ALTERNATIF SELAIN BUNUH DIRI

ALTERNATIF SELAIN BUNUH DIRI

Saudara, puluhan tahun yang lalu aku pernah mencoba menolong serorang teman yang ingin bunuh diri. Dia nekat melakukan itu karena merasa dikhianati oleh suami yang dicintainya. 

Percobaan bunuh diri pertamanya dengan memotong urat nadi saat kondisi rumahnya sepi, gagal, mendadak pembantunya batal ke pasar dan menemukan majikannya bersimbah darah. Dia bisa dilarikan ke rumah sakit. Namun kemudian ada seorang temannya tempat curhat, malahan mengirimkan segenggam obat dimasukkan ke vas bunga ke rumah sakit, obat ditelan semuanya, namun ketahuan suster jaga, jadi perutnya bisa dikuras dan selamat.

Pulang ke rumah, wajahnya sayu dan pucat, mata tidak fokus, bicaranya ngacau, beberapa kali bilang: “Aku kok ndak mati ya, ingin mencoba mati lagi.” Ketika aku  ketemu dia jadi  bingung mau ngomong apa.  Dibacakan ayat-ayat Alkitab juga tidak mempan, tidak akan didengar. Tuhan memberikan hikmat, dan setiap kali dia bilang:  “Aku mau mati”, aku langsung bilang: “Aku sayang kamu, hanya aku yang peduli sama kamu.” Itu aku ucapkan entah berapa kali. 

Syukur, lama-lama pandangan matanya mulai fokus dan bibirnya bisa tersenyum: “Kamu pulang saja, kamu adikku yang paling baik, aku akan jaga diri …” Setelah itu beberapa kali aku besuk  dia dan aku selalu bilang: “Hanya aku yang peduli sama kamu.” Saat aku menulis renungan ini, dia masih hidup dan aktif di suatu pelayanan gereja.

Saudaraku, mengapa orang begitu gampang ingin bunuh diri? Dalam psikologi stres adalah perasaan ketegangan dan tekanan emosional, termasuk salah  satu jenis penderitaan psikologis.. Sedikit stres mungkin diinginkan, bermanfaat, dan bahkan menyehatkan. Stres positif membantu meningkatkan kinerja atletik. Ini juga berperan dalam motivasi, adaptasi, dan reaksi terhadap lingkungan. 

Tapi kalau tidak mampu mengendalikan stres, akan banyak hal yang dirasa sensitif akan menjadi stressor. Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Namun tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor tersebut, sehingga timbullah keluhan-keluhan antara lain stres, cemas dan depresi.

Stressor yang paling berat salah satunya disebabkan oleh bencana alam gempa dan tsunami karena dalam sekejap seluruh rumah, harta dan keluarga lenyap ditelan bumi. 

Mari kita perhatikan  kisah Ayub, orang terkaya dari semua orang di sebelah Timur. Dalam beberapa saat seluruh hartanya dirampok habis, ternak-ternak dan penjaganya di padang musnah disambar api dari langit, terjadi bencana alam puting beliung, rumahnya roboh dan 10 anaknya mati. Ayub kemudian kena penyakit kulit, bernanah yang busuk dari telapak kaki sampai ke batu kepalanya. Kemudian istrinya menyuruh Ayub untuk mengutuki Tuhan. Ayub menjadi contoh orang yang kena stressor nilai maksimal, tapi tetap dapat mengatakan: “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” (Ayub 2:10)

Saudaraku, sesungguhnya setiap orang pasti pernah mengalami stres dan ada stressor yang menekannya, Anak-anak TK di hari pertama sekolah banyak yang menangis karena pertama kali di luar rumah ditinggal sendiri di ruang kelas tanpa kehadiran mamanya. Bu Guru membiarkan demikian saja koor tangisan itu. Bisa berlangsung selama 2 jam penuh, bahkan bisa berlanjut di hari kedua sekolah ada tangisan bersama di kelas. Baru setelahnya Bu Guru mengajak anak-anak berkenalan dan tertawa, lewatlah stres ringan anak-anak TK itu.

Maka jika saat ini Saudara menghadapi stres, kenalilah apa yang menjadi stressor penyebabnya. Hadapi saja, jangan menyerah. Berdoalah pada Tuhan, dan bagikan beban berat hidupmu kepada orang-orang yang tepat. . Sejalan berlangsungnya waktu, tekanan stressor bisa menjadi lemah. Atau kalau dirasa malahan makin menguat, bacalah berulang kali dengan bersuara undangan Tuhan Yesus berikut ini: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Matius 11:28).

Semoga Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya (Mazmur 67:2). Semoga Tuhan memampukan setiap kita untuk berharap dalam janji: “Barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan” (Roma 10:13). (Surhert).

Renungan Lainnya