Pada tahun 1874, seorang wanita muda bernama Mary Slessor meninggalkan kenyamanannya di Skotlandia dan berlayar ke Afrika Barat. Ia tahu bahwa perjalanannya penuh bahaya, hutan lebat, penyakit mematikan, dan suku-suku yang masih melakukan praktik mengerikan, termasuk membunuh bayi kembar karena dianggap kutukan. Namun Mary tidak mundur. Sebenarnya ada rasa takut di hatinya tetapi ia tetap melangkah. Selama bertahun-tahun ia tinggal di antara suku-suku di Nigeria dan mempelajari bahasa dan budaya mereka dan bahkan membela anak-anak yang terancam dan membawa terang Injil di tempat yang gelap.
Ketakutan merupakan bagian alami dari hidup. Kita takut menghadapi hal-hal yang tidak pasti: masa depan, keputusan sulit, atau tantangan besar. Tapi seperti Mary Slessor, kita tidak dipanggil untuk hidup dalam ketakutan melainkan hidup dalam iman. Saat Musa meninggal dunia dan kepemimpinan diserahkan kepada Yosua, bangsa Israel menghadapi ketidakpastian besar. Mereka akan memasuki tanah perjanjian yang dihadang oleh banyak musuh. Namun, Tuhan berfirman, “Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.” Ulangan 31:6 (TB)
Kita mungkin tidak dipanggil pergi ke negeri asing seperti Mary Slessor, tetapi kita semua menghadapi tantangan yang menguji keberanian kita. Tuhan tidak berjanji bahwa perjalanan hidup akan mudah, tetapi Dia berjanji akan berjalan bersama kita. Jika Tuhan ada di pihak kita, tidak ada yang perlu kita takuti. Sebagaimana Mary Slessor yang tetap melangkah meski sebenarnya ia juga takut dengan ketidak pastian hidup karena ia meyakini Tuhan beserta dengannya, maka kita juga dipanggil untuk tidak menyerah pada ketakutan sebab Tuhan yang sama tidak akan membiarkan kita berjalan sendiri. Ingatlah kalimat ini : ketakutan itu wajar, tetapi orang yang percaya kepada Tuhan akan dituntun melewati semua ketakutannya.(sTy)