Ceritanya seusai libur Lebaran beberapa tahun silam, hari pertama masuk kantor banyak karyawan berkerumun. Mereka bersilaturahmi. Kemudian mereka melapor bahwa gudang penyimpanan barang dan onderdil dibobol orang, banyak barang raib. Gudang ada di belakang kantor, pagi-pagi pintunya sudah terbuka. Nah siapa yang bertugas lembur jaga kantor saat Lebaran?
Ada tiga orang satpam secara bergilir dan ada 2 orang karyawan yang tidak mudik kemudian minta izin ikutan jaga kantor dengan tarif lembur hari raya, namanya Ef dan Ma. Kami memanggil orang-orang yang berjaga di kantor, 4 orang ada dan Si Ma tidak muncul. Mulailah diinterogasi ramai-ramai, tidak ada yang mengaku, hanya saja suatu pagi seorang satpam tidak masuk karena mengantar istri ke Puskesmas.
Hampir 4 jam lewat. Bagian pembukuan lapor, ada sekian puluh barang hilang, perhitungan sementara Rp 50 juta. Kepala Gudang Pak Is dicecar banyak orang karena terlambat memperbarui kartu stok. Memang 1 hari sebelum libur ada kiriman barang masuk satu kontainer, dengan alasan kartu stok akan diperbarui setelah liburan, maka catatan barang tidak diperbarui. Nah sekarang banyak barang hilang. Pak Is nampak sangat tertekan karena menunda pekerjaan, sekarang semua orang menyalahkannya. Dia dan Si Ef kena getahnya, sementara Ma tidak ada. Kami mengundang polisi untuk melihat TKP, kemudian semua satpam, Pak Is dan Si Ef diangkut ke kantor polisi untuk disidik.
Sore hari beberapa supervisor datang ke ruang saya. “Pak, kami prihatin karena kantor kemalingan, kami ingin ikut mencari siapa yang nyolong atau jadi dalangnya. Kami tidak mau dituduh kantor!” Saya hanya terdiam.
“Pak, ini usulan kami semua, tadi sudah rundingan. Di Bogor Kidul ada orang pinter, dia bisa mencari orang yang nyolong. Ada saudara dan tetangga yang pernah ke sana. Ini orangnya hanya sembahyang dan kita disuruh sembahyang menurut kepercayaan masing-masing. Lalu ada kaca pengilon (kaca rias) yang ditutupi kain mori. Kaca itu setelah didoakan, kain mori dibuka, nah yang jadi maling akan nampak, bisa difoto.”
Saya menjadi melongo. Wah ada CCTV yang tidak kelihatan nih, jadi orang pintar bisa melihatnya. “Bapak boleh ikut ramai-ramai dengan kami 4 orang ke sana, besok berangkat jam 8 pagi dari kantor. Biayanya seikhlasnya.”
Hore… seketika hatiku bersorak mendengar solusi ini. “Besok saya ikut ya”. Tapi tiba-tiba di kupingku terdengar suara jelas: “Sur, jangan murtad! Awas kalau kamu ikutan ke sana, mobil akan terbalik di tol l!!” Suara itu terdengar jelas diulang dua kali. Aku baru sadar, seperti kena tempeleng, dan kemudian mengucap “Sorry, besok saya tidak ikutan, ada panggilan dari Komisaris soal kemalingan,” alasanku untuk membatalkan tidak ikutan.
Esok harinya pak Is, Si Ef dan pembukuan melakukan stok opname dan pembaruan catatan. Sorenya karyawan yang pergi ke orang pintar menunjukkan foto. “Ini Pak, kaca dibuka, ada Si Ef yang berdiri di pintu, tapi di bagian dalam ada yang hitam-hitam gerak-gerik tidak jelas, katanya pakai ilmu.” Mau ngomong apa, Si Ef ada di cermin, ada fotonya. Magrib itu juga Si Ef digelandang ke kantor polisi, dia nangis-nangis pilu, bilang tidak nyolong, tapi foto dari cermin orang pintar menuduhnya.
Bagian gudang ada 3 orang, lalu kemana perginya Si Ma? Karyawan yang ke kosnya mendapati kamarnya kosong melompong, ibu kos bilang, pergi tidak pamit dan masih punya hutang uang kos satu bulan. Rumahnya mana? Ah, di luar pulau Jawa. Ini orang dapatnya dari mana? Siapa mau susulin si Ma ke kampung halamannya? Wah, pesawat sekali jalan Rp 3 juta, belum transpor, makan dan lain-lain. Si Ma hilang jejak. Si Ef ditahan di polisi 2 malam. Hari ketiga aku nengokin, kasihan, nampak ada yang lebam, kata dia disuruh banyak kerjaan oleh tahanan lainnya. Kasihan, yah, laporan ke polisi dicabut, Si Ef bisa pulang.
Tinggallah Pak Is sebagai kepala gudang yang teledor, tidak memperbarui kartu gudang. Hari ke empat, saya menandatangani surat PHK, pak Is merasa bersalah sekali dan menyatakan bersedia jika pesangonnya dipotong sebagian atas keteledorannya. Hari ke lima, istri pak Is datang, nangis-nangis, minta maaf atas kekurang-becusnya suami dalam bekerja, dan dia bilang ikhlas kalau pesangon suami dipotong. Oh …
Hari ke lima sore, aku mulai bisa berpikir jernih. Merenung. Sebagai atasan kok jadi orang jahat ya. Si Ef dapat sesuatu selama 2 malam di tahanan, terutama karena bukti foto dari cermin, Pembaca pasti paham kira-kira dapat apa. Pak Is di-PHK langsung atas kesalahannya, padahal dia sudah bekerja 5 tahun, pesangonnya juga dipotong sebagai ganti rugi. Istrinya nangis-nangis, suami PHK, anak 2 orang masih TK-SD. Kok aku jadi orang jahat, padahal rajin ke gereja. Hitung-hitung lagi, sudah 5 hari aku tidak berdoa, apalagi baca Alkitab … Untung aku tidak ikutan pergi ke orang pintar, kalau-kalau ikut, mungkin sudah masuk rumah sakit dan mungkin juga cacat. Gajiku mulai akhir bulan ini juga akan dipotong karena dianggap ikutan teledor saat merekrut Si Ma.
Tiba-tiba ada suara berbisik di hatiku: Mengapa tidak berdoa! Sejak kecil kamu tahu firman-firman berikut ini: 1 Petrus 5:7: “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” Mazmur 34:16: “Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada teriak mereka minta tolong.” Mengapa kamu justru ingin ikut ke orang pintar???!!! Untung kamu masih mendengar suara Tuhan.
Saudaraku, aku memang lemah, perlu pertolongan TUHAN setiap waktu, agar tidak salah melangkah dalam usaha mencari nafkah. Saat pulang kerja, istri dan anakku tetap bangga memiliki suami dan papa yang bisa menjaga hati dan hidupnya. Nama Tuhan dipermuliakan melalui apa yang dikerjakannya. (Surhert).