Tahun 1947 merupakan awal perjuangan besar bagi Jackie Robinson. Sebagai pemain bisbol Afrika-Amerika pertama di Major League Baseball, Jackie menghadapi hinaan, ancaman, dan diskriminasi setiap kali melangkah ke lapangan. Penonton meneriakinya dengan kata-kata rasis, lawan sengaja mencoba melukainya, bahkan beberapa rekan satu tim pun menolak kehadirannya. Dalam banyak momen ia merasa takut dan hampir menyerah, namun ia memegang teguh pesan dari seorang sahabatnya yang bernama Branch Rickey (manajer Brooklyn Dodgers),”Aku butuh seseorang yang cukup berani untuk tidak membalas kebencian dengan kebencian.” Robinson memilih untuk tetap percaya, bukan kepada keadilan dunia, tetapi kepada kekuatan iman dan keberanian untuk bertahan.
Raja Daud pernah menghadapi ancaman yang nyata. Dalam Mazmur 56, Daud menulis tentang ketakutannya saat dikejar-kejar oleh musuh. Namun, di tengah ketakutan itu, dia memilih untuk mempercayakan hidupnya kepada Tuhan. Kata-katanya sederhana tapi kuat, “Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu.” (Mazmur 56:4, TB). Kita semua pasti pernah mengalami masa-masa di mana ketakutan dan air mata menguasai hidup. Ketakutan karena penyakit, kehilangan orang terkasih, kegagalan atau ancaman dalam hidup. Saat ketakutan datang, sebenarnya kita punya dua pilihan: menyerah pada rasa takut atau percaya kepada Tuhan yang berkuasa. Raja Daud memberi teladan bahwa iman merupakan kunci untuk menghadapi ketakutan. Memang percaya kepada Tuhan tidak menghilangkan ketakutan secara otomatis namun dengan rasa percaya itu kita mendapat kekuatan untuk tetap melangkah saat berhadapan dengan masalah dan rasa sakit.
Seperti Jackie Robinson yang tetap bermain meski dihina dan seperti Daud yang tetap percaya meski dikejar musuh, kita pun bisa memilih untuk mempercayakan hidup kita kepada Tuhan. Di dalam Dia, ada damai yang menguatkan kita melewati badai kehidupan. Mari belajar untuk berlindung kepada Dia yang telah mengalahkan ketakutan. Sebuah kalimat bijak mengatakan,”Sak begjo-begjane wong urip, yen ora cedhak marang Gusti, bakal ngrasakake sepi.” (seberuntung apapun hidup seseorang, jika tidak dekat dengan Tuhan makai a akan merasakan kekosongan). (sTy)