+62 24 8312162

Hot Line Number

+62 24 8446048

Fax

Jl. Sompok Lama no. 62c Semarang

Kantor Pusat

WARGA YANG BENAR

WARGA YANG BENAR

Surat Roma ditulis oleh Rasul Paulus antara 55 dan 56 M saat dia ada di Korintus, kepada jemaat di Roma yang belum pernah dikunjunginya dan Paulus berharap dapat mengunjunginya. Sekitar tahun 60 M barulah Paulus tiba di Roma dan dapat mengajar dengan lancar selama 2 tahun (Kisah Para Rasul 28), juga saat itu ada Rasul Petrus di Roma, jadi komunitas orang Kristen dapat terbentuk.

Ketika Paulus dan Petrus ada di Roma, yang menjadi penguasa Roma adalah Nero Claudius Caesar Augustus Germanicus, yang terkenal sebagai Kaisar Nero, berkuasa sejak tahun 54M sampai tahun 68M, tercatat di sejarah dunia sebagai kaisar yang kejam. Sejarah mencatat, pada malam tanggal 18 Juli 64 M, terjadi kebakaran besar di Roma, selama enam hari tujuh malam, membakar habis 4 dari 14 belas distrik di Roma dan 7 distrik lainnya mengalami kerusakan parah. 

Saat kebakaran berlangsung Kaisar Nero malah berpakaian opera, berdiri di menara dan memetik kecapi, melantunkan sebuah balada, menikmati pemandangan kobaran api dengan takjub. Berita saat itu mengatakan bahwa Nero-lah yang melakukan pembakaran, karena hendak mendirikan kota Roma baru. 

Tapi Nero menuduh orang-orang Kristen yang ada di Roma melakukan pembakaran dengan tujuan pemberontakan, untuk itu mesti ditangkap dan dijatuhi hukuman. Dan hukuman yang paling terkenal ya sebagai gladiator di arena yang disaksikan hingga 50.000 orang penonton, budak dan tawanan – laki-laki maupun perempuan, bertanding melawan pasukan atau sesama gladiator hingga tewas, juga melawan binatang-binatang buas serigala dan singa.

Nah dalam surat Roma 13:1-2 Paulus menulis: “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.  Sebab itu barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah dan siapa yang melakukannya, akan mendatangkan hukuman atas dirinya.”  

Kenyataannya orang-orang Kristen di Roma saat itu ada di bawah kekuasaan Kaisar Nero, jadi sesuai anjuran Paulus, orang-orang Kristen tetap harus takluk kepada pemerintahan yang sangat kejam. Lho, mengapa pemerintah yang kejam itu juga ditetapkan Allah, dan barangsiapa yang melawannya berarti melawan ketetapan Allah?

Sungguh ini merupakan ayat Alkitab yang sulit, jadi orang mesti mau menerima segala kondisi pemerintahan, yang baik-baik, terlebih lagi juga menerima pemerintahan yang buruk. 

Tempo hari di tahun 1998, ada banyak warga dari sini yang pindah atau kabur ke suatu negara dan minta visa sebagai refugee atau pengungsi, karena situasi politik dan keamanan yang sangat bergolak saat itu. Tapi hari ini kalau kita mengajukan visa ke suatu negara lain dan menuliskan maksudnya sebagai refugee, pasti akan ditolak, dan malahan akan dicurigai mengapa mau kabur dari Indonesia sebagai refugee, apakah karena masuk ke kolompok teroris atau kriminal? 

Pokoknya, mengapa kita mesti menerima keberadaan pemerintah yang berkuasa, bukan melawannya?

Di bagian lain Alkitab mengajarkan: Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk? Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya. (Ayub 2:10) Jadi semestinya kita bersiap untuk menerima yang baik yang merupakan anugerah Tuhan, tapi juga bersiap menerima sesuatu yang dirasa buruk bagi diri kita, tidak berbuat dosa dengan bibir kita yang menyumpahin situasi.

Seperti Tuhan sudah menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar (Matius 5:45). Bagi orang jahat, matahari atau terang menjadi sumber ketakutan karena segala perbuatan jahatnya akan diketahui dan dia akan menghadapi hukuman, tapi bagi orang baik, saat terang berarti bisa bekerja, kondisi sehat, dan seterusnya

.

Juga Alkitab mengajarkan, Ulangan 8:2-3: “Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak.”  

Jadi Ia merendahkan hati bangsa Israel, mengizinkan mereka lapar dan memberi mereka makan manna, yang tidak mereka kenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangnya, untuk membuat mereka mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN. 

Bangsa Israel, 40 tahun di padang gurun, bukan langsung dari Mesir masuk Tanah Kanaan. Melewati berbagai kondisi dan percobaan, susah atau senang, sehat atau sakit, dari satu generasi ke generasi anak-anaknya, hanya satu maksud Tuhan, yakni supaya mengerti bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN.

Jadi saat kita, sekalipun tinggal di zaman pemerintahan atau situasi kondisi yang kejam dan lalim, tetaplah teguh beriman kepada Tuhan, untuk menunjukkan kemurnian iman, dan kita semakin paham bahwa hidup bukan dari roti atau materi saja, tetapi juga hidup dari segala yang diucapkan Tuhan. (Surhert)

Leave a Reply