Saudaraku, saya berjumpa dengan seorang Direktur Ministry Center dan berdiskusi terkait Tuhan atau Mamon. Perhatikan dua ayat berikut yang dikatakan oleh Tuhan Yesus saat mengajar:
Matius 6:24 (TB-1): “Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan …. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
Lukas 16:9 (TB-1): “Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur ….”
Nah, di Matius dinyatakan bahwa kita tidak bisa setengah-setengah mengabdi kepada Allah, juga setengahnya ke Mamon. Tapi di Lukas dinyatakan bahwa kita bisa bersahabat dengan Mamon.
“Pak Direktur, zaman Tuhan Yesus mengajar, itu di zaman Kekaisaran Romawi yang juga mendewakan banyak dewa dari zaman Yunani. Kita bisa menemukan beberapa nama dewa disebutkan di Kisah Para Rasul seperti Hermes, Zeus, juga Artemis atau Diana, diidentifikasi juga sebagai Selena, dan memiliki saudara bernama Apollo. Ini nama-nama dewa-dewi yang terkenal, mengapa tidak disebut Tuhan Yesus. Malahan menyebut Mamon, merupakan istilah Yahudi yang dapat merujuk pada uang, kekayaan, keserakahan, atau setan yang mewakili pengejaran kekayaan?.”
Nah, Pak Direktur hanya mengguman, “Itu pergumulan kita sepanjang hidup.”
Lho, Beliau membawahi suatu organisasi Ministry Center, memotivasi dan mendorong banyak rohaniwan dan awam untuk mengabarkan Injil, tapi mengapa juga menghadapi pergumulan seumur hidup dengan Mamon? Ya itulah kehidupan, kalau mau pergi bermisi ke suatu daerah terpencil ya mesti memikirkan berapa ongkosnya, begitu?
Saya pernah menghadiri acara pengutusan lulusan salah satu STT di kawasan blusukan di Jakarta Timur. Para lulusannya tampilannya sederhana saja, baju tidak nampak ada yang ngejreng, tapi tidak ada yang sandalan, hanya sepatu butut. Mereka diutus pulang ke daerah asalnya, kebanyakan ke Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, NTT, Maluku, semuanya di pedalaman.
Setelah acara seremonial ada resepsi, itulah makan siang terakhir mereka di STT yang mereka ikuti 3-4 tahun terakhir. Saya ikut mengambil makanan di meja mahasiswa, bukan untuk tamu undangan. Nasi putih ndak putih, ada tempe dan tahu goreng ukuran sekitar 3×4 cm, ukuran tahu tempe terkecil yang pernah saya rasakan, sayur bening isi labu dan bayam, dan ada satu potong ayam goreng, saya masih ingat ukurannya hingga saat ini, itu kalau kita beli paha bawah KFC ukurannya dibagi empat, jadi satu ayam goreng lebih kecil dari sendok makan. Satu orang dapat satu ayam goreng, satu tahu, satu tempe dan nasi secukupnya, ada kecap dan sambal di ujung meja.
Usai makan saya menghampiri seorang lulusan, mau pergi kemana? Kalimantan Tengah, bawa uang berapa? Dia tunjukkan tas dan dompetnya, hanya ada 2 lembar Rp. 20.000,- dan 2 lembar Rp. 10.000,-. Lho, cukup? Dia tunjukkan, ada satu kilogram garam dan 3 sabun yang dibawa. Lalu, dia bilang, akan nunut truk bak terbuka yang jurusan ke pelabuhan Muara Angke Jakarta Utara, kemudian ikut kapal kayu yang pulang ke Kalimantan Tengah, kapal ini kosong dan cukup ngomong dengan awak kapal dalam bahasa Kalimantan Tengah, pasti gratis, dia sudah 3 kali pulang ke rumahnya saat praktik dengan cara ini. Garam dan sabun akan menjadi barang sangat berharga di pedalaman sana, sabun yang dipotong dua bisa dijadikan ongkos naik boat ke pedalaman.
Ingat kembali kenangan ini, saya jadi mikir, para lulusan STT itu hanya dengan modal semangat menginjil yang berkobar, tidak perlu mikir Mamon lagi. Sementara itu Pak Direktur menunjukkan makalah dari Lausanne Movement 2024, yang mengetengahkan adanya banyak gereja yang mengajarkan “prosperity teaching”, kemakmuran materi terkait dengan kepercayaan kepada Kristus. Pendekatan ini mengajarkan orang-orang bahwa ketika mereka percaya kepada Tuhan, Dia akan menyediakan semua kebutuhan fisik dan kenyamanan hidup mereka. Dengan ajaran ini muncul kepercayaan yang menyesatkan bahwa siapa pun yang percaya dijamin akan mendapatkan kekayaan dan kesehatan dalam hidup ini.
Pendekatan “prosperity teaching” ini cenderung berpusat pada manusia daripada berpusat pada Kristus, untuk mencari pemenuhan kebutuhan duniawi manusia daripada kebutuhan mendalam akan pengampunan dosa dan rekonsiliasi dengan Tuhan. Jadi mengenal Tuhan agar supaya cepat dapat berkat, cepat mendapatkan kesehatan, cepat dapat uang, dan di ujungnya sebenarnya mengajarkan tentang mendapatkan Mamon melalui mengenal Tuhan.
Pak Direktur menambahkan, memang tantangan besar spiritual adalah material, untuk itu Tuhan Yesus mengajarkan berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh atau spiritual memang penurut, tetapi daging lemah terhadap hal-hal materi (Matius 26:41).
Yang bisa menguatkan spiritual agar tidak tergoda material apa? Ya hanya dengan melalui doa, dengan berdoa. BERDOALAH yang SUNGGUH-SUNGGUH, jangan konsentrasi terpecah, Tuhan akan menunjukkan Jalan-Nya kepadamu, dan ikutlah.
Saudaraku, memang tidak mudah memilih untuk mengabdi kepada Allah atau kepada Mamon, terlebih lagi bila ajaran tentang Mamon itu disamarkan melalui ajaran-ajaran yang menjanjikan bila menaati kehendak Allah maka akan mendapatkan kelimpahan materi dan kesehatan. Waspadalah dan berjaga-jagalah. (Surhert).