberikan kita kesempatan untuk keluar dari gelap itu menuju terang-Nya yang ajaib.   Karena Dia, kita memiliki identitas baru yaitu bangsa terpilih, imamat rajani, bangsa kudus, dan umat kepunyaan Allah. Status ini bukan sekadar gelar, tetapi merupakan panggilan untuk hidup dalam terang dan menjadi saksi kasih Allah di dunia ini. Kegelapan berarti dosa, kebingungan, dan keputusasaan. Namun, Allah yang tidak ingin kita berada di dalam kegelapan telah memanggil kita untuk mengalami pembaruan melalui pertobatan, yaitu meninggalkan cara hidup lama dan berjalan dalam jalan-Nya.  Pertobatan bukan sekadar mengakui dosa, tetapi berkomitmen untuk hidup benar. Saat kita menyadari bahwa kita telah dipindahkan dari kegelapan menuju terang, kita akan dipenuhi rasa syukur. Dari rasa syukur inilah, kita dipanggil untuk memberitakan kasih Allah yang besar kepada sesama.  Terang Kristus membawa manusia memahami kebenaran dan mendorong manusia untuk hidup di dalamnya dan menghidupkan kebenaran secara nyata untuk menerangi dunia yang gelap.  Mari terus bertumbuh dalam kasih karuniaNya dan berbuah bagi kemuliaan Tuhan.  (sTy)

BERBALIKLAH KEPADA ALLAH

Setiap orang yang mengalami kejatuhan, membutuhkan kekuatan untuk bangkit kembali.  Betapa pentingnya kepastian untuk dapat bangkit dan menata kembali kehidupan.  Betapa pentingnya harapan bagi mereka yang telah jatuh dan tergeletak.  Firman Tuhan kepada orang-orang Israel dalam pembuangan adalah  “Kembalilah, hai anak-anak yang murtad, Aku akan menyembuhkan kamu dari murtadmu.” (Yeremia 3:22a, TB).  Mari renungkan ayat ini bersama-sama. Dr. Martin Luther King Jr., seorang tokoh perjuangan hak-hak sipil di Amerika Serikat, menyampaikan pidatonya yang legendaris yaitu, “I Have a Dream.” (aku punya mimpi). Dalam pidato itu, Dr. King tidak hanya mengungkapkan kesedihan atas ketidakadilan yang terjadi, tetapi juga harapan besar akan masa depan yang lebih baik. Dalam pergumulannya, ia percaya bahwa setiap air mata perjuangan tidak akan sia-sia jika diiringi iman dan pengharapan kepada Tuhan. Yeremia 3:22 yang menjadi perenungan kita merupakan seruan kasih Allah kepada umat-Nya yang telah jauh dari jalan kebenaran. Dalam konteks ini, air mata yang membawa pengharapan lahir dari hati yang remuk dan penuh penyesalan atas dosa. Pertobatan sejati tidak hanya menitik-beratkan pada air mata penyesalan, tetapi juga memupuk komitmen untuk kembali kepada Tuhan. Sebagaimana dua sisi mata uang, air mata pun memiliki dua makna: satu sisi menggambarkan kepedihan, sementara sisi lainnya menjadi tanda lahirnya harapan baru. Sama seperti Dr. King percaya bahwa perjuangan dan air mata tidak sia-sia, demikian pula dengan kita. Ketika kita datang kepada Tuhan dalam pertobatan, air mata kita menjadi benih untuk perubahan hidup yang lebih baik. Adven merupakan momen pengharapan, di mana kita tidak hanya menanti kedatangan Kristus, tetapi juga membuka hati untuk pembaruan hidup. Allah rindu menyembuhkan hati yang terluka dan memulihkan mereka yang murtad. Dia menjanjikan pengharapan, seperti terang yang muncul setelah gelapnya malam. Pertanyaannya yaitu, apakah kita bersedia untuk kembali kepada-Nya?  (sTy)

BUAH PERTOBATAN YANG NYATA

Pertobatan adalah titik balik dari seorang yang merespon panggilan Allah yang harus dinyatakan dengan perubahan hidup sebagaimana Matius 3:8 mengatakan,”Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan.”  Mari kita renungkan. Ibu Teresa pernah berkata, “Not all of us can do great things. But we can do small things with great love” (Tidak semua dari kita dapat melakukan hal-hal besar. Tetapi kita bisa melakukan hal-hal kecil dengan kasih yang besar). Prinsip ini mengingatkan kita bahwa hidup yang berubah karena pertobatan terlihat melalui tindakan kecil namun penuh kasih. Pertobatan sejati bukan hanya sebuah pengakuan, tetapi sebuah transformasi nyata yang berdampak bagi sesama. Yohanes Pembaptis, menyerukan agar setiap orang menghasilkan buah yang nyata dari pertobatan mereka. Ini merupakan panggilan untuk meninggalkan kehidupan lama yang berpusat pada diri sendiri dan mulai hidup sesuai dengan kehendak Allah: mengasihi, melayani, dan berbuat adil.  Misalnya, seseorang yang sebelumnya penuh amarah, setelah bertobat mulai menampilkan kesabaran dan pengampunan. Atau, seorang pekerja yang biasanya mengabaikan tanggung jawab mulai bekerja dengan jujur dan sungguh-sungguh. Buah pertobatan terlihat dalam setiap keputusan dan tindakan kita yang memuliakan Allah.   Masa Adven merupakan kesempatan untuk bertanya pada diri sendiri: Apakah hidup saya sudah mencerminkan kasih Allah? Adakah orang-orang di sekitar saya yang telah merasakan kasih dan kebaikan melalui perubahan dalam hidup saya?  Mari wujudkan pertobatan dalam perbuatan sehingga hidup orang percaya memiliki dampak yang nyata dan memuliakan nama Tuhan. (sTy)

AIR MATA YANG MEMBAWA PENGHARAPAN

Manusia membutuhkan kontak sosial dengan sesamanya. Selain untuk memenuhi kebutuhan untuk menjalin relasi namun juga untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk dapat merasakan penerimaan dan mengaktualisasikan dirinya.  Relasi adalah seni, berjalan dinamis dan butuh disikapi dengan bijak agar dapat berkembang dan memberi dampak positif.  Demikian juga dengan relasi manusia dan Tuhan.  Mari renungkan Yoel 2:12-13 (TB)  “Tetapi sekarang juga,” demikianlah firman TUHAN, “berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya.” Abraham Lincoln, presiden Amerika Serikat yang dikenal bijak, pernah berkata dalam sebuah pidatonya, “Saya sering kali berlutut untuk berdoa karena saya merasa tidak ada tempat lain untuk berpaling.” Dalam masa-masa sulit, Lincoln tidak malu meneteskan air mata dan mencari Tuhan untuk bimbingan. Air mata itu bukan hanya luapan emosi, tetapi tanda ketergantungan total kepada Tuhan yang penuh kasih. Air mata yang lahir dari hati yang hancur di hadapan Tuhan memiliki kekuatan besar. Nabi Yoel menyerukan umat Israel untuk tidak hanya melakukan ritual pertobatan yang tampak dari luar saja, tetapi untuk sungguh-sungguh datang kepada Tuhan dengan hati yang koyak. Firman Tuhan mengajarkan bahwa pertobatan sejati tidak hanya terlihat dari tindakan saja, tetapi juga dari sikap hati yang tulus. Dalam kehidupan kita, mungkin kita sering kali berusaha menutupi dosa atau kesalahan dengan “ritual” yang tampak baik di mata orang lain. Namun, Tuhan melihat hati kita. Dia tidak mencari air mata tanpa makna, tetapi tangisan yang lahir dari penyesalan hati yang mendalam dan kerinduan untuk berubah. Abraham Lincoln mencari Tuhan dengan air mata karena dia tahu, hanya Tuhan yang dapat memberikan kekuatan di tengah kesulitan. Begitu pula, kita dipanggil untuk datang kepada Tuhan tanpa rasa takut atau malu. Dia rindu memulihkan kita. (sTy)

BERITA PEMBEBASAN

Saudaraku, satu berita yang sangat dinantikan penderita covid adalah saat dinyatakan dokter sembuh dan boleh kembali kepada keluarga.  Berita itu sangat memotivasi, memunculkan gairah dan semangat hidup sehingga mempercepat pemulihan sang penderita yang sudah berhari-hari menjalani karantina dan terpisah dengan keluarga.  Betapa pentingnya sebuah berita yang baik.  Mari renungkan Yesaya 61:1-3. Orang Israel sedang dalam masa pembuangan dan lama berkabung karena merasa ditinggalkan dan dibuang oleh Tuhan yang sedang marah berat.  Namun dalam masa putus asa itu muncullah berita yang luar biasa yaitu pembebasan Israel yang diinisiasi oleh Allah sendiri.  Yesaya 61:1 menyatakan empat jenis orang yang menderita, yaitu mereka yang : Sengsara , yaitu mereka yang mengalami penindasan, penghisapan, direndahkan, dirundung. Remuk hati, yaitu mereka yang mengalami luka batin, patah hati dan kehilangan harapan karena dikecewakan dan dikhianati.  Tertawan, yaitu mereka yang kehilangan kebebasan untuk menentukan hidupnya dan tak mampu melawan aturan yang merugikannya. Terkurung, yaitu mereka yang ‘dipasung’ dan dibungkam sehingga tak mampu memperjuangkan dirinya sendiri. Keempatnya menunjukkan kondisi yang buruk dan memprihatinkan dalam kehidupan manusia.  Tak ada manusia yang memilih untuk masuk dalam salah satu situasi di atas namun pada kenyataannya kehidupan membuat manusia harus mengalaminya.  Tak jarang manusia menyerah dengan keadaan.  Ada yang menjadi skeptis, apatis dan bahkan dalam kondisi ekstrim mereka bisa bunuh diri.  Maka kabar baik adalah sebuah berita pengharapan yang membuka celah bagi manusia tertindas untuk dapat melihat belas kasihan Tuhan atas mereka.  Mereka yang remuk hati akan dipulihkan, yang tertawan akan dibebaskan, yang terkurung akan dilepaskan.  Inilah saat tahun rahmat yang menegakkan kembali kepala mereka yang terkulai putus asa agar semua bangsa melihat kasih karunia Allah yang menguatkan mereka yang lemah. Natal adalah kabar baik dan berita yang penuh harapan di tengah penderitaan manusia.  Kabar itu adalah kabar Allah yang hadir dalam kegelapan untuk memusnahkan kegelapan itu, memberikan pengharapan dan sukacita bagi mereka yang memerlukannya.  Natal adalah berita pembebasan.  Mari dengarkan dan terus mempercayai berita pembebasan dari Allah. Selamat bertumbuh dewasa. (Ag)

SUARA DI PADANG GURUN

Yohanes Pembaptis merupakan tokoh fenomenal pada jamannya dan menarik sekali untuk merenungkan seruannya.  Mari renungkan Markus 1:2-4 yang berkata,  “Seperti ada tertulis dalam kitab nabi Yesaya: ‘Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagi-Mu; ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya,’ demikianlah Yohanes Pembaptis tampil di padang gurun dan menyerukan: ‘Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu.”  Mahatma Gandhi pernah mengatakan:, ” You must be the change you wish to see in the world .” (Kamu harus menjadi perubahan yang kamu harapkan untuk dilihat dunia).  Ungkapan ini bermakna bahwa perubahan dunia dimulai dari diri sendiri.  Demikian juga dengan Yohanes Pembaptis memanggil orang-orang pada saat itu untuk bertobat. Ia menyerukan perubahan yang lahir dari hati yang berserah kepada Allah. Ketika Yohanes Pembaptis menyerukan pertobatan di padang gurun, ia sebenarnya mengundang umat untuk meninggalkan dosa dan mempersiapkan hati menyambut kedatangan Mesias. Dan padang gurun itu merupakan tempat sunyi dan tandus, melambangkan kondisi hati manusia yang jauh dari Allah. Namun,  di tempat seperti itu pula suara panggilan Allah justru terdengar lebih jelas. Hidup dalam pertobatan berarti bersedia merendahkan diri, mengakui dosa, dan memberi ruang bagi Allah untuk mengubah hidup kita. Pertobatan tidak hanya soal merasa bersalah, tetapi sebuah komitmen untuk berjalan di jalan yang benar. Sama seperti Yohanes yang mempersiapkan jalan bagi Tuhan Yesus, kita dipanggil untuk menjadi suara di tengah dunia yang sering kali lupa akan kasih Tuhan. Mari kita jadikan masa Adven ini waktu untuk memeriksa hati kita. Apakah ada jalan yang perlu diluruskan? Adakah dosa yang belum kita akui? Jangan tunda untuk bertobat, karena Allah rindu kita kembali kepada-Nya. (sTy)