Apa yang akan Sahabat lakukan saat keadaan sangat kritis, air sudah sampai hidung, dan sepertinya tidak ada harapan atau tidak ada jalan keluar? Apakah Sahabat menjadi putus asa? Apakah Sahabat mempertanyakan keberadaan Tuhan atau tetap mempercayai dan berharap kepada Tuhan?
Kehidupan yang kita jalani ada kalanya menghadapi situasi yang sangat sulit: Masalah kita terlalu berat dan tidak dapat kita atasi. Kita merasa terpojok, ditinggalkan sendirian, dan seperti sudah tidak memiliki pengharapan lagi. Saat seperti itu, ingatlah bahwa masih ada Tuhan yang telah menyelamatkan kita dan yang tetap mengasihi kita! Tetaplah percaya kepada Tuhan dan tetaplah berharap kepada-Nya! Tetaplah berdoa kepada- Nya dan mintalah pertolongan-Nya! Ada asa di dalam lembah.
Untuk lebih memahami topik tentang: “ADA ASA di dalam LEMBAH”, Bacaan Sabda pada hari ini saya ambil dari Mazmur 88:1-19 dengan penekanan pada ayat 14. Sahabat, Mazmur 88 ditulis oleh Heman, seorang yang bijaksana (1 Raja-Raja 4:31) dan melayani sebagai penyanyi dalam ibadah Raja Daud (1 Tawarikh 15:19; 16:41-42; 25:1, 6).
Ia, yang mengalami kegetiran hidup cukup lama, mengungkapkan isi hatinya di hadapan Allah dan mengakhiri doanya dengan pedih, “Kenalan-kenalanku adalah kegelapan” (ayat 19). Akhir doanya ini sekaligus menjadi keunikan Mazmur 88 dibandingkan dengan mazmur ratapan lainnya. Jika mazmur ratapan lainnya diakhiri dengan kalimat yang mengandung harapan, keseluruhan Mazmur 88 berisi ratapan.
Judul yang tertera di Mazmur 88 di Alkitab: “Doa pada waktu sakit payah”. Dalam perikop ini, para pembaca sulit mendapat informasi mengenai penderitaan yang sedang dialami oleh Pemazmur. Hanya beberapa petunjuk kalimat yang memperlihatkan kondisi pemazmur yang putus harapan. Misalnya, dia merasa sudah dekat dengan “dunia orang mati”; setelah ia “kenyang dengan malapetaka”; dan “seperti orang yang sudah tidak berkekuatan” (ayat 4-5). Kondisi tersebut memperlihatkan Pemazmur sedang dalam pergumulan berat.
Di satu sisi, ia menyebut Tuhan sebagai “Allah yang menyelamatkan” (ayat 2a). Di sisi yang lain, ia berpendapat bahwa Allah penyebab dirinya menderita. Mari kita perhatikan, “Aku tertekan oleh panas murka-Mu, dan segala pecahan ombak-Mu Kautindihkan kepadaku.” (ayat 8); “Kehangatan murka-Mu menimpa aku, kedahsyatan-Mu membungkamkan aku” (ayat 17).
Sahabat, janganlah pernah berpikir bahwa hidup kita dapat otomatis lepas dari masalah. Pada titik tertentu, kita dapat mengalami keputusasaan karena beratnya beban kehidupan. Sebesar apa pun masalah yang dihadapi, kita dapat membawanya di hadapan Tuhan.
Tidak ada hal lain yang dapat membangkitkan semangat di tengah keputusasaan kita, selain bertekun dalam doa. Jawaban Tuhan pasti datang, meski tidak instan. Karena itu, dalam keputusasaan kita, tetaplah berdoa kepada Tuhan dengan tidak jemu-jemu.
Sahabat, berdasarkan hasil perenunganmu dari bacaan kita pada hari ini, bagikanlah pengalamanmu sendiri, apa yang engkau lakukan ketika sedang menghadapi saat-saat yang kritis, sehingga engkau dapat tetap berharap dan percaya kepada Tuhan? Selamat sejenak merenung. Tuhan menolong dan memberkati. (pg).