Saudaraku, tidak seperti sesuatu yang kita lakukan sehari-hari, seperti makan, berjalan, dan berbicara, ternyata doa sering bukan menjadi kegiatan yang wajar dan natural bagi orang Kristen. Sebaliknya sebagian orang menganggap : “O doa itu gampang, anggap saja seperti bercakap-cakap dengan Tuhan”; “Seperti chatting saja sudah cukup.”
Tragedi yang terbesar dalam kehidupan orang Kristen adalah kecenderungan untuk berdoa hanya seperlunya. Doa sedikit saja, seadanya, mungkin dapat disamakan dengan chatting dengan Tuhan: Selamat pagi Tuhan; Terima kasih untuk makanan ini; Terima kasih untuk sehari ini.
Faktanya doa lebih sering menjadi ritual chatting dengan Tuhan yang diwajibkan ada dalam diri seorang Kristen. Berdoa cuma sebentar-sebentar, jangan lama-lama karena berdoa itu berat, membosankan, akhirnya menjadi kegiatan yang mudah terlupakan.
Memang sebagian orang melihat doa hanya sebagai alat untuk meminta, atau sebagai pelarian belaka ketika terjepit, dan tidak melihat doa sebagai suatu jalan komunikasi dengan Tuhan dari hati ke hati yang selalu ada. Memanjatkan doa sebenarnya lebih dari sekadar chatting dengan Tuhan.
Dalam Lukas 18:2: “ … Ada seorang hakim yang tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorangpun.” Pengadilan agama yang tertinggi di Israel adalah Sanhedrin Agung, terdiri dari 71 hakim, mereka menganggap diri ahli dalam kitab-kitab nabi PL dan tradisi pengajaran Israel. Tetapi dalam PB, digambarkan perbuatan mereka diwarnai dengan penindasan, korupsi dan bersikap tidak adil. Tidak heran, Dewan Sanhedrin dapat melakukan konspirasi, persekongkolan, bahkan membawa Tuhan Yesus dianiaya dan disalibkan.
Di masing-masing kota di seluruh Israel ada dewan Sanhedrin lokal untuk mengadili kasus-kasus pelanggaran agama berdasarkan aturan dan tradisi yang diterapkan semau mereka. Pemerintahan Romawi yang menjajah bangsa Yahudi juga mengutus hakim-hakim dan pemerintah lokal untuk mengadili perkara kriminal dan menjalankan kemauan kaisar Romawi. Mereka dibayar dengan gaji yang sangat tinggi dari perbendaharaan Bait Allah, meskipun mereka orang non Yahudi dan tidak percaya kepada Allah.
Hakim yang dikisahkan oleh Tuhan Yesus dalam Lukas 18:1-8 tergolong hakim yang ditunjuk pemerintah Romawi. Hakim ini lalim, artinya kejam, tidak adil, sewenang-wenang, korup, dan suka menindas. Suatu gambaran yang biasa saat itu, hakim yang tidak mau mempedulikan kebutuhan rakyat dan masalah-masalah mereka. Ia menjadi hakim hanya supaya dapat gaji yang tinggi dan mendapat kuasa, dan bukan karena mencintai keadilan.
Di posisi lain ada seorang janda, gambaran rakyat yang ditindas, yang mencari haknya di pengadilan. Zaman itu pengadilan hanya dipenuhi oleh laki-laki, tidak ada perempuan yang pergi ke gedung pengadilan dan menghadap hakim, karena biasanya ada seorang laki-laki yang mewakili atas namanya. Perempuan itu janda dan tidak punya keluarga laki-laki maupun tetangga laki-laki yang bersedia mengajukan permohonan kasusnya.
Perempuan itu mewakili golongan masyarakat yang bukan saja miskin dan sangat kekurangan, tetapi juga tidak punya kekuatan, rendah, tidak diketahui siapa keluarganya, tidak dicintai, tidak dipedulikan, dan tidak berpengharapan.
Perempuan itu terus memohon, minta keadilan, Lukas 18:3: “Belalah hakku terhadap lawanku.” Dia tidak memiliki apa-apa lagi, karena itu tiap hari ia datang kepada sang hakim, agar hak-haknya dipulihkan.
Semula hakim ini merespons dengan dingin. Dengan gampangnya ia akan menolak dan menghapus kasus perempuan itu tanpa pertimbangan apa pun. Buat hakim itu, menolak tidak berakibat apa pun, tetapi bagi perempuan itu akan sangat kehilangan. Ini sampai beberapa waktu lamanya.
Tiba-tiba hakim lalim itu berubah pikiran. Memang ia tidak bertobat dari kejahatannya, tetapi ia sangat terganggu dengan permohonan janda itu yang datang terus menerus. Hakim ini dapat membuat perempuan itu berhenti berbicara, hanya dengan melakukan keadilan, “… supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku.” (Ayat 5)
Apa artinya untuk kita? Yesus mengatakan perumpamaan ini untuk menegaskan, bahwa murid-murid-Nya HARUS SELALU BERDOA DENGAN TIDAK JEMU-JEMU, tidak hanya sekadar chatting. Yesus menggambarkan, bahwa berdoa dengan tidak jemu-jemu adalah seperti seorang janda yang tidak memiliki apa pun, tidak punya kekuatan, tetapi terus menerus memohon.
Saudaraku, perumpamaan janda yang selalu memohon ini mengajarkan kita untuk berdoa tanpa lelah, memberikan diri sepenuhnya untuk berdoa dengan kuat, terus teguh meskipun keadaan tetap sulit, tidak kehilangan iman dan pengharapan, karena kita percaya Tuhan akan memberikan perubahan, bukan seperti seorang hakim yang kejam dan tidak adil. (Yohana Ang).