Pada waktu menjabat sebagai raja atas Israel usia Salomo masih sangat muda dan tentu belum banyak makan asam garam kehidupan, alias belum punya banyak pengalaman. Usia muda merupakan usia yang penuh gejolak, hati dan pikiran dipenuhi oleh banyak keinginan, semua serba ideal.
Suatu ketika Tuhan menampakkan diri kepada Salomo dalam mimpi ketika ia mempersembahkan korban di Gibeon, firman-Nya, “Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu.” (1 Raja-Raja 3:5).
Jika seseorang boleh meminta, manakah yang akan ia minta, sesuatu yang menyenangkan diri sendiri atau yang menyenangkan orang lain? Di dalam dunia yang individualis dan egois seperti saat ini, kemungkinan besar seseorang akan meminta sesuatu yang menyenangkan dan memuaskan dirinya sendiri.
Bagi seorang raja bisa jadi meminta umur panjang, kekayaan, atau nyawa musuh ketika ia mulai memerintah. Namun, ketika Tuhan berfirman kepada Salomo, “Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu, “ Salomo mengajukan permintaan yang tidak biasa, yang tidak lazim. Atas kesadaran sebagai seorang raja muda yang belum berpengalaman, ia meminta hati yang mampu menimbang perkara dan membedakan antara yang baik dan yang jahat.
Sebuah permintaan yang tidak egois, tidak instan, dan mengandung konsekuensi yang tidak mudah. Permintaan agar dimampukan bertanggung jawab atas kepercayaan yang Tuhan berikan sebagai raja dan untuk kepentingan umat-Nya yang dipimpinnya. Tuhan memandang baik permintaan Salomo tersebut dan memberikan hati yang penuh hikmat dan pengertian. Bahkan Dia juga memberikan apa yang tidak Salomo minta, yaitu kekayaan dan kemuliaan. Salomo pun bersyukur kepada Tuhan.
Sahabat, untuk mendalami keunikan permintaan raja Salomo dan dampaknya, Bacaan Sabda saya ambil dari 1 Raja-Raja 3:1-15. Berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, seandainya Tuhan berfirman kepadamu dengan firman yang persis sama yang disampaikan Tuhan kepada raja Salomo, apa yang menjadi jawabanmu? Selamat sejenak merenung. Tuhan memberkati. (pg)