Saudaraku, mari kita membaca dan merefleksikan Filipi 4:13: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”
Memori di Facebook mengingatkanku pada sebuah peristiwa luar biasa yang mengajarku tentang perjalanan iman bersama Tuhan. Hari ini dua belas tahun yang lalu, Damai, kenang mbarepku, berjuang di meja operasi karena pendarahan di otak yang harus ditaklukkannya. Kondisinya yang kritis dan koma saat itu sungguh menghancurkan hatiku.
Hari yang sangat istimewa untukku. Hari yang menjadi tonggak perjalanan iman dan keberserahanku kepada Tuhan. Masih kuingat sekali betapa kencangnya detak jantungku saat menunggu operasi berjalan. Masih bisa kurasakan gemetar dan gentarku melewati menit demi menit yang menegangkan itu. Dokter hanya berpesan kepadaku untuk terus berdoa selagi mereka mengerjakan bagian mereka, membuka kepala Damai dan mengambil darah yang masuk di otaknya. Masih begitu jelas teringat bagaimana airmataku berjatuhan sendiri tanpa bisa kutahan.
Rasa takut dan khawatir itu menyerang dari segala penjuru mata angin. Rasa hancur dan gelisah itu mendera tanpa memberi sedikit pun ampunan. Dalam pikiranku, apa pun akan kulakukan untuk menolong dan membantunya melewati fase-fase yang kritis itu. Padahal, tepat setahun sebelum hari itu, di tanggal yang sama di tahun 2011, aku sendiri juga berjuang di meja operasi saat lutut kananku patah sehingga tidak bisa berjalan. Tapi saat itu tidak ada rasa takut, gentar atau gelisah yang sebesar saat menunggui Damai berjuang.
Hari ini, setelah dua belas tahun berlalu, Damai tumbuh dengan begitu sehat dan sempurnanya. Tidak ada satu hal pun yang kurang. Bahkan kekhawatiran dokter bahwa putusnya jaringan sel pada saat otak dibuka akan menyebabkan dia cacat pun tidak terjadi.
Damai adalah anakku. Di dalam tubuhnya mengalir darahku. Aku yang menggendongnya selama hampir 10 bulan di rahimku sebelum dia lahir ke dunia ini. Aku yang menyuapinya bahkan sebelum dia hadir di bumi. Jadi sedemikian kuat dan eratnya ikatan kami. Di dalam setiap doaku selama dia sakit dan kritis di rumah sakit, namanya kusebut dan kuserukan kepada Tuhan. Memohon belas kasihan Tuhan untuk dia bisa disembuhkan dan dipulihkan. Memohon kesempatan kedua untuk aku dan suamiku bisa merawat dan menjaga dia dengan lebih baik dan hati-hati.
Ketika Damai di ICU, kesempatan kami untuk bertemu sangatlah terbatas. Kami hanya bisa bertemu pada saat jam bezuk di pukul 10.30 – 12.00 dan pukul 17.00 – 19.00. Meski dia dalam keadaan koma dan tidak sadar, kami selalu mengakhiri pertemuan kami dengan doa bersama. Aku percaya dia mendengar meski tidak bisa merespons. Di malam hari, setiap pukul 00.00 aku dan suamiku berlutut dan berdoa, memohon kemurahan dan pertolongan Tuhan. Berseru kepada Tuhan, membawa hati kami yang dihancurkan Tuhan, yang kemudian dibentuk-Nya kembali dan diajari untuk benar-benar berserah penuh.
Akhirnya hal menakjubkan terjadi. Tuhan membuat keajaiban itu di hadapan kami. Damai selamat dan memenangkan pertempuran besar dalam hidupnya. Seorang anak laki-laki berusia delapan tahun menaklukkan momen kritis yang berat dan mengalahkan bayangan kematian. Dia turun dari tempat tidur dan mulai berjalan, lalu tertawa. Suatu KEAJAIBAN.
Sekarang, setelah Damai bisa melewati tahun demi tahun yang ajaib dalam pemeliharaan Tuhan yang dahsyat, pada hari-hari ini kami diberikan kepercayaan untuk terus berjuang bersama. Bukan lagi berjuang untuk mengalahkan meja operasi, tapi berjuang untuk menyusun masa depan melalui pendidikan tinggi selepas sekolah menengah bahkan memasuki masa-masa kuliah. Sungguh, ini menjadi satu hal yang luar biasa untukku. Melihatnya tumbuh sehat, pandai menggambar, bisa bermain gitar dengan baik, rasanya itu sebuah keajaiban. Tuhan menjaga Damai dengan sedemikian unik dan indah. Puji Tuhan.
Kami menerima kepercayaan ini dengan hati yang penuh sukacita. Kami terus mengingat perjuangan dua belas tahun yang lalu itu sebagai pelajaran sekaligus pengingat yang benar-benar membangun hidup kami.
Pengingat betapa Tuhan berkuasa dan menyertai perjalanan kami untuk memenangkan pertarungan hidup yang berat. Pengingat betapa segala perkara dapat kami tanggung ketika kami berserah dan mempercayai Tuhan dengan sepenuh hati. Pengingat betapa Tuhan benar-benar bisa mendengar dan menjawab doa-doa bahkan lebih dari yang kami minta. Pengingat betapa kami harus senantiasa mengucap syukur di dalam segala peristiwa. Pengingat betapa kami harus semakin taat dan setia mengerjakan setiap rancangan yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kami.
Saudaraku, God is so good. Kami aman dalam perlindungan-Mu. (Novi Reksanto).