TAK TERJEBAK KETAKUTAN

Pada tahun 1914, Ernest Shackleton dan timnya berlayar dengan kapal Endurance untuk menjelajahi Antartika. Namun, kapal mereka terjebak di lautan es dan akhirnya tenggelam. Dalam suhu yang membekukan dan tanpa kepastian bantuan, Shackleton menghadapi ketakutan yang luar biasa namun ia tidak membiarkan dirinya dan tim yang bersamanya terjebak dalam ketakutan itu. Dengan tekad kuat Shackleton memimpin ekspedisi penyelamatan yang luar biasa hingga seluruh krunya selamat setelah berbulan-bulan bertahan dalam kondisi ekstrem. Kisah Shackleton mengingatkan kita bahwa rasa takut itu hal yang manusiawi namun jika kita membiarkan ketakutan mencengkeram maka kita akan terjebak dalam kepanikan dan keputusasaan. Nabi Yesaya menuliskan dalam Yesaya 41:10 sebagai berikut,”Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.” Yesaya mengajarkan kita bahwa Tuhan tidak hanya menyuruh kita untuk tidak takut, tetapi juga memberikan alasan kuat: “Aku menyertai engkau.” Tuhan tidak pernah meninggalkan kita sendirian dalam pergumulan hidup. Mungkin saat ini kita menghadapi tantangan yang membuat kita takut, seperti masalah keuangan, kesehatan, keluarga, atau masa depan yang tidak pasti. Namun, kita tidak boleh terjebak dalam ketakutan. Percayalah bahwa Tuhan akan meneguhkan, menolong, dan memegang kita dengan tangan-Nya. Jika Shackleton bisa bertahan dalam badai salju tanpa kepastian, apalagi kita yang memiliki Tuhan seharusnya bisa bertahan dalam badai kehidupan dengan kepastian janji-Nya.   Ketakutan itu perasaan alami, tetapi iman mengajarkan kita untuk tidak terjebak dalam ketakutan. Tuhan tidak pernah meminta kita untuk menghadapi segala sesuatu sendirian. Dia ada di samping kita, menggenggam tangan kita, dan membawa kita menuju kemenangan.  Ingatlah bahwa rasa takut memang mengetuk pintu hati, tetapi biarkan iman yang membukakan pintunya bagi kita. (sTy)

KETIKA AIR MATA MENGUASAI

Tahun 1947 merupakan awal perjuangan besar bagi Jackie Robinson. Sebagai pemain bisbol Afrika-Amerika pertama di Major League Baseball, Jackie menghadapi hinaan, ancaman, dan diskriminasi setiap kali melangkah ke lapangan. Penonton meneriakinya dengan kata-kata rasis, lawan sengaja mencoba melukainya, bahkan beberapa rekan satu tim pun menolak kehadirannya. Dalam banyak momen ia merasa takut dan hampir menyerah, namun ia memegang teguh pesan dari seorang sahabatnya yang bernama Branch Rickey (manajer Brooklyn Dodgers),”Aku butuh seseorang yang cukup berani untuk tidak membalas kebencian dengan kebencian.” Robinson memilih untuk tetap percaya, bukan kepada keadilan dunia, tetapi kepada kekuatan iman dan keberanian untuk bertahan. Raja Daud pernah menghadapi ancaman yang nyata. Dalam Mazmur 56, Daud menulis tentang ketakutannya saat dikejar-kejar oleh musuh. Namun, di tengah ketakutan itu, dia memilih untuk mempercayakan hidupnya kepada Tuhan. Kata-katanya sederhana tapi kuat, “Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu.” (Mazmur 56:4, TB).  Kita semua pasti pernah mengalami masa-masa di mana ketakutan dan air mata menguasai hidup. Ketakutan karena penyakit, kehilangan orang terkasih, kegagalan atau ancaman dalam hidup. Saat ketakutan datang, sebenarnya kita punya dua pilihan: menyerah pada rasa takut atau percaya kepada Tuhan yang berkuasa. Raja Daud memberi teladan bahwa iman merupakan kunci untuk menghadapi ketakutan. Memang percaya kepada Tuhan tidak menghilangkan ketakutan secara otomatis namun dengan rasa percaya itu kita mendapat kekuatan untuk tetap melangkah saat berhadapan dengan masalah dan rasa sakit. Seperti Jackie Robinson yang tetap bermain meski dihina dan seperti Daud yang tetap percaya meski dikejar musuh, kita pun bisa memilih untuk mempercayakan hidup kita kepada Tuhan. Di dalam Dia, ada damai yang menguatkan kita melewati badai kehidupan.  Mari belajar untuk berlindung kepada Dia yang telah mengalahkan ketakutan.  Sebuah kalimat bijak mengatakan,”Sak begjo-begjane wong urip, yen ora cedhak marang Gusti, bakal ngrasakake sepi.” (seberuntung apapun hidup  seseorang, jika tidak dekat dengan Tuhan makai a akan merasakan kekosongan).  (sTy)

KETAKUTAN VS TUHAN SUMBER KEKUATAN

Pada tahun 1988, Aung San Suu Kyi kembali ke Myanmar dari Inggris untuk merawat ibunya yang sakit. Myanmar sedang berada dalam pergolakan politik akibat pemerintahan militer yang represif. Tanpa diduga, Suu Kyi justru terjun dalam perjuangan demokrasi dan menjadi simbol harapan bagi rakyat Myanmar. Keberaniannya menantang kekuasaan militer membuat Suu Kyi harus menjalani tahanan rumah di Myanmar selama hampir 15 tahun sehingga ia terpisah dari keluarganya di Inggris. Bahkan Michael Aris, suami Suu Kyi meninggal dunia pada tahun 1999 tanpa pernah bisa bertemu dengan istrinya lagi karena pemerintah Myanmar menolak memberikan visa. Di tengah keterasingan dan ketidakpastian, Suu Kyi tetap teguh. Dalam sebuah wawancara, ia pernah berkata, “The only real prison is fear, and the only real freedom is freedom from fear .” (Satu-satunya penjara yang sesungguhnya yaitu ketakutan, dan satu-satunya kebebasan yang sejati yaitu kebebasan dari rasa takut) Ketakutan bisa membelenggu siapa saja, baik dalam penjara fisik maupun dalam kehidupan sehari-hari. Namun, Mazmur 46:2 yang berkata,”Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.” Ayat ini mengingatkan setiap orang percaya bahwa Tuhanlah tempat perlindungan dan sumber kekuatan bagai benteng yang teguh di tengah badai. Tuhan tetap kokoh melindungi dan menolong umat-Nya di saat-saat tergelap sekalipun.  Perlindungan-Nya kokoh dan kuat sehingga siapapun yang mempercayakan diri kepada-Nya akan merasa aman dalam badai kehidupan. Sama seperti Suu Kyi menemukan keberanian untuk bertahan meski diisolasi dan diancam, kita pun bisa menemukan kekuatan sejati saat kita bersandar pada Tuhan. Jika kita merasa takut akan masa depan, kehilangan, atau tantangan yang berat, ingatlah bahwa Tuhan telah terbukti sebagai penolong dalam setiap kesesakan.  Ketakutan bisa mengurung kita dalam kecemasan, tetapi Tuhan memberi kita kebebasan melalui iman. Saat kita berlindung kepada-Nya, kita akan menemukan kekuatan yang melampaui segala ketakutan.  Ingatlah kata bijak berikut: seperti gunung yang tak tergoyahkan oleh badai, demikianlah hati yang berlindung pada Tuhan.(sTy)

DIPULIHKAN DARI FITNAH

  John Bunyan seorang pengkhotbah independen pernah difitnah menyebarkan ajaran sesat hanya karena ia berkhotbah dan memberitakan Injil tanpa izin dari Gereja Anglikan. Dia merupakan seorang pengkhotbah non konformis, yang menolak  tunduk pada aturan gereja saat itu dan memilih memberitakan Firman Tuhan  secara independen, ia dianggap melanggar hukum. Tuduhan yang dikenakan padanya yaitu “mengadakan pertemuan keagamaan secara ilegal” hingga akhirnya Bunyan dipenjara selama 12 tahun. Ia dihina oleh banyak orang. Namun, di  penjara, ia terus berdoa, menulis, dan berpegang teguh pada imannya kepada Tuhan hingga terciptalah karya terkenalnya, ” The Pilgrim’s Progress ” (Perjalanan Seorang Musafir) yang menjadi salah satu buku Kristen paling berpengaruh   hingga kini dan memberkati banyak orang. Mazmur 31:19 yang tertulis sebagai berikut,” “Alangkah limpahnya kebaikan-Mu yang telah Kau simpan bagi orang yang takut akan Engkau, yang telah Kau lakukan bagi orang yang berlindung pada-Mu, di hadapan manusia!” mengingatkan kita bahwa Tuhan menyimpan kebaikan-Nya bagi orang yang takut akan Dia dan berlindung pada-Nya. Ketika kita menghadapi fitnah atau penghinaan dari orang lain, respons terbaik yaitu tetap berlindung dalam kebenaran Tuhan. Alih-alih membalas kejahatan, serahkan semua pembalasan kepada Tuhan. Saat kita setia dan percaya, Dia akan memulihkan nama baik kita pada waktu-Nya, bahkan bisa  menggunakan situasi itu untuk membalikkan keadaan dan menunjukkan kemuliaan-Nya.  Ketika kita memilih untuk berlindung kepada Tuhan dan bukan membalas kejahatan dengan kejahatan, kita sedang memberi ruang bagi Tuhan untuk menunjukkan kuasa-Nya. Tuhan tidak pernah meninggalkan anak-anak-Nya yang setia. Dia akan memulihkan dan mengangkat kita pada waktu-Nya, tanpa kita harus membela diri dengan kekuatan sendiri.  Ingatlah bahwa yang benar akan tampak kebenarannya, yang salah akan terlihat kesalahannya. Tuhan tidak pernah tertipu.(sTy).

DIPULIHKAN DARI LUKA HATI

  Louisa May Alcott penulis terkenal asal Amerika Serikat yang menulis novel berjudul Little Women, lahir dalam keluarga miskin 1832. Ayahnya, Amos Bronson Alcott, seorang filsuf dan guru tetapi gagal memberikan penghasilan yang cukup untuk keluarga.  Ibu Lousia yang bernama Abigail, berjuang keras untuk mencukupi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Louisa sendiri harus bekerja keras sejak usia muda. Louisa banyak menghadapi tantangan dan kesulitan dalam hidupnya. Bahkan ia mengalami perlakuan menyakitkan dari orang-orang terdekatnya. Ia diremehkan oleh keluarganya sendiri yang sempat meragukan bakatnya dengan mengatakan, “Tidak ada yang peduli dengan cerita yang kamu tulis.”   Komentar ini mencerminkan sikap stereotip di mana perempuan dianggap tidak memiliki kemampuan di tempat dunia literatur.  Meski hatinya terluka, Louisa memilih untuk menuangkan perasaannya dalam tulisan-tulisannya. Dari setiap goresan penanya, Louisa tidak hanya memulihkan dirinya, tetapi juga menginspirasi banyak orang di dunia hingga saat ini. Mazmur 143:3 yang berkata,“Sebab musuh telah mengejar jiwaku, menghancurkan hidupku ke tanah; ia membuat aku duduk di tempat yang gelap seperti orang yang sudah lama mati.” menggambarkan bagaimana Daud merasa terhimpit oleh musuh-musuhnya secara fisik maupun emosional. Seperti Daud, rasa dikhianati atau disakiti sering kali membawa kita pada kegelapan jiwa, seperti yang pernah dialami Louisa Alcott. Namun sebagaimana jalan yang diambil Daud dalam menyikapi luka hatinya, kita dapat berseru kepada Tuhan Sang Pemulih yang setia. Tuhan tidak pernah membiarkan anak-anak-Nya tetap terpuruk atau dipermalukan oleh luka yang disebabkan orang lain, bahkan sebaliknya Dia mengangkat dan memulihkan hati anak-anak-Nya yang hancur dan memberikan terang baru bagi jiwa yang terluka. Jika saat ini ada orang yang melukai hati kita, ingatlah bahwa Tuhan itu pembela yang setia. Serahkan luka itu kepada-Nya, dan percayalah bahwa Dia dapat mengubah kepedihan kita menjadi kisah pemulihan yang indah.  Hati yang hancur dapat dipulihkan oleh tangan Tuhan yang lembut. Ketika kita memilih untuk menyerahkan rasa sakit kepada-Nya, kita memberi ruang bagi kasih-Nya untuk bekerja dalam hidup kita.  Ingatlah kegelapan jiwa bukan akhir dari cerita, karena Tuhan selalu sanggup menyalakan terang-Nya di tengah luka hati. (sTy)

DIPULIHKAN DARI PERUNDUNGAN

  Di sebuah desa kecil di India, seorang anak laki-laki bernama Kailash Satyarthi kerap dirundung oleh teman-temannya karena kegemarannya membaca buku tentang keadilan dan kemanusiaan. Kailash tumbuh dengan melihat anak-anak seusianya dipaksa bekerja keras dengan tidak manusiawi. Ketika dia mencoba berbicara, orang-orang mengejeknya dan bahkan meremehkan impian kecilnya untuk membebaskan anak-anak dari perbudakan. Namun, Kailash tidak menyerah. Dengan keyakinannya, ia memulai dengan gerakan Bachpan Bachao Andolan   (Selamatkan Masa Kanak-Kanak atau  Selamatkan Masa Kecil) yaitu gerakan yang berfokus pada perlindungan anak-anak dari kerja paksa, perbudakan, eksploitasi, dan memastikan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan serta masa kecil yang layak. Dari kerja kerasnya ia berhasil mengubah dunia. Pada tahun 2014, Kailash dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian karena perjuangannya untuk melindungi hak-hak anak. Seperti Kailash, mungkin kita pernah menjadi sasaran perundungan dan penghinaan. Mazmur 37:6 mengingatkan kita bahwa, “Tuhan akan memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu seperti siang.” Tuhan merupakan pembela umat-Nya. Ketika kita tetap teguh dalam iman dan menyerahkan perjuangan kita kepada-Nya, Dia akan memunculkan kebenaran kita bagaikan terang.  Tuhan tidak hanya memulihkan, tetapi juga meninggikan mereka yang mengandalkan-Nya. Penghinaan dari manusia tidak dapat menghalangi rencana Tuhan. Ketika kita percaya, pengharapan kita tidak akan dipermalukan, sebab Tuhan yang setia akan membela kita.  Tuhan tidak membiarkan kita tinggal dalam keterpurukan. Bahkan ketika orang lain meremehkan kita, Dia memegang janji untuk memulihkan dan meninggikan kita. Jadilah pribadi yang berani tetap hidup dalam kebenaran, karena Tuhan tidak akan pernah mempermalukan orang yang berharap pada-Nya.  Ingatlah bahwa bukan besarnya penderitaan yang akan membawa hidup kita masuk ke dalam kemuliaan sejati, namun seberapa besar pengharapan kita kepada Tuhan. (sTy).

DIPULIHKAN DARI LUKA KARENA PENGKHIANATAN

Seorang teolog Jerman bernama Dietrich Bonhoeffer pernah menghadapi pengkhianatan dalam perjuangannya melawan pemerintahan Nazi. Salah satu diantara orang-orang dalam lingkaran kepercayaannya membocorkan rencana kelompok Bonhoeffer kepada Gestapo (polisi rahasia Nazi) yang mengakibatkan ia ditangkap dan dipenjara sebelum pada akhirnya dihukum mati. Namun selama di penjara, Bonhoeffer tetap memilih untuk mendoakan mereka yang mengkhianatinya. Surat-surat yang ditulisnya di penjara menunjukkan betapa dalam iman dan kasihnya, meskipun ia telah terkhianati. Bonhoeffer menjadi kesaksian nyata bahwa pengkhianatan tidak dapat menghentikan misi Tuhan dalam hidup orang yang sungguh mengasihi-Nya. Raja Daud dalam Mazmur 55 mengungkapkan rasa terluka karena pengkhianatan orang dekatnya.  Alih-alih tenggelam dalam kepahitan hati, Daud justru melarikan diri kepada Tuhan dan mempercayakan keadilan kepada-Nya. Daud menuliskan,”Tetapi engkaulah orang, sederajat dengan aku, teman karibku yang kupercayai, yang makan sehidangan dengan aku. Kami yang bersama-sama bergaul dengan baik, ke rumah Allah kami melangkah dengan ramai-ramai.” (Mazmur 55:13-14, TB).  Raja Daud tahu bahwa Tuhan adalah Sang Pembela yang setia. Dalam hidup kita, mungkin ada pengalaman serupa pengkhianatan dari orang yang dekat dengan kita. Tuhan ingin kita belajar untuk menyerahkan luka itu kepada-Nya, bukan dengan balas dendam. Dia mampu memulihkan hati yang hancur dan memberi kita kekuatan untuk terus berjalan dalam kasih.  Pengkhianatan tidak boleh menjadi akhir cerita kita karena dengan menyerahkan segala luka kepada Tuhan maka Dia akan memulihkan hati kita dan mengubah pengalaman pahit menjadi kekuatan baru untuk menjalani hidup.  Ingatlah bahwa pengampunan merupakan tanda berjiwa besar sekaligus iman percaya bahwa Tuhan akan mengganti luka dengan berkat. (sTy)

DIPULIHKAN DARI KEJENGKELAN

  Edwin Stanton merupakan rival sejati Abraham Lincoln.  Ia selalu kritis dan mengkritik setiap kebijakan Sang Presiden. Stanton bahkan dengan kasar pernah menyebut Lincoln sebagai “orang bodoh berwajah monyet.” Namun ternyata Lincoln tidak pernah membalas hinaan tersebut dan justru memilih Stanton sebagai Menteri Perang karena ia tahu Stanton merupakan orang yang kompeten di bidang tersebut.   Ketulusan dan kerendahan hati Lincoln pada akhirnya memenangkan hati Stanton, yang kemudian menjadi salah satu pendukung terbesarnya. Selalu ada orang-orang yang menjengkelkan dalam kehidupan manusia. Namun seperti Lincoln, orang percaya Tuhan dipanggil untuk tidak membalas mereka dengan kebencian. Tuhan meminta umat-Nya untuk mempercayakan semua rasa sakit akibat penghinaan itu kepada-Nya. Firman Tuhan Roma 12:19 mengatakan,”Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah. Sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.”.  Ayat ini mengingatkan orang percaya untuk menyerahkan penghakiman kepada Tuhan saja supaya hati dipulihkan sehingga mampu merespon dengan kasih yang melampaui segala pengertian manusia.   Alih alih meminta untuk membalas dendam, Tuhan justru menginginkan umat-Nya untuk berani mempercayakan segala-galanya kepada kekuasaan-Nya. Ketika orang percaya taat pada firman-Nya, Dia akan memulihkan hati yang tersakiti dengan kejengkelan dan bahkan menunjukkan kasih dan pengampunan kepada mereka.  Ingatlah bahwa kesabaran orang hidup itu jika bisa mengalahkan kemarahan, hingga mencapai keuntungan sejati.  Mari belajar untuk tidak membalaskan rasa jengkel kita namun belajar untuk mempercayakan luka hati itu kepada Dia yang selalu  mampu memulihkan dengan sempurna.  (sTy)

DIPULIHKAN DARI KEKECEWAAN

  Tahun 1902, seorang penulis Inggris bernama J.K. Rowling (penulis buku fiksi terkenal “Harry Potter”) menerima banyak penolakan dari penerbit saat mencoba mempublikasikan bukunya. Salah satu penerbit yang menolak karya Rowling bahkan mengatakan, “Anak-anak tidak akan pernah membaca kisah dalam buku setebal ini.” Rowling merasa sangat kecewa dan hampir menyerah, tetapi ia memutuskan untuk tetap bertahan dengan mimpinya. Di tengah kemiskinan yang mendera pada akhirnya J.K Rowling berhasil menerbitkan bukunya dan sekarang ia dikenal sebagai salah satu penulis paling sukses di dunia. Dari situasi yang penuh kegagalan dan kekecewaan, Rowling dipulihkan dan bahkan menjadi inspirasi bagi jutaan orang. Sebagai seorang pemimpin negara, Raja Daud memahami bagaimana rasanya dikecewakan bahkan dikhianati oleh orang terdekatnya. Namun, Daud menyadari bahwa perlindungan dan pemulihan sejati datang hanya dari Tuhan sebagaimana ia menuliskan dalam puisinya,”Betapa besarnya kebaikan-Mu yang telah Kausediakan bagi orang yang takut akan Engkau, yang telah Kaulakukan bagi orang yang berlindung pada-Mu, di hadapan manusia!” (Mazmur 31:20 TB).   Ayat ini menegaskan bahwa kebaikan Tuhan nyata bagi mereka yang berlindung pada-Nya sekalipun berulang kali orang itu dikecewakan oleh sesamanya . Saudaraku, ketika kita merasa kecewa kepada sesame atau bahkan kita kecewa pada diri sendiri maka sadarilah bahwa Tuhan tidak pernah mengecewakan. Tuhan sanggup memulihkan kita dari kekecewaan dan menjadikan kepahitan itu menjadi kesaksian yang memuliakan nama-Nya. Kalau pada akhirnya Rowling menjadi sukses setelah mengalami penolakan,  maka percayalah bahwa Tuhan sanggup mengubah kegagalan menjadi kemuliaan.   Ketika kekecewaan melanda, ingatlah bahwa Tuhan itu benteng perlindungan kita. Manusia bisa mengecewakan, tetapi Tuhan selalu setia. Kepercayaan kita pada-Nya membawa pemulihan yang tak hanya menyembuhkan hati kita tetapi juga membangun hidup kita menjadi kesaksian bagi orang lain.  Ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita dalam kekecewaan, Dia selalu menyediakan jalan untuk pemulihan yang penuh pengharapan. (sTy)

DIPULIHKAN DAN TIDAK DIPERMALUKAN

  Pada abad ke-19 seorang anak muda bernama Elizabeth Blackwell memutuskan untuk menjadi dokter, padahal saat itu profesi dokter didominasi oleh pria.  Kondisi ini menyebabkan perempuan yang ingin mencoba masuk ke profesi ini, akan dicemooh. Elizabeth yang diterima di fakultas kedokteran, menghadapi diskriminasi seperti ini.  Namun Elizabeth tidak menyerah. Dengan iman teguh ia berdoa dan berjuang keras hingga akhirnya berhasil menjadi wanita pertama di Amerika Serikat yang lulus sebagai dokter. Pencapaiannya bukan hanya memulihkan martabatnya, tetapi juga membuka jalan bagi perempuan lain untuk memasuki dunia kedokteran. Raja Daud pernah menuliskan dalam Mazmur 25:3 sebagai berikut,”Mereka yang berharap kepada-Mu tidak akan dipermalukan.”  Raja mengalami dalam kehidupannya yang dinamis bahwa Tuhanlah sumber pemulihan bagi dirinya. Maka saat umat Tuhan berani mempercayakan diri kepada-Nya, Tuhan akan mengubah situasi yang tampaknya memalukan menjadi kesempatan untuk memuliakan nama-Nya. Saudaraku, mungkin kita pernah merasa gagal hingga menerima dicemooh dan diremehkan. Namun, ketika kita menyerahkan hidup kita kepada Tuhan, percayalah bahwa Ia mampu memulihkan nama kita dan memberikan kita kekuatan untuk melangkah maju.  Tuhan tidak hanya memulihkan kita dari kehancuran, tetapi juga memberikan kita kehormatan yang baru. Percayalah bahwa Tuhan memperhitungkan setiap air mata yang kita curahkan di hadapan-Nya . Pengharapan di dalam Tuhan selalu mendatangkan sukacita dan pemulihan.  Seperti embun yang memulihkan tanah yang kering, pengharapan kepada Tuhan memulihkan jiwa yang terluka. (sTy)