Saudaraku, mari kita telaah kisah Kain dan Habil, anak Pak Adam dan Bu Hawa atau Bu Eva (Kejadian 4). Setelah Kain dan Habel akil balig zaman itu sekitar usia 16 tahun, Kain menjadi petani dan Habel menjadi gembala kambing domba. Jelas Adam dan Eva mengajarkan kedua anaknya ini menyembah Tuhan dan membuat korban bakaran sesuai aturan Tuhan, khususnya korban bakaran dari hasil usaha.
Dikisahkan Kain menjadi petani mempersembahkan hasil tanah kepada TUHAN sebagai korban persembahan, dan Habel sebagai peternak mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya. Ini tidak ada yang salah.
Ternyata Tuhan mengindahkan Habel dan menerima korban persembahannya, tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Alkitab mencatat korban persembahan Habel yakni anak sulung kambing domba, termasuk lemak-lemaknya, jelas saja kalau daging dan lemak yang dibakar ya baunya harum semerbak seperti bau bakaran sate kambing. Karena Kain sebagai petani maka hasil bumi untuk persembahan tentulah gandum, juwawut (barley) dan sayur mayur termasuk buah-buahan, tentu saja saat dibakar tidak ada bau harum.
Saudaraku, Tuhanpun bertanya ke Kain: “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.” Kain tidak bisa meredam amarahnya, dia mengajak Habel ke padang, dan Kain membunuh Habel. Bahkan ketika Tuhan bertanya: “Di mana Habel, adikmu itu?” Dijawab Kain: “Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?”
Mari kita analisa tindakan Kain sesuai psychoanalytic theory id, ego, superego Sigmund Freud. Id adalah kumpulan hasrat naluri yang tidak terkoordinasi, yakni apa saja kejengkelan Kain terhadap Habel, mungkin bukan saja karena korban bakaran, tapi ada beberapa lainnya yang bertumpuk di dalam hati, tidak jelas, pokoknya jengkel dan marah, ini yang menyebabkan kurang bisa tidur nyenyak di malam hari karena selalu kepikiran.
Ego (Kain) adalah perasaan dan sifat-sifat yang terbentuk di dalam dirinya, sudah jadi kebiasaannya, terorganisir dan benar-benar realistis, dan bisa menjadi stimulus atau rangsangan yang menimbulkan hasrat naluriah. Freud menyebutkan sebagai mempunyai kebiasaan untuk mengubah keinginan id menjadi tindakan, seolah-olah tindakan itu adalah keinginannya sendiri.
Saudaraku, karena ada rangsangan-rangsangan dari ego, maka id yang tidak jelas itu muncul sebagai tindakan, yakni super ego. Kalau id berbentuk kejengkelan dan iri hati, sedangkan perasaan ego mendukung, apalagi merasa bisa dan merasa tidak ada apa-apa bila dilaksanakan, maka muncullah tindakan super ego yang ditujukan untuk mengalahkan atau memusnahkan pihak lawan.
Jadi mulainya dari id yang tidak jelas maunya, tapi sebenarnya bisa dikontrol atau dibiarkan liar. Tuhan bisa membaca wajah Kain yang sedang suram tidak berseri, dan memperingatkan Kain untuk mengendalikan perasaan dan insting id yang membujuk untuk tidak berbuat baik, dan Tuhan meperingatkan, hati-hati kalau kamu tidak menjaga id di hatimu, karena dosa sudah mengintip di depan pintu dan sangat menggoda, tetapi engkau harus berkuasa atasnya. Kain gagal menjaga hatinya, cerita selanjutnya kita sudah tahu, pembunuhan berencana.
Saudaraku, Pengamsal mengingatkan kita: “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Amsal 4:23). Dengan kata lain, jagalah id yang tidak jelas maunya apa, jagalah dengan segala kewaspadaan, jangan sampai mempengaruhi ego dirimu yang sudah terbentuk. Kalau kamu bisa mengontrol, ya dari dirimu akan timbul super ego yang mendatangkan kebaikan, memancarkan kehidupan. Kalau gagal kontrol, ya timbul tindak kejahatan.
Kalau bisa mengontrol id dan ego, mungkin kita akan mengalami hal-hal yang penuh tantangan, tidak cepat-cepat menjadi kaya atau segera meraih sukses, ini menyakitkan, apalagi ada orang lain yang mengolok-ngolok bikin hati semakin panas. Tapi jangan lupa Firman Tuhan dalam Yesaya 30:20-21: “Dan walaupun Tuhan memberi kamu roti dan air serba sedikit, namun Pengajarmu tidak akan menyembunyikan diri lagi, tetapi matamu akan terus melihat Dia, dan telingamu akan mendengar perkataan ini dari belakangmu: ‘Inilah jalan, berjalanlah mengikutinya,’ entah kamu menganan atau mengiri.”
Selamat berjalan bersama Tuhan. Selamat menghadapi dan mengalahkan tantangan. (Surhert).